01 June 2019

OPTIMISME DAN KHUSNUDZON

Ada kisah dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali ra.

Dikisahkan..

Ada dua orang yang sudah lama tinggal di neraka dan mereka selalu berdzikir "Yaa Hannan Yaa Mannan". Mungkin karena kesakitan di neraka, namanya juga lagi disiksa.. pedih.. Karena terus berdzikir, akhirnya Allah menyuruh Malaikat memanggil dua orang tersebut.

Singkat cerita, dua orang ini dibawa ke hadapan Allah dengan keadaan masih dikerangkeng.

“Bagaimana neraka menurutmu..?” tanya Allah.

“Ya Allah. Sungguh neraka adalah tempat yang sangat buruk. Tidak ada tempat yang lebih buruk dari neraka,” jawab orang pertama.

“Yo wes.. sana balik maning ke neraka..!” perintah Allah pada orang tersebut.

Orang ini kemudian berlari menuju neraka, bahkan sangat semangat..!

Melihat sikap aneh orang ini, Allah pun memanggilnya lagi, “Kok kamu semangat sekali kembali ke neraka..?”

“Saya sudah kapok, Gusti.. sangat menyesal.. dulu saat di dunia saya lamban dalam melaksanakan perintah-Mu. Itu makanya saya masuk neraka dan saya gak mau terulang untuk yang kedua kalinya. Nah, mumpung sekarang ada perintah dari-Mu, saya gak mau melewatkan kesempatan melaksanakan perintah-Mu ini. Jadi saya harus semangat.” jawab orang ini.

Setelah mendengar jawaban tersebut --demi melaksanakan perintah Allah menuju ke neraka meski sangat menyakitkan-- maka Allah pun memberikan rahmat kepadanya.

“Kalau begitu, sana masuk surga.” kata Allah, dan akhirnya orang tersebut masuk surga.

Allah kemudian menanyai orang yang kedua, “Bagaimana neraka menurutmu..?”

“Sungguh buruk sekali, Gusti.” jawab orang kedua.

“Yo wes, sana balik maning ke neraka..!” Perintah Allah.

Tetapi orang kedua ini gak kayak orang pertama, orang ini sangat lamban, lemot dan gak semangat ketika disuruh ke neraka.

“Kenapa kamu lemot sekali..?” tanya Allah.

“Duh Gusti, kulo gak pernah nyangka kalau bakal disuruh balik maning ke neraka, padahal kulo tadi sudah khusnudzon sama Panjenengan, waktu Panjenengan panggil kulo  ke sini tapikir mau dimasukin ke surga, ehh ternyata kulo salah perkiraan, masuk neraka maning..” jawab orang kedua.

“Ternyata kamu khusnuzan pada-Ku meski Aku masukkan kamu ke neraka. Kalau begitu, sana kamu masuk surga.” jawab Allah, dan akhirnya orang kedua pun masuk surga.

😂

**

Hikmah of The Kisah :

- Selalu optimis dan semangat.
- Berpikir Positif bahwa rahmat Allah itu besar.
- Jangan mudah menghakimi orang.
- Jangan mendoakan orang masuk neraka.

Semoga...
#ombad #tasawuf

TASAWUF DALAM MUDIK LEBARAN

MUDIK akan diinginkan oleh semua orang karena fitrah manusia itu mencintai sumbernya atau asal-usulnya. Manusia akan berusaha untuk mengingat perjalanan hidupnya, dan selanjutnya bisa berterima kasih dan mensyukuri segala sesuatu yang berhubungan dengan sumber "hidup" nya.

Ibu adalah sumber pertama, dimana rahimnya itu jadi tempat tinggal pertama, air ketubannya jadi teman bermain pertama, bahkan darahnya pun jadi teman pertamanya yang mengantar ke alam dunia.

Dan selanjutnya pengisian memori pikiran awal dalam pembentukan pribadi pun dimulai, apakah itu terkait manusia (orang tua, saudara, teman, dsb); terkait sifat (kedekatan, ketergantungan, dsb); terkait lingkungan (tempat tinggal, tempat main, dsb); dan juga terkait ilmu/pengetahuan (sekolah, ngaji, dsb).

Ingatan adalah bagian dari Akal yang "ditanam" dalam Fitrah. Dan "ingatan" inipun yang mendorong para pemudik melakukan perjalanan, sejauh dan seberat apapun.

Begitupun dalam hubungan makhluk dengan Tuhannya, meskipun "ingatan" pertemuan di Awal Penciptaan sewaktu di alam lahut (alam ruh) "ditutup", tetapi fitrahnya akan selalu "mendorong" untuk mendekati dan mengenali Tuhannya. Dalam hal ini agama menjadi salah satu sarananya.

Tuhan menyuruh makhluk-Nya sebagai seorang "salik" untuk "napak tilas" ke Awal Penciptaannya (wushul, kembali). Makhluk-Nya diwajibkan memenuhi janjinya ketika di alam lahut untuk menemui-Nya kembali dalam kondisi terbaiknya yaitu ruh qudsi-nya. "Bukankah Aku ini Tuhanmu..? Mereka menjawab: 'Betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi Saksi'." (Alastu bi Rabbikum.. Bala Syahidna - QS. al-A'raf 172).

Perjanjian di Awal Penciptaan ini merupakan kewajiban makhluk-Nya supaya bisa menemui-Nya dan mengenal-Nya kembali selama perjalanan hidupnya di dunia, yang tanpa disadari semakin memperbanyak hijab atau penutupnya.

Itu makanya Imam Syafi'i ra. dalam kitabnya al-Fiqh al-Akbar, Bab Mukaddimah, mengatakan :

"Setiap Mukallaf itu diperintahkan untuk Ma'rifat kepada Allah. Arti Ma'rifat adalah mengetahui apa yang ingin diketahui dalam wujud yang sebenar-benarnya, tanpa ada sesuatu pun diantara sifat-sifat dari sesuatu yang ingin diketahui itu yang tersembunyi baginya. Hanya dengan perkiraan atau taklid saja, pengetahuan dan Ma'rifat seperti itu tak mungkin bisa diperoleh. Sebab, perkiraan berarti menerima kemungkinan adanya dua hal, sedangkan arti taklid adalah menerima pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber pendapat itu, dan yang demikian itu tentu saja tidak bisa disebut dengan mengetahui."

Seperti halnya perjalanan mudik lebaran yang membutuhkan kondisi tubuh sehat, kendaraan prima, rute yang baik dan bekal yang cukup, begitupun perjalanan wushul dalam mengenal-Nya, akan membutuhkan niat/riyadhoh yang kuat, waliyyam muryida yang ridha, "jalan" yang baik/lurus, dan dzikir yang banyak. Keselamatan lahir batin adalah segalanya. Dan seperti itulah Mudik yang hakiki.

Ya, itulah "mudik" yang sesungguhnya, yaitu Wushul (kembali) ke sumber (asal), "mudik" yg sampai ke puncaknya, yaitu Puncak Tauhid (shirath al-mustaqim), al-Ahadiyah.. Rabbul 'Alamin.

Mudik yg diupayakan agar tetap dalam Nyaman (damai, Islam), Aman (Iman) dan Selamat sampai tujuan (Ahadiyah), serta tidak tersesat (adh-Dhaalliin) dan tidak celaka (al-Maghdub).

Mengapa dikatakan 'id (kembali)..? Karena perayaan itu kembali setiap tahunnya dengan beragam Kebahagiaan yang baru." (Muhyiddin Ibn Arabi ra.)

Selamat mudik, lahir maupun batin. Ttdj.. 😍

Semoga..
#ombad 27 #ramadhan 1440 H.
#tasawuf #imamsyafii #ibnarabi

31 May 2019

MENGGEBUNYA KEBERFIHAKAN

Sebelum urusan copras-capres, sebelum muncul keberfihakan yang menggebu-gebu (fanatik) terhadap salah satu capres, mungkin kita bisa melihat dan mempercayai sekaligus meyakini bahwa teman kita ini begitu berkualitas baik dari segi ilmu maupun kualitas batinnya. Terlihat dari indahnya tulisan, ragam ilmu yang disampaikan, analisis serta pembahasan lewat FB nya.

Sampai akhirnya, ketika ada perbedaan pilihan dengan teman-temannya yg lain, mulailah keluar tanduknya, keluar karakter aslinya.. 😀 ... saling mengedepankan jagoannya masing-masing. Pokoknya kubu sebelah mah jelek baggeeddhhh aja.. 😂 ..
Bahkan bisa sampai terputus silaturahmi.

Seperti itulah kalau ilmu hanya sekedar IQ dan tidak menyentuh EQ serta SQ. Ilmu hanya sekedar pengetahuan lahir konsumsi otak atau pikiran saja, tetapi tidak menyentuh perbaikan jiwa dan spiritual (batiniyah). Ilmu hanya sekedar filsafat tetapi tidak memasuki filosofi, dan hal seperti ini bukanlah Tasawuf.

"Hakikat ilmu pengetahuan dengan kebaikan adalah menetap di dalamnya dan hakikat ilmu pengetahuan dengan keburukan adalah keluar darinya." (Imam Syadzili ra)

"Jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah SWT membenarkanmu." (Imam Syadzili ra)

Semoga..
#ombad #tasawuf

ART OF THINKING

BIJAK dalam hal ilmu (dan juga dalam kehidupan) itu seperti menyetel senar gitar. Terlalu kencang, bisa menyebabkan senarnya putus, dan terlalu kendor juga menyebabkan senarnya tidak berbunyi sebagaimana mestinya.

Apalagi ketika berhadapan dengan pengguna medsos yg majemuk. Membicarakan terigu pun bisa dianggap tapioka, atau tepung beras, bahkan ditafsirkan bubuk kapur, gara-gara anggapannya karena sama-sama berwarna putih.. 😀

Bukankah imam Syafi'i ra. pun demikian ketika berhadapan dengan sekelompok penduduk di sebuah daerah di Mesir. Beliau sesuaikan materi ilmunya setelah ia pahami dulu kondisi pemikiran dari sebagian besar penduduknya. Dan Beliau pun berkata, "Aku turun, turun, turun dan turun lagi..."

Karena bijak dalam ilmu itu ukurannya bukan tinggi, tetapi fungsional, lalu selanjutnya bisa menyatukan antara Kebutuhan, Pengamalan dan Pemahaman. Dengan bahasa lain, bisa menyederhanakannya sehingga mudah dicerna dan diaplikasikan. 
  
"Lidah orang yang berakal berada di belakang hatinya, sedangkan hati orang bodoh berada di belakang lidahnya." ('Ali bin Abi Thalib kw.)

Artinya, Kebodohan yg dimaksud berhubungan dengan kemampuan mengontrol diri, lahir maupun batin. Hal ini berhubungan dengan aspek Kesadaran dalam mengenal diri sendiri sehingga bisa mengendalikannya. Kondisi inilah yg bisa membawa manusia dari dunia gelap ke dunia terang, dari peradaban Jahiliyah ke peradaban Insaniyyah (humanity), dari saling menyakiti dan merendahkan ke saling menghargai dan empati.
 
Jadi belajarlah memposisikan sesuatu pada tempatnya, maka niscaya hidup itu akan terasa indah. Dan seperti itulah "art" atau seni, khususnya "Art of Thinking".

"Semesta telah memberikan kita dua telinga, dua mata, tetapi dengan satu lidah. Artinya kita harus lebih banyak mendengar dan melihat daripada berbicara." (Socrates)


Semoga...
#ombad 26 #ramadhan 1440 H.

30 May 2019

PUASA, BELAJAR DAMAIKAN DIRI

DIRI itu terdiri dari tiga tubuh ; Fisik, Jiwa dan Spirit (ruh). Damai itu adalah adanya keselarasan ketiga tubuh ini secara terintegrasi, tidak saling bertengkar dan saling melemahkan. Secara fitrah, otoritas tertinggi dari semua aspek tubuh ini adalah tubuh ruhnya, karena ruh lah yg terus-menerus terhubung dengan cahaya Tuhannya.

Berdamai dengan diri --baik tubuh Fisik, Jiwa maupun Spirit-- ini berarti terciptanya harmonisasi antar ketiga tubuhnya. Harmonisasi ini terjadi karena adanya "inner communication" yang kontinu dalam siklus : rahmat - hidayah - taufik - inayah.

Puasa itu "menahan", bukan sekedar menahan lapar saja. Manusia akan bisa berdamai dengan dirinya jika bisa "menahan" keinginannya, tidak saja dalam urusan perut tetapi juga jiwa dan hatinya. Inilah pengendalian diri secara holistik.

"Setan dibelenggu ketika bulan puasa" tentu bukan sekedar harfiah tetapi berhubungan dengan upaya pengendalian diri seperti ungkapan Hadist "Sesungguhnya setan itu menyusup dalam aliran darah manusia, karena itu persempitlah jalan masuknya dengan lapar/puasa". Itulah setan-setan dalam darah (baca : jiwa) yang masih dipengaruhi hawa nafsu.

Jadi, Mujahadah untuk mencapai Musyahadah akan sulit jika hanya berpuasa menahan lapar tubuh fisik saja.

Rasulullah SAW bersabda,

Al-Mujahidu man jahadi nafsahu fi ta’at Allah ‘azza wa jalla.

Pejuang (mujahid) adalah orang yang memperjuangkan nafs-nya dalam mentaati Allah azza wa jalla.” (HR. Tirmidhi, Tabrani, Hakim, dll)

Tubuh Jiwa (nafs) yang menjadi "kulit" dari Tubuh Ruh ini akan menjadi hijab/penghalang "perdamaian" dari keseluruhan tubuh jika Tubuh Jiwanya masih berjaket "amarah", berbaju "lawwamah" dan berkaos dalam "mulhimah". Jika ketiga pakaian tubuh jiwa tersebut belum bertransformasi menjadi "muthmainnah", lalu "radhiyyah", "mardhiyyah" dan "kamilah", maka akan sulit berdamai dalam diri sendiri.

Pancaran cahaya ruh akan terdistorsi bahkan terhalangi jika Hawa Nafsu rendah dalam Tubuh Jiwa masih menutupinya. Ruh yang selalu terhubung dengan cahaya "kedamaian Darussalaam" ini pun akan kesulitan untuk menjadi penerang ke semua aspek tubuh.
 
Lewat Mujahadah menuju Musyahadah ini kita akan mengetahui bahwa terbukanya lapisan pakaian tubuh jiwanya secara bertahap ini akan seiring dengan terbukanya Dada, Qalb, Fuad, Syaghaf, Lubb dan Sirr.

Dan akhirnya terbukalah Fitrah dirinya yang "damai" seperti halnya "kedamaian Darussalaam" yang menjadi visi/tujuan dari fitrahnya. Seperti itulah "barangsiapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya".

 
Semoga..
#ombad 25 #ramadhan 1440 H.
#tasawuf #damai

**

Hadist Qudsi :

ﺒﻨﻴﺖ ﻓﻰ ﺟﻮﻒ ﺍﺒﻦ ﺃﺪﻢ ﻗﺼﺭﺍ ﻭﻓﻰ ﺍﻟﻗﺼﺭ ﺼﺪﺭﺍ ﻭﻓﻰ ﺍﻟﺼﺪﺭ ﻗﻟﺒﺎ ﻭﻓﻰ ﺍﻟﻗﻟﺐ ﻓﺅﺍﺪﺍ ﻭﻓﻰ ﺍﻟﻓﺅﺍﺪ ﺷﻐﺎﻓﺎ ﻭﻓﻰ ﺍﻟﺷﻐﺎﻑ ﻟﺒﺎ ﻭﻓﻰ ﺍﻟﻟﺐ ﺴﺭﺍ ﻭﻓﻰ ﺍﻟﺴﺭ ﺃﻨﺎ

Aku jadikan pada Anak Adam itu ada Qasrun (istana), di situ ada Shadr (dada), di dalam dada itu ada Qalbu, di dalamnya lagi Fuad, di dalamnya lagi ada Syaghaf, juga di dalamnya ada Lubb, dan di dalamnya ada Sirr, di dalamnya itulah ada Aku."

**

Rahmat adalah Kasih sayang (dari) Allah.

Taufik adalah Restu/ijin (dari) Allah untuk amal-amal baik yg dilakukan.

Hidayah adalah Petunjuk dan Bimbingan (dari) Allah.

Inayah adalah Bantuan dan Pertolongan (dari) Allah.

29 May 2019

DAN SUJUDPUN TERLALU PENDEK

SUJUD merupakan "berkah" yg diberikan Allah kepada hamba-Nya, dimana hamba-Nya diberi kesempatan agar bisa mengikis ego, kesombongan dan keangkuhan. Artinya, hamba Allah yg sering bersujud, seharusnya tidak lagi memelihara sikap Ego (Ananiyyah) dan Ujub (Inniyyah).

Sehebat apapun manusia akan kembali ke tanah dan ketika sudah kembali menyatu dengan tanah, tanahnya sama saja, tidak bisa dibedakan, apakah si tanah itu berasal dari tubuh bangsawan, rakyat, kulit putih, sawo matang ataupun hitam, laki-laki ataupun perempuan, orang kaya ataupun miskin. Semuanya jadi sama dan kembali menjadi satu (baca: tanah).

Dalam kehidupan lahiriah pun ada kesamaan yaitu munculnya cahaya bekas sujudnya (atsar as-Sujud), apakah itu dalam wajah ataupun penampilan, baik penampilan fisik, psikologis maupun spiritualnya.

Dalam konteks tasawuf, ini bisa dimaknai "Kita berasal dari-Nya dan kepada-Nya kita kembali." (QS. 2:156), ketika awalnya berbeda-beda, tapi di akhir perjalanannya bisa menjadi satu, dan menyatu dengan Yang Mahasatu.

Apakah sujud kita sudah bisa menyentuh nilai hakikatnya bahwa :

- Sujud itu bentuk pengakuan kerendahan diri dan pada saat yg sama mengakui Kemahatinggian Sang Pencipta.

- Sujud itu untuk mendahulukan hati dibandingkan pikiran, sehingga pikiran kita selalu dituntun oleh nurani seperti halnya posisi kepala yg lebih rendah daripada dada ketika bersujud.

- Sujud itu bentuk pengintegrasian segala upaya untuk mencapai kesempurnaan penghambaan di hadapan Sang Pencipta seperti halnya posisi sujud yg ditopang oleh tujuh anggota badan.

- Sujud itu bentuk "Penyerahan" seorang hamba sambil selalu mengingat-Nya dan tidak ada penyerahan jika masih ada hijab Ananiyyah dan Inniyyah. "Kepada-Mu lah aku mengabdi dan kepada-Mu lah aku meminta pertolongan".

- Sujud itu bentuk pengingat akan Awal dan Akhir manusia, berasal dari tanah dan berakhir dalam tanah, seperti halnya sujud dalam shalat yg jumlahnya 2x lebih banyak dibanding gerakan lainnya. Sampai akhirnya mencapai tujuan "Kita berasal dari-Nya dan kepada-Nya kita kembali".

Itu makanya sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw. ketika ditanya tentang makna Sujud Pertama, Beliau menjawab, "Allahumma innaka minha khalaqtana" (Ya Allah sesungguhnya Engkau menciptakan kami dari tanah). Makna bangkit dari Sujud Pertama adalah "Wa minha akhrajtana" (Dan daripadanya engkau mengeluarkan kami). Makna Sujud Kedua adalah "Wa ilaina tu'iduna" (Dan kepadanya Engkau akan mengembalikan kami). Dan makna bangkit dari Sujud Kedua adalah "Wa minha takhrujna taratan ukra" (Dan daripadanya Engkau akan membangkitkan lagi).

Syeikh Muhyiddin Ibn 'Arabi ra. juga menerangkan dalam kitab Futuhat Makiyyah, bahwa Sujud adalah simbolisasi terhadap asal-usul penciptaan manusia yg berasal dari tanah.

Rasulullah SAW bersabda,

"Hendaklah kamu memperbanyak sujud. Sesungguhnya jika kamu sujud satu kali saja karena Allah, maka Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan kesalahanmu." (HR. Muslim, dari Tsauban Abu Abdullah ra.)

"Saat dimana seorang hamba paling dekat kepada Tuhannya, Allah Azza Wajalla, adalah ketika dia bersujud..” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah ra.)

Semoga...
#ombad 24 #ramadhan 1440 H.
#tasawuf #sujud

28 May 2019

DAJJAL DALAM DIRI 2

(Benar Itu Aku, Salah Itu Kamu)

Ketika berita ditikamnya sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw. dalam keadaan sujud sudah diketahui oleh sebagian penduduk Syam yang hidup dibawah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah, mereka berseru keheranan :
"Apakah 'Ali bin Abi Thalib itu shalat..?!"

Fenomena seperti ini akan terulang oleh sebagian Muslim dan penyebabnya bisa bermacam-macam, diantaranya :

- Narasi kebencian dan hoax menyebabkan kemudahan dalam berprasangka buruk.
- Merasa mudah mengukur tingkat keimanan dan ketaqwaan orang lain padahal itu semua rahasia Allah.
- Merasa benar dengan dirinya sampai akhirnya merasa sebagai Pemilik Kebenaran sehingga akan dianggap Kekufuran atau Kesesatan jika berbeda kubu/kelompok dengan dirinya.

Walaupun niatnya menyampaikan ilmu tetapi jika yg disampaikannya itu ternyata jadi "tamparan" dan "penolakan" bagi suatu kelompok maka akan dianggap musuh oleh kelompok tersebut, meski kelompok tersebut memang salah jika menurut aturan agama.

"Ketika orang berilmu diam atas suatu kebatilan, pelaku kebatilan akan menyangka mereka berada dalam Kebenaran." ('Ali bin Abi Thalib kw.)

Hal ini mirip kejadian terhadap Imam Syafi'i ra. yg mengalami pemukulan dan pengeroyokan --padahal sudah sepuh-- sampai akhirnya wafat karena luka-lukanya.

Kebencian yg begitu tinggi kepada Syiah menyebabkan mereka mempersekusi Imam Syafi'i karena Beliau mengeluarkan Qoul Jadid dalam pemikiran-pemikirannya. Qoul Jadid ini membuat sebagian orang menjadi buruk sangka, bahkan muridnya sendiri yaitu Imam Hambali beranggapan bahwa gurunya sudah dipengaruhi oleh pemikiran madzhab Syiah.

Akhirnya Imam Syafi'i dianggap mendukung Syiah terutama oleh seorang Fuqoha Fanatik yg bernama Fityan, yg sangat marah, meski dibalik itu semua pemicunya karena Fityan masih sakit hati dan dendam setelah kalah debat sebelumnya.

Fityan ini teman seperguruan Imam Syafii, sama-sama murid Imam Malik, akan tetapi wataknya suka mengungkit-ngungkit masalah Khilafiyah, seperti masalah Qunut dan tidak Qunut dalam shalat subuh, masalah Bid’ah dalam agama dan pembagiannya, dsb.

Seperti itulah gambaran betapa berbahayanya pembentukan opini dan pemutar-balikkan fakta dengan hoax, akibat dari kebencian. Dan akhirnya sampai tega menghilangkan nyawa seorang Imam Mujtahid seperti Imam Syafi'i, ataupun seorang Sahabat yg jadi rujukan ilmu, dimuliakan penduduk langit, serta sudah dijamin surga seperti Ali bin Abi Thalib kw.

Betapa "Dajjal" telah membutakan mata, pikiran dan hati, mengiming-imingi dengan surga padahal sebenarnya neraka, menakut-nakuti dengan neraka padahal sebenarnya surga. Dan ujungnya, sesuatu yang Haq akan dituduh Batil sementara yang Batil akan dianggap Haq. Seperti halnya para teroris yang bersikeras dengan keyakinan ghirah dan jihadnya.

Dajjal dalam dirinya yg mengatakan "benar itu aku, salah itu kamu". Dan "Dajjal dalam diri" ini hanya bisa dilepaskan jika sudah mengalami "kiamat dalam diri" seperti yg tersirat dalam Surah Al-Kahfi.


Semoga..
#ombad 23 #ramadhan 1440 H.
#dajjal #alibinabithalib #imamsyafii

27 May 2019

MUKMIN ITU BIKIN AMAN

Narasi yg biasa dipakai para teroris di Timteng adalah narasi menyalahkan aparat hukum, sehingga sebagian rakyat pun ikut-ikut tidak mempercayai mereka. Dan ini merupakan titik awal untuk memudahkan tujuan chaos, yaitu ketidak-percayaan kepada aparat hukumnya.

Ketika sudah tidak percaya maka akan mudah diarahkan untuk membenci aparat hukum, lalu dikembangkan untuk membenci Pemerintah juga. Pola gebyah uyah seringkali dipakai lalu diramu dengan ayat-ayat biar terlihat agamis, kadang juga dibantu pakaian dan teriakan takbir.

Jika menganalisa Hadist di bawah ini maka akan ketemu siapa sebetulnya yg tidak benar dalam menerapkan agamanya.

Rasulullah SAW telah bersabda,

و المؤمن من أمنة الناس على دمائهم و أموالهم

Seorang MUKMIN --yang sempurna-- yaitu seseorang yang manusia MERASA AMAN Darah dan Harta mereka dari gangguannya.” (HR. Tirmidzi & An-Nasa’i)

Keyword : Mukmin - Iman - Aamana (aman).

Pertanyaannya,
Kriteria Mukmin sejati itu dipenuhi oleh siapa :

- Apakah Perusuh yang merasa sedang berjihad tapi membuat kerusuhan, chaos, membuat rakyat merasa khawatir, ketakutan dan tidak aman ?

- Ataukah Aparat hukum (TNI & Polri) yang walaupun mereka ini tidak mengaku sedang berjihad, tapi berusaha menjaga keamanan supaya warga sekitar selamat, merasa aman, tidak takut dan khawatir ?

Coba bayangkan keluarga para aparat hukum yg selalu berdoa, ngaji demi keselamatan suaminya. Jadi siapa sebetulnya yang lebih pantas menyandang predikat Mukmin. Coba renungkan, bagaimana anak, istri dan keluarga para aparat ini di rumah, mereka berusaha khusyuk, berdoa dan ngaji buat keselamatan suaminya, keselamatan ayah dari anak-anaknya. Mereka berdoa diantara Kekhawatiran (khauf) dan Harapan (roja') kepada Tuhannya agar melindungi sang tulang punggung keluarga dalam tugasnya serta bisa pulang ke rumah dalam kondisi selamat.

Para anak istri aparat hukum ini berusaha mendekati Allah SWT dengan disertai kecintaan, bukan seperti orang-orang yg merasa sedang berjihad tetapi teriakan takbirnya dalam kemarahan dan kebencian.

Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: 'Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)

Jadi siapa yg lebih pantas disebut Mukmin dan Mujahid ? Silakan pakai akalnya.
Ingat, Ajaran Islam itu tidak buruk meski sebagian pemeluknya membuat image yang buruk.

Semoga..
#ombad 22 #ramadhan 1440 H.

26 May 2019

LAILATUL QADAR ITU PROSES

Semua Muslim pasti berkeinginan dan merindukan Lailatur Qadar, yg nilainya sama dengan "1000 bulan", meski kata "seribu" (alfi) dalam bahasa Arab (dulu) itu maknanya bukan sekedar jumlah 1000, tapi juga "hitungan tertinggi", bisa juta, milyar bahkan trilyun. Sebutlah Paling Puncak.

Jika mengganggap Lailatul Qadar sekedar "hadiah yang jatuh dari langit" maka nanti banyak orang yang lebih mementingkan hasil (orientasi hasil), hanya akan rajin ibadah saja di malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir Ramadhan, dan melempem lagi di hari-hari biasa.

Dalam beragama, yg harus dipahami oleh seorang hamba adalah istiqamah dalam beribadah. Awalnya ritual lalu selanjutnya menyentuh perbaikan jiwa dan spiritual. Awalnya terasa berat memenuhi Kewajiban lalu akhirnya terasa ringan karena Kebutuhan. Jadi ada suatu "proses" perbaikan ke dalam diri maupun ke lingkungan sekitar, selaras dengan kata "sholeh" yg artinya "memperbaiki". Hari ini lebih baik dari kemarin dan besok lebih baik dari hari ini.

Jika dianalogikan, Lailatul Qadar itu seperti putaran terakhir dalam pertandingan (misal) lari. Pertandingan yg dimulai sejak awal tahun (bulan Muharram), kemudian makin menguatkan niat pada Nisfu Sya'ban, semakin semangat dan fokus di Ramadhan, sampai memasuki putaran terakhir di akhir Ramadhan. Sampai akhirnya sukses memasuki garis finish menjadi juara, diberi selamat oleh para malaikat serta ruh-ruh orang sholeh, dan bisa naik podium diberi medali "kelahiran kembali", bertemu dengan "fitrah diri".

Jadi Lailatul Qadar itu adalah "suatu rangkaian dalam proses transformasi kesadaran" dan bukan sekedar "hadiah yg jatuh dari langit" ataupun "fenomena alam" yg tinggal ditunggu pada malam tertentu, sementara malam-malam lainnya tidak melakukan proses apa-apa. 

Jadi jika "maqam" Lailatul Qadar itu berada di tingkat 100, maka akan sulit dicapai jika "modal awal" nya hanya di tingkat 20, karena Lailatul Qadar itu seperti "finalisasi" suatu rangkaian proses tahunan atau lebih. Ada rangkaian Sunatullahnya dan bukan merupakan sesuatu yg instan, karena Allah itu Maha Adil.

Allah Maha Adil dan Maha Mematuhi aturan yang dibuat-Nya (sunatullah). Hamba-Nya yang berproses akan lebih dicintai daripada yang tidak. Proses dari -2 ke 6 itu lebih baik daripada 6 ke 8, itu makanya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan berinstrospeksi, serendah apapun awalnya.

Sekali lagi, Lailatul Qadar itu merupakan bentuk dari keseluruhan proses Qurbah (pendekatan kepada Allah), dan bukan hanya sekedar hasil yang mudah didapat dan diraih dalam waktu semalam.

Dan itulah kenapa Rasulullah SAW tak pernah membocorkan kapan Lailatul Qadar terjadi.

Semoga...
#ombad 21 #ramadhan 1440 H.