10 January 2019

SATU PANDANGAN BISA MENIPU

Menghindari debat dalam agama itu mudah, apalagi kalau urusannya bukan substansi. Dulu sy belajarnya dari anak ketika ia sedang kelas 2 SD.  

"Pak, berapa 3 - 5 ?" Tanya anak.

Sy jawab dengan sigap, "3 - 5 = -2 .." (pinter kan bapaknya... :D ) 

Besoknya, si anak marah ke bapaknya, 

"Ahh... si Bapak mah bodo... masa 3-5 = -2..? Kata ibu guru jg 'tidak bisa' (tidak ada jawaban)." 

Sy pun garuk-garuk kepala... @#£@&%.. antara lucu dan sedikit ngenes, saat yg setengah jenius disebut bodoh oleh anak kecil.. hiks. 

 

Begitupun dengan pengamal thariqah yg sering dikecam karena dzikirnya sambil goyang-goyang.. 

"Om.. kenapa dzikirnya goyang-goyang kayak gitu..?"

Ya harus bisa jawab sambil senyum, seperti ini : 

"Nyeduh kopi juga kalo gak diaduk mah kurang enak..." :D 


Jadi aja inget perkataan Imam Syafi'i ra.. :

"Menganggap benar dengan hanya satu pandangan merupakan suatu bentuk ketertipuan..."

 

Silakan temukan juga makna yg tersirat (tinjauannya bukan hal fisik) dari Hadist ini,

Rasulullah SAW bersabda, 

“Sesungguhnya Dajjal adalah seorang laki-laki yang pendek, pincang, keriting, matanya buta sebelah, tidak timbul tidak pula berlubang-lubang. Kalau ia membuat kalian ragu-ragu, ketahuilah bahwa Rabb kalian tidak buta.” (HR. Abu Daud) 

 

Btw, terkait politik, dari sini kita bisa tau kenapa banyak yg mempercayai hoax.. karena tidak mau "meluaskan" pandangan.. di dadanya.

 

Semoga..
#ombad #tasawuf

06 January 2019

TASAWUF DALAM SECANGKIR KOPI

Sesendok bubuk kopi mengisahkan cerita panjang tentang kerja keras, disiplin, telaten, totalitas, perhatian, cinta, dan... kehidupan. Dan begitupun gula.

Banyak hal yg manis dalam perjalanan kopi, dan mungkin banyak hal yg pahit dalam perjalanan gula. Ada rasa manis dalam pahitnya kopi, dan ada rasa pahit dalam manisnya gula.

Satu hal yg pasti, sang kopi mengurangi egonya ketika menyatu dalam panasnya air dan rela dipanggil "air kopi", bukan "kopi air". Malah setelah egonya bisa lebur, dengan sendirinya eksistensi sang kopi pun makin membesar dan meluas lewat rasa dan harumnya yg khas.

Walaupun pengorbanan sang kopi tidak sehebat sang gula yg semua wujudnya hilang berubah menjadi rasa manis, dan namanya pun ikut lenyap dalam "air kopi", seakan sang kopi memberitahu pengorbanan pasangannya yg bisa menyatukan sisi manisnya dalam kepahitan dan hitam dirinya.  Memang ia dan pasangannya hancur, tapi melebur dan tidak hilang. Seperti lenyap dan kalah, tapi sebetulnya eksis dan menang.

Akhirnya para penikmat pun paham bahwa Kopi dan Gula tidak saling menghilangkan, malah menggenapkan rasa. Sisi pahitnya kopi dan manisnya gula saling menyatu dan keduanya terasa. Itulah kesempurnaan karena saling melengkapi dan bukan saling melenyapkan.

Seperti itulah hidup dan kehidupan, selalu hidup dan menghidupkan dalam dualitas sisi yg saling berlawanan, seperti gula dan kopi,  manis dan pahit, serta putih dan hitam.

Dan bukankah "...diciptakan berbangsa-bangsa itu supaya lita'arafu (saling kenal-mengenal).." ? Tentunya bukan sekedar saling kenal-mengenal, tetapi harus bisa saling memahami dan bersikap arif (bijak), seperti halnya asal kata dari "lita'arafu" yaitu 'arif, makrifat.

Jadi, bijaklah karena ada putih di dalam hitam dan ada hitam di dalam putih.
Dan hati-hatilah karena dalam benar pun suka ada salah.


Semoga...
#ombad #tasawuf