"Yaa Allah, anugerahkanlah kami cinta-Mu,
Dan cinta kepada siapapun yg mencintai-Mu,
Dan amalan yg akan membimbing kami kepada cinta-Mu."
(Doa Rasulullah SAW)
Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yg secara harfiah berarti ‘mencintai secara mendalam’. Mahabbah dapat pula berarti al-wadud (yang sangat kasih atau penyayang).
"Mahabbah adalah merupakan hal (keadaan) jiwa yg mulia yg bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakkan) Allah SWT oleh hamba, selanjutnya yg dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yg dikasihi-Nya dan yg seorang hamba mencintai Allah SWT." (Al-Qusyairi ra)
Menurut Al-Qusyairi, mahabbah Allah kepada hamba merupakan nikmat khusus kepada siapa saja yg Allah kehendaki. Jika kehendak tersebut diperuntukkan secara umum untuk semua hamba-Nya, ini dinamakan Rahmat; jika Kehendak Allah ini berkaitan dengan adzab, maka disebut dengan murka (ghadlab).
Artinya Mahabbah itu merupakan Rahmat yg dilimpahkan Allah SWT secara khusus kepada hamba-Nya, merupakan kehendak-Nya, sebagaimana kasih sayang-Nya bagi hamba adalah kehendak pelimpahan nikmat-Nya.
Sedangkan Rahmat itu merupakan Kehendak-Nya dalam 'menyampaikan' pahala dan nikmat kepada si hamba. Sedangkan Mahabbah merupakan bentuk kehendak-Nya untuk mengkhususkan hamba-Nya, suatu kedekatan (qurbah) dan 'ihwal' (jamak dari Haal) keluhuran/kemuliaan ruhani.
Jadi, Mahabbah itu lebih khusus daripada Rahmat.
Abu Nasr as Sarraj at-Tusi seorang tokoh sufi terkenal membagi mahabbah kepada tiga tingkat :
1. Mahabbah ORANG BIASA, yaitu orang yg selalu mengingat Allah SWT dengan dzikir dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan-Nya serta senantiasa memuji-Nya.
2. Mahabbah orang SHIDDIQ (orang jujur, orang benar) yaitu orang yg mengenal Allah tentang kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya dan ilmu-Nya. Mahabbah orang siddiq ini dapat menghilangkan hijab, sehingga dia menjadi kasyaf, terbuka tabir yg memisahkan diri seseorang dari Allah SWT. Mahabbah tingkat kedua ini sanggup menghilangkan kehendak dan sifatnya sendiri, sebab hatinya penuh dgn rindu dan cinta kepada Allah.
3. Mahabbah orang ‘ARIF, yaitu cintanya orang yg telah penuh sempurna makrifatnya dengan Allah SWT. Mahabbah orang ‘Arif ini, yg dilihat dan dirasakannya bukan lagi cinta, tetapi diri yg dicintai. Pada akhirnya sifat-sifat yg dicintai masuk ke dalam diri yg mencintai. Cinta pada tingkat ketiga inilah yg menyebabkan mahabbah orang ‘Arif ini dapat berdialog dan menyatu dengan kehendak Allah SWT.
Menurut Ibn ‘Athaillah (dalam kitab Lathaif al-Minan), ada empat tingkatan Mahabbah :
1. Cinta untuk Allah; mengutamakan Allah ketimbang selain-Nya.
2. Cinta karena Allah; mencintai Wali Allah karena Allah.
3. Cinta dengan Allah; mencintai orang atau sesuatu tanpa hawa nafsu.
4. Cinta dari Allah; Dia menarikmu dari segala sesuatu sehingga hanya Dia yg kau cintai.
Awalnya adalah cinta untuk Allah dan akhirnya cinta dari Allah; MURID (yg menginginkan) menjadi MURAD (yg diinginkan).
Jadi, terjadinya (baca: dipilihnya) seorang untuk Mahabbah kepada Allah SWT itu merupakan Rahmat yg khusus agar hamba-Nya ini mulia lewat Sirr.
Rahasia Sirr sendiri adalah sesuatu yg tidak bisa terungkap oleh makhluk-Nya, kecuali oleh Allah Yang Haqq. Artinya hanya Allah yg berhak membuka rahasia Sirr hamba-Nya.
Itu makanya jika sudah terbuka Sirr nya, maka hamba-Nya yg sudah dipilih-Nya ini bisa bermusyahadah kepada-Nya, karena Sirr merupakan tempat Musyahadah, sebagaimana Ruh yg merupakan tempat Mahabbah dan Qalbu yg merupakan tempat Ma’rifat.
Semoga...
#ombad #tasawuf #mahabbah