02 March 2018

APAPUN BISA TERLIHAT BURUK

Segala sesuatu yg masih bisa ditangkap akal itu selalu punya dua sisi (dualitas), baik dan buruk. Bisa dianggap baik atau dianggap buruk, dianggap positif atau negatif. Sampai-sampai anggapan kepada Tuhan pun bisa ada dua, dianggap baik atau dianggap buruk, apalagi kepada makhluk-Nya. Itulah "hebatnya" pikiran manusia.

Kenapa semua ayat menyuruh untuk melakukan kebaikan dan mencegah keburukan..?

Kalau direnungkan secara mendalam, hal tersebut untuk "melatih" dan "membiasakan" hal/tindakan yg baik, yg ujungnya membuat pikiran baik, mindset baik, perasaan/nafs baik, dan Hati pun baik. Semua diarahkan ke kebaikan dan hasilnya bisa prasangka baik. Begitupun dengan selalu berusaha mencegah buruknya tindakan, pikiran, mindset, perasaan dan hati. Semuanya diarahkan untuk mencegah munculnya keburukan sehingga ada upaya untuk tidak memunculkan prasangka buruk. Tentu dengan bonus pahala/surga dan ancaman dosa/neraka, biar cemugudhh.. :D

Secara tersirat, hal seperti itu difirmankan Allah SWT dalam Hadis Qudsi:

"Aku (tergantung) pada prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Jika dia ingat kepada-Ku dalam dirinya, maka Aku ingat kepadanya dalam diri-Ku. Jika dia ingat kepada-Ku dalam kerumunan orang ramai, maka aku ingat kepadanya dalam kerumunan yg lebih baik daripada mereka. Jika dia mendekat kepada-Ku satu jengkal, maka Aku mendekat kepadanya satu lengan. Jika dia mendekat kepada-Ku satu lengan, maka Aku mendekat padanya satu depa. Jika dia mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku mendekatinya dengan berlari." (HR. Bukhari dan Muslim)

Nah, artinya Prasangka ini merupakan gambaran dari kualitas pikiran, mindset, perasaan/nafs, dan qalbu. Apakah kualitas²nya itu baik atau buruk..? Lebih banyak baiknya atau banyak buruknya..?

Jadi, apakah tindakan seseorang itu gak pernah ada baiknya? Kok yg jelas dilihat itu selalu buruknya..? Jangan² diri kita sebetulnya yg penuh keburukan (dan tanpa disadari). Upil di seberang danau kelihatan, lalu dengan sigap dan penuh semangat menjelekkannya, sedangkan najis di sekujur tubuh tak disadari.

Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal darah, kalau itu baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah bahwa itu adalah Hati/qalbu."

Jadi sekujur tubuh akan "mengeluarkan" buruk, apakah lisannya, pikirannya, mindsetnya, ataupun perasaannya jika sumbernya berkualitas buruk, dan sumber itu adalah Hati/qalbu. Begitupun jika sumbernya baik. Itu makanya disebutkan bahwa "Hati adalah Cermin".

Dan sayup terdengar dari rumah tetangga, lantunan lagu lawas Bimbo:

"Akuu jaauuh, Engkau jaauuh..
Aku dekat, Engkau dekaat..
Hati aadaalaah ceeermiin...
Tempat pahala dan dosa beerpaaduu.."


Semoga...
#ombad #tasawuf

CINTA ITU SEDERHANA

Seorang teman bertanya...

Kang, mungkinkah memperoleh cinta Allah dengan cara yg sederhana?

Apakah manfaatnya cinta Allah dalam kehidupan saat ini dan saat nanti?

Apakah tanda-tanda dari hamba Allah yg telah memperoleh ridha Allah?

Apakah cinta Allah ini absolut atau relatif tergantung pada kualitas cinta dirinya kepada Allah.

**

- Mungkinkah memperoleh cinta Allah dengan cara yg sederhana..?

Allah itu Maha Adil, artinya setiap hamba-Nya punya peluang yg sama untuk memperoleh limpahan cinta-Nya. Cara memperolehnya sesuai "kondisi" hamba-Nya. Ukurannya adalah kualitas Qalbu yg telah mencapai "al-Lubb" dan kualitas qalbu ini tidak bisa diukur lewat lisannya ataupun pikirannya. Lubb adalah hati yg sudah mampu memilih kebaikan dan meninggalkan keburukan, dan telah terisi dengan kesadaran bahwa kebaikan yg dilakukannya sebagai bentuk kecintaan kepada Allah SWT.

Kualitas batin ini ukurannya bukan banyak kitab yg dikuasai, tetapi "kedekatan" qalbunya dengan Tuhannya.

Cara pun ya bisa sederhana. Misal, belum tentu yg naik haji dan umrah berkali-kali mendapat predikat mabrur, malah yg shalat subuh berjamaah, lalu duduk berdzikir memuji Allah hingga terbit matahari, kemudian shalat dua rakaat, yg mendapatkan pahala haji dan umrah. Begitupun dengan orang yg pergi ke mesjid dengan niat belajar agama atau mengajarkannya.


- Apakah manfaatnya cinta Allah dalam kehidupan saat ini dan saat nanti..?

Manfaat di dunia, agar bisa merefleksikan rasa cinta-Nya buat sesama makhluk, dan bisa mengupayakan yg lainpun agar bisa merasakan cinta-Nya. Itu makanya nikah itu wajib.. 😍

Manfaat di Akhirat, ya berhubungan dengan "kualitas" surga. Ma'wa, Naim, Firdaus atau Iliyyin.


- Apakah tanda-tanda dari hamba Allah yg telah memperoleh ridha Allah..?

Tanda-tanda secara fisik, sulit dilihat. Karena ini hubungan pribadi antara dirinya dengan Tuhannya, dan itu adalah Rahasia Allah.

Kalau tanda-tanda secara nonfisik (ruh), ya pasti ada.

- Apakah cinta Allah ini absolut, atau relatif tergantung pada kualitas cinta dirinya kepada Allah.

Ya. Dalam Hadist Qudsi kan disebutkan, 

"Aku (tergantung) pada prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Jika dia ingat kepada-Ku dalam dirinya, maka Aku ingat kepadanya dalam diri-Ku...".

Artinya cinta Allah ini absolut, tetapi akan "terasa" relatif oleh makhluk-Nya karena tergantung kualitas hati untuk "menampungnya", tergantung kualitas cinta dirinya kepada Tuhannya. Allah akan membalas limpahan cinta-Nya berkali lipat dari kecintaan hamba-Nya.

Dan "komunikasi" timbal balik ini akan berimplikasi pada peningkatan kualitas iman dan taqwa hamba-Nya.

Ada masukan..?


Semoga....
#ombad #tasawuf

PETIR DALAM TASAWUF

PETIR DALAM TASAWUF
(Manusia Sebagai Khalifah)

Petir terjadi karena ada perbedaan potensial, perbedaan muatan yg besar antara awan dan bumi, sehingga terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya agar terjadi kesetimbangan.

Begitupun jika ditinjau secara mikrokosmik, dalam diri manusia pun ada proses terjadinya "petir", sebagai konsekuensi dari filosofi yg dikemukakan oleh Ibn Arabi ra, yaitu :

"Manusia sebagai alam mikrokosmik merupakan cerminan dari alam (semesta) yang makrokosmik."

Ketika "muatan" pada manusia (bumi) sudah terlalu berbeda atau malah berlawanan dengan "muatan" yg dikehendaki Tuhan (langit), maka akan ada suatu proses dalam diri manusia untuk melakukan penyeimbangan.

Proses penyeimbangan ini bisa berupa "kilatan-kilatan" tertentu secara spiritual (enlightenment, evolusi maupun revolusi kesadaran) yg terus-menerus. "Kilatan" ini yg nantinya akan membuka sekat-sekat hati, membuka pemikiran dan "open heart".

Dan dalam suatu proses kesetimbangan, jika "bukaan-bukaan" ini dianggap sebagai suatu input, maka akan ada output yg "dikeluarkan" dari dalam diri. "Output" yg dimaksud adalah hal-hal negatif dari dalam diri, yaitu nafsu-nafsu yg erat hubungannya  dengan hijab-hijab hati. Jadi bisa dikatakan bahwa saat terjadi proses "enlightenment" maka dengan sendirinya terjadi juga proses pembuangan hal-hal negatif dalam diri (tadzkiyah nafs) ataupun pelepasan hijab-hijab hati. Dan ini korelasinya dengan "Taubat".

Tuhan sendiri sudah menetapkan "alat-alat" untuk membantu proses kesetimbangan ini, apakah melalui tatacara ibadah vertikal maupun horizontal.

Ketika individu tersebut berhasil melakukan penyeimbangan "muatan" nya, maka "Hujan Rahmat" pun akan turun dalam bentuk Hidayah, Taufik dan Inayah. Dan "Hujan Rahmat" ini akan menyebabkan "kesuburan tanah" diri manusia, sehingga akan menghasilkan "panen manfaat" bagi dirinya. Tentunya kondisi "kesuburan tanah" tidak lupa dipupuk dan dirawat dengan "talqin dan dzikir" yg khusus agar hasilnya semakin bagus.

Lalu hasil dari "panen manfaat" ini akan berkembang dan siap untuk dibagikan kepada orang lain, sehingga sang diri pun menjadi "lebih bermanfaat". Dan semua ini akan kembali lagi kepada dirinya, baik di dunia maupun nanti di akhirat.


إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ


Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (QS. Al-Isra: 7)

Dan puncaknya adalah diri kita ini menjadi makhluk yg "paling memberi manfaat" buat sesamanya, menjadi "saluran rahmat" bagi semua, seperti halnya Air yg sangat bermanfaat bagi kehidupan.

Rasulullah SAW bersabda :


خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
 

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad)

Secara tersirat, hal ini menjadi tanda bahwa hanya manusia saja yg bisa menjadi Khalifah Alam Semesta, karena hanya manusia lah yg menjadi "penghubung" dan juga "menghubungkan" antara "bumi" dan "langit". Dan hanya manusia saja yg bisa menjaga keseimbangan dalam dirinya, baik secara mikrokosmik, ataupun secara makrokosmik sebagai cerminannya.


Semoga...
#ombad #tasawuf

01 March 2018

GHIRAH TANPA ILMU

Apa yg menyebabkan seseorang bisa menganggap para pembuat hoax, fitnah dan kebohongan itu sebagai Pejuang Agama..? Karena GHIRAH TANPA ILMU.

Satu sisi sy merasa lucu, dan di sisi lain merasa ngenes.. Sy tidak terlalu mempersoalkan para pembuat hoax nya, karena Setan Iblis mah seumur-umur juga akan ada dan tersedia, meski berbentuk manusia.

Yang jadi perhatian sy adalah masalah Ghirah dari orang-orang yg merasa punya "ghirah" Islam tersebut. Banyak yg ikut-ikutan dengan alasan "ghirah" demi agamanya. Padahal yg kayak gitu mah bukan Ghirah tetapi "Nafsu berjubah Ghirah". Kenapa..?

Karena Nafsu identik dengan hal-hal kotor, sulit untuk disaring kebersihannya dan "kesucian" nya, serta bisa mengakibatkan makin berkembang hal-hal buruk, seperti : kebencian, permusuhan, pertengkaran, kekacauan, dsb.

Sedangkan Ghirah identik dengan hal-hal suci dan berkah sehingga semakin menumbuh-kembangkan ilmu, pemahaman dan keyakinan seseorang dalam agamanya.

Dan ilmu itu berbanding terbalik dengan ego (emosi), dimana semakin berilmu seseorang maka semakin mudah orang tersebut menahan/mengontrol ego/emosinya. Semakin tidak mudah marah, apalagi sampai teriak-teriak "bunuh" meski sambil bertakbir. Jadi wajar saja jika semakin membuat stigma bahwa Islam itu beringas dan garang, bukan lembut dan kasih sayang.

Ghirah yg merupakan "semangat cinta agama" pun bisa berubah jadi "ghirah" yg obsesif kompulsif penuh nafsu kemarahan dan kebencian, dan akhirnya bisa merusak diri sendiri serta tatanan umum, bahkan meluluh-lantakkan suatu negara dan bangsa.

Dan bukan termasuk kategori Ghirah jika menimbulkan kerusakan dan kekejian.


Ketika qalbu bertindak sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi, maka ia menjadi dekat kepada Rabb-nya. Dan, ketika ia telah dekat, maka ia akan memperoleh pengetahuan. Kini qalbu dapat membedakan mana yg benar-benar menjadi milik-Nya dan apa yg dituntut darinya; apa yg menjadi milik Allah dan apa yg menjadi milik selain-Nya; apa yg termasuk Kebenaran (haqq) dan apa yg termasuk Kebatilan. Sebab, seorang Mukmin dianugerahi cahaya yg dengannya dia bisa melihat, demikian pula halnya dengan sang Pejuang Kebenaran yg dekat dengan Allah, ash-Shiddîq al-Muqarrab. Orang Mukmin memiliki cahaya yang dengannya dia bisa melihat, dan itulah sebabnya Nabi SAW memperingatkan kita agar berhati-hati terhadap firasat orang Mukmin." (Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, kitab Jala Al-Khatir)

Mudah-mudahan bisa "menggali" esensi yg tersembunyi dalam ayat ini :

"Hai orang-orang yg beriman, janganlah kamu Shalat, sedang kamu dalam Keadaan Mabuk, sehingga kamu mengerti apa yg kamu ucapkan." (QS. An-Nisa: 43)


"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yg banyak bersumpah lagi hina, yg banyak mencela, yg kian kemari menghambur fitnah..." (QS. Al-Qalam: 10-11)


Semoga...
#ombad #tasawuf

PENDUSTA AGAMA...?

Sebagai seorang Muslim, kadang sy malu jika melihat sebagian Muslim yg menjadikan agamanya menjadi alat meraih keuntungan pribadi dengan perbuatan hina yg tidak memperdulikan akhlaq, padahal sudah jelas aturan agamanya sendiri melarang.

"... dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa.." (QS. Al-Baqarah: 41)

Disebut "rendah" karena hanya dipakai untuk kepentingan duniawi dirinya dalam rangka memenuhi nafsu serakahnya sendiri. Kenapa dianggap "rendah"..? Karena mengikuti hawa nafsu yg rendah, serta perbandingan waktunya hidup di dunia pun sangat sedikit dibanding dengan waktu nanti di akhirat.

Lihatlah, beberapa politisi Muslim yg begitu bangga dengan embel-embel keagamaannya tetapi di belakangnya malah mereka menggunakan bahasa-bahasa agama yg terkait dengan istilah-istilah pengajian al-Quran sebagai bentuk kode untuk menutupi nafsu setan serakah mereka, menggarong duit negara. Sangat disayangkan.

Seharusnya mereka-mereka ini disebut PENISTA AGAMA yg sesungguhnya, atau bahkan lebih parah dari itu, apakah layak disebut sebagai PENDUSTA AGAMA...? Wallahu a'lam..

Sementara di sisi lain, aib-aib pun mulai "terbuka". Mungkin Tuhan sedang memberikan pelajaran kepada kita semua, baik kepada si pelaku agar jangan merasa paling benar, paling beriman dan sok suci, begitupun pelajaran kepada umat agar lebih selektif dalam "memilih" siapa yg mau diikutinya.

Memang serba salah, karena untuk bisa "memilih" seseorang untuk "diikuti" dan menjadi acuan dalam ilmu agama pun butuh pertimbangan, dan pertimbangannya pun akan kembali atas dasar pemahaman ilmu agama (akhlaq) lagi.

Kita tidak bisa berpuas diri dan mengambil satu sisi aja, mengambil satu ayat rujukan tapi ayat lain yg melengkapi ayat yg diambil malah luput dari perhatian. Semisal, mengambil ayat-ayat tentang Ghirah dalam beragama tapi melupakan ayat dakwah bil hikmah. Mengambil ayat-ayat tentang Jihad, tapi melupakan ayat kelembutan hati dan kasih sayang ke sesama manusia. Mengambil ayat tentang ilmu, tapi melupakan ayat-ayat tentang Adab.

Siapa yg mau "menunjukkan" hal-hal seperti ini..? Silahkan pilih ulamanya pakai kebeningan hati.

"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain itu juga yang terkenal kejahatannya." (QS. Al-Qalam, 68: 10-12)

Dalam hal ini memang ada benarnya, ilmu itu butuh Sanad karena bisa menyesatkan pemikiran. Disebut "menyesatkan" itu karena bisa membuat "pengkotakan" dalam beragama, sehingga pemahaman agama dan beragama pun menjadi tidak utuh. Dan ketidak-utuhan ini yg rentan ditunggangi hawa nafsu lalu diklaim sebagai Jihad ataupun Ghirah. Analoginya, seperti Dajjal yg bermata sebelah. Jadi, beruntunglah anda yg pernah dididik oleh guru-guru (ulama) yg lemah lembut dan teduh dalam beragama.

Walau begitu, semisal ada kekecewaan karena "salah memilih", ya jangan bersedih. Tetap optimis saja karena biasanya, jika pada suatu saat merasa semua jalan tertutup, itu artinya Tuhan akan menunjukkan dan membukakan suatu jalan rahasia yg tidak diketahui oleh siapapun. Bukankah Keajaiban itu selalu tersimpan dan tersembunyi dalam ketidak-tahuan..?.

Nah, jadi yg Benar, Utuh dan Kaffah itu gimana..? Cari aja ke dalam diri, introspeksi dan lengkapi terus-menerus, jangan dulu berpuas diri lalu petantang petenteng ke luar sambil senggol bacok sana-sini.

"Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh." (Rumi)

Dan masih banyak yg harus kita pelajari di alam semesta ini.

Semoga....
#ombad #tasawuf

MABOK AGAMA

"Hai orang-orang yg beriman, janganlah kamu Shalat, sedang kamu dalam Keadaan Mabuk, sehingga kamu mengerti apa yg kamu ucapkan." (QS. An-Nisa: 43)

Mungkin termasuk MABUK AGAMA.. dimana jiwanya penuh hasrat kepentingan dan hatinya penuh noda ilusi. Ilusi-ilusi ini yang membuat "mabuk" sehingga memunculkan perasaan "merasa paling beriman" yg memabukkan.

Akhirnya Ego dan Eksistensi pun membiaskan makna Ghirah dan Keihlasan. Menjadikan dirinya tidak menyadari dan tidak mengetahui apa yg dilakukan dan apa yg dibaca. Buta.

Akibatnya, ajakannya bisa jadi Permusuhan dan Kerugian, walau dengan alasan "damai" dan "selamat".

Ajakannya pun bisa jadi malah menuduh Munafik dan Kafir, walau dengan alasan "tauhid" dan "iman".

Dan "berlomba-lombalah dalam Kebaikan" pun jadi samar dalam "berlomba-lombalah dalam Teriakan".

Ya, karena tidak mengerti dan belum sadar hikmahnya. Dan mungkin juga hatinya belum "daim" ataupun "wustha". :D

Karena harusnya orang yg sudah "sadar dari mabuk" nya, ketika ia mengerjakan Shalat, maka shalat yg dilakukannya akan berimplikasi ke pembentukan karakter yg berhubungan dengan Kelembutan dan Keteduhan, sebagai akibat dari shalat yg dilakukan dengan penuh Ketundukan dan Kekhusyuan, yg lahir dari pengakuan dalam Penghambaan dan Kehinaan, serta diiringi kesadaran atas Kelemahan dan Keterbatasan diri.


Semoga....
#ombad #tasawuf

AZAS KEADILAN

Seorang teman (CC) menginbox sy...

CC : "OG, sy amati postingan-postingan di FB dari kelompok tertentu, termasuk juga ada yg berpendidikan tinggi/doktor, kok pemikirannya 'dangkal' sekali, kenapa mereka (muslim) selalu merasa dilecehkan, dianiaya, dizolimi..?"

OG : "Karena orientasinya masih Selera dan Ego, bukan objektivitas. Alasannya Ghirah, tapi tidak pada tempatnya. Terus, kalo ada yg selalu merasa dilecehkan, dianiaya atau dizolimi, mungkin ia kelupaan 'merasa tidak salah' padahal tanpa sadar ia sering mendzalimi diri sendiri dan orang lain.

Semua setara dalam aturan syariat, mau non ulama atau Ulama sekalipun kalau melakukan tindakan melawan hukum, ya salah, itu namanya 'mengkriminalisasi dirinya sendiri'.. bahasa agamanya, berbuat dzalim."

CC : "Kenapa mereka merasa diperlakukan tidak adil (perlakuan tebang pilih)..? Kenyataannya, menurut sy dan golongan minoritas lainnya, Islam justru sangat diistimewakan.."

OG : "Itu perasaan 'rendah diri' mereka aja. Merasa diperlakukan tidak adil, tapi di sisi yg lain pun mereka tidak adil kepada yg lain. Efek samping dari merasa sebagai mayoritas tapi banyak yg tertinggal dalam segala bidang kehidupan. Bukankah menyalahkan orang lain lebih mudah daripada ber-introspeksi dan memperbaiki diri..?"

CC : "Apakah Islam harus selalu 'di atas', harus selalu menang, harus selalu memimpin..? Teman-teman Muslim tidak boleh kalah..? Saudara-saudara umat Islam paling berhak tinggal di Indonesia..? Atau yg minoritas harus kalah, harus minggir..?"

OG : "Enggak gitu lah, dalam konteks bernegara, semua punya hak. Hanya kadang masih ada yg "sengaja" mencampur-aduk tidak pada tempatnya, politisasi ayat. Kelemahan di satu sisi (kualitas, manajerial, dsb) seringkali "ditutupi" dengan alasan "unsur agama". Padahal dalam Islam pun ada aturan bahwa segala sesuatu urusan harus diserahkan kepada ahlinya, kecuali ingin kerusakan (kebinasaan).

Yg mesti dipahami, asas Islam itu Keadilan, bukan Dzalim atas dasar 'majority rules'.

Itu makanya Ibn Taimiyah ra. mengatakan:

"Sesungguhnya manusia telah sepakat bahwa akibat (atau efek) sikap Dzalim adalah kebinasaan, dan akibat sikap Adil adalah kemuliaan. Oleh karena itu diriwayatkan bahwa Allah akan menolong negara yg Adil meski ia kafir, dan tidak akan menolong negara yg Dzalim, meski ia Mukmin."

Silahkan, ada masukan lain...?

Semoga....
#ombad #tasawuf

27 February 2018

"SANDARAN" RASA GHIRAH

Ada suatu kaum yg masih belum terima dengan takdir kemarin sehingga banyak yg "tidak suka", "benci", bahkan sampai "benci gila".. Sampai akhirnya segala sesuatu selalu dilihat buruk tidak pernah ada bagusnya, dan kadang "keburukan" tersebut dihubung-hubungkan dengan urusan agama, dengan alasan Ghirah. Pembenaran dan cocokologi.

Kasus terbaru aja dihubungkan dengan Agama. Urusan dagang & ekonomi aja dibawa² ke urusan "ghirah" islam, sampai nyinggung-nyinggung urusan Riba.. emangnya zakat dan shodaqoh..? :D

Kenapa seperti itu..?

Karena kaum ini sedang butuh "sandaran" untuk meningkatkan rasa bangga dan pede, dengan alasan ghirah islam. Gak percaya..?

Lihat aja kemarin ketika ada kerjasama dengan negara-negara yg mayoritas nonmuslim (RRC dan Rusia).. Alasan non "islam" nya selalu dikedepankan, seperti: "antek aseng" dan "antek komunis". Atau kerjasama dengan Iran, ramailah jadi "antek syiah".

Kaum ini pun ramai berpromosi dengan bangga dan penuh bahagia, sampai ada menyebut akan menyumbang trilyunan untuk "melunasi" hutang ke China... emangnya duit bapakmu... :D

Harusnya kan pelajari dulu latar belakangnya. Apakah keliling Asia itu untuk cari duit dengan menjual surat utang (bond)..? Apakah untuk mempromosikan saham perusahaan minyaknya yg akan IPO agar bisa menangani kesulitan cashflow akibat rendahnya harga minyak..? Ataukah mau "banting stir" di migas negara ini agar bisa menyuplai kebutuhan China..? Atau jangan-jangan mereka mau menyelamatkan aset dirinya dan keluarganya..?

Nah, jadi Ghirah pun harus dipahami agar tidak nabrak sini nabrak sana, sehingga banyak yg nyimpan ghirah tidak pada tempatnya.. Kan jadi sungguh menggelikan... :D


Ket..

Ghirah adalah kecemburuan yg berakar dari agama, kecemburuan ini merupakan kecemburuan yg positif. Bisa juga dimaknai sebagai "ketersinggungan" dalam hati seseorang (karena agamanya didurhakai).

Ghirah yg merupakan salah satu amal shalih ini merupakan bentuk dari semangat cinta agama.


Semoga....
#ombad

BERKEMBANG SEIRING RUANG DAN WAKTU

Sewaktu umur anak 5 thn.

"Pak, Gusti Allah itu seperti apa..?"

"Sangat besar."

"Ada di mana..?"

"Di atas, di langit.."

"Jauh ya Pak..?"

"Iya.."

**

Sewaktu umur anak 10 thn.

"Pak, Gusti Allah itu sebesar apa..?"

"Ya lebih besar dari yg bisa kamu bayangkan.."

"Ada di langit..?"

"Iya, di langit, di 'arasy."

"Arasy itu apa..?"

"Tempatnya Allah.."

**

Sewaktu umur anak 15 thn.

"Pak, kalau Allah di atas langit, terus di dunia gak ada Allah donk..?"

"Ya tetap ada.."

"Kenapa..?"

"Kan ada di mana-mana."

"Kok bisa ada di mana-mana..?"

"Karena saking besarnya.."

**

Ketika anak sedang kuliah.

"Pak, sy bisa memahami jika Gusti Allah ada di mana-mana karena memang dimensi alam itu paralel, dan "di atas cahaya" itu kondisi/dimensinya jadi tanpa ruang dan tanpa waktu."

"Iya, memang begitu."

"Kenapa disebut di atas langit..?"

"Bentuk penghormatan."

"Maksudnya..?"

"Supaya kesadaran dan iman kita diolah menjadi lebih tinggi, dan kita tetap menyadari bahwa manusia sebagai hamba-Nya itu selalu lebih rendah."

**

Ketika anak belajar tasawuf.

"Pak, maksudnya apa, Gusti Allah lebih dekat dari urat leher..?"

"Karena Allah berada di hati yg paling dalam dan lebih dekat dari dirimu sendiri, lebih dekat dari yg bisa kamu bayangkan dan rasakan tentang dirimu."

Semoga....
#ombad #tasawuf

26 February 2018

MENELAN MENTAH, HARFIAH

Suatu ketika.. ada yg bertanya (AA) ke sy (CC).

AA : "Belakangan saya agak bingung. Ada temen ngasih alamat blog : http://potrethitamislam.blogspot.co.id/2013/07/teror-dan-pembunuhan-oleh-muhammad.html?m=1
Terlepas siapa penulisnya, tapi apa benar begitu..?"

CC : "Kalo yg sy pelajari, gak seperti itu, Ada aturan-aturan perang Nabi, perlakuan para tawanan, perlakuan ke alam sekitar, anak-anak, wanita, orang tua, dsb. Semua Nabi itu utusan Allah, maka akhlaknya pun mulia, begitupun dalam konteks khalifah alam, pasti mendahulukan Rahmat (kasih sayang). Dalam konteks 'sejarah' tersebut, kita harus bisa memilah, apakah Nabi sebagai: pribadi, suami, Nabi/rasul atau kepala negara. Nah kadang, suka kecampur-campur positioning nya."

AA : "Nah itu dia maksud saya Kang, soalnya sekarang ini seperti yang pernah Akang tulis, Islam di negara kita ini kok jauh dari damai, terutama setelah suatu kelompok makin berkibar. Secara global, hampir semua negara dengan mayoritas muslim penuh dengan kekerasan, kecuali Indonesia, untuk saat ini."

CC : "Iya.. betul sekali.."

AA : "Di mana salahnya..?"

CC : "Menurut sy, masalahnya karena aspek hukum/syariat nya 'ditelan mentah'. Banyak umat kan tahunya 'hasil produk' hukum. Harusnya kan mulai belajar memahami disiplin ilmu islam yg lainnya, dan juga paham budaya Arab waktu itu (abad 6 M)."

AA : "Belakangan para ustadz di mesjid-mesjid mulai juga dengan 'menelan mentah-mentah' itu."

CC : "Ya, dan itu bagian dari 'hukum alam'. Akan selalu ada yg diam dan tidak mau berkembang. Merasa puas dengan yg sudah dipahaminya. Itu yg dimaksud 'seperti buih'. Dan di lain sisi, akan ada yg berusaha terus menggali, menambah ilmu/pemahaman dan selalu berusaha agar kesadarannya berproses. Dari aturan hukum sampai menjadi akhlak/adab, dan dari ilmu sampai menjadi 'Arif. Seperti bentuk segitiga/piramid, makin ke atas makin sedikit karena memang sulit melepaskan ikatan hijab."

AA : "Kelihatannya ada missing link antara sumber dan aplikasinya."

CC : "Iya. Itu di 'ushul fiqh'.. dan penyambungnya di 'tasawuf'. Padahal tasawuf itu sederhana.. kalau kita bisa sayang/baik ke anak, masa gak bisa baik ke orang lain. Hanya masalah pengaplikasiannya aja yg diperluas. Jadi belajar memperbesar suatu rasa di hati yg mirip dengan rasa 'sayang ke anak'." 

AA : "Secara individu, iya Kang, pasti begitu, tapi kan di sisi yg lain saya adalah bagian kolektif tadi."

CC : "Iya, itu makanya ada Hadist,
Rasulullah SAW bersabda:

بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

"Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yg terasingkan itu." (HR. Muslim, dari Abu Hurairah ra.)

Ada masukan..?

Ket..
AA itu temennya Cowok Cakep.

Semoga....
#ombad #tasawuf

LUAS PANGKAL MODERAT

Ada yg bertanya,

Kenapa dalam hal urusan agama, yg tidak bersikap Moderat itu kebanyakan tidak punya latar belakang santri/pesantren...?

Menurut sy,

Bukan masalah latar belakang santri atau pesantrennya, tetapi lebih pemahaman dan upaya untuk memahaminya. Apakah pemahamannya "diarahkan" untuk menyempit atau meluas.

Misalnya dalam tataran Fiqih, apakah keukeuh dalam satu manhaj/aliran saja, atau ia tertarik mempelajari ilmu (sebagai pembanding) dari manhaj lain..? Apakah mau belajar Perbandingan madzhab..? Apakah mau "meluaskan" lagi sampai Perbandingan agama..?

Dan suatu kewajaran, jika masih dalam tataran Fiqih, akan selalu "melihat" hitam putih. Kalau tidak hitam, ya putih. Kalau tidak putih, ya hitam.

Tetapi jika dari awal dibekali kaidah dasar ilmu tata bahasa (nahwu, shorof, dsb), maka akan semakin mudah untuk mengkaji ilmu (baca: mengkaji kekurangan dirinya), sehingga peluang pemahamannya menjadi lebih luas.

Jika dari awal sudah memahami kaidah Ushul Fiqh, maka akan semakin "moderat", karena semakin paham kenapa aturan hukumnya seperti itu, bagaimana aturan hukum tersebut dibuat dan kenapa harus diaktualisasikan. Jadi substansinya bisa dipahami dan bukan sekedar sebagai "pemakai" saja. Tentu akan beda jika sekedar makan soto Bandung saja, dibanding dengan bisa bikin berbagai soto dan paham rasa soto daerah lainnya.

Begitupun, akan semakin "moderat" lagi jika sudah mempelajari Tasawuf, apalagi mengalami fenomena/pengalaman batin. Karena lewat pengalaman-pengalaman batiniah ini, kesadaran diri akan makin diarahkan untuk semakin menggali diri, introspeksi, taubat terus-menerus, sampai akhirnya mengerti, memahami dan merasakan bahwa diri kita memang lemah dan sedemikian kecilnya, sehingga jadi semakin malu jika tidak sesuai dengan "akhlak Allah" yaitu mendahulukan Rahmat-Nya.

Jadi boro-boro mau galak, ketika akan galak pun seperti "si galak" nya mengarah ke diri sendiri, jadi memarahi diri sendiri. Malu kan..?

Dan ada suatu "pengalaman batin" untuk menanamkan "open mind & heart" dan "positive thinking", sehingga selanjutnya selalu berusaha memadukan kedua sifat ini. Dan jika kedua sifat ini sudah terpadu (dan embedded), maka segala sesuatu yg terlihat akan menjadi ilmu untuk "menggali diri". Ada "kebenaran" di manapun.

Dan "perjalanan" selanjutnya lebih banyak berkutat dalam "memperbaiki diri" dan "mengenali diri" sebelum mati.

Dan selalu ada Allah di dalam dan dibalik apapun.


Semoga....
#ombad #tasawuf

25 February 2018

PENCARI MUTIARA

Suatu ketika.

Seorang Penyelam Tua yang pernah menemukan mutiara langka memberitahu penduduk sekitar,

"Ada mutiara yang sangat langka, berada dalam kerang di dasar laut."

Mendengar berita itu, para pendudukpun terpikat hatinya, maka banyaklah orang yang datang ke pinggir laut untuk mendapatkannya.

Seseorang di antaranya bertanya,

"Mana mutiara itu..? Aku tidak melihatnya, padahal orang-orang mengatakan bahwa mutiara itu di laut."

Lalu datanglah seseorang dengan sebuah usul yang brilian,

"Karena kerang itu ada di dasar laut, maka kita harus menimba laut agar kering, sehingga mutiara-mutiara tersebut dengan mudah dapat kita temukan."

Tapi Penyelam Tua itu berkata,

"Laut yang begitu besar tidak mungkin kering dengan ditimba oleh manusia, karena untuk itu, selain menimba, juga harus menggali tanah seluas laut agar air laut tidak kembali ke asalnya."

Lebih lanjut Penyelam Tua itu berkata,

"Untuk mendapatkan mutiara itu memang harus menyelam, dan belajar menjadi penyelam kepada Penyelam yang berpengalaman. Karena laut begitu dalam dan tidak seperti kolam biasa, maka diperlukan penyelam mahir yang betul-betul menguasai teknik dan punya kemampuan untuk mengajarkannya kepada yang dibimbingnya.

Selain penyelam yang ulung, juga memerlukan keberuntungan, karena tidak semua kerang mengandung mutiara yang didamba. Kita memerlukan pelatih menyelam yang ulung, agar menjadi seorang penyelam ulung dan juga beruntung untuk mendapatkan kerang yang berisi mutiara di antara kerang-kerang yang ada di dasar laut."

**

Seperti itulah pemahaman seseorang yg telah berhasil mendapat mutiara di laut terdalam, seorang "penyelam" yg telah berhasil mendapatkan "pengetahuan", menjadi seorang ‘Arif billah, dan hasilnya adalah kemampuannya untuk "terbang" dengan ruhaninya menuju Alam Qurbah, sebagaimana ucapan Maulana Jalaludin Rumi :

"Burung Simurgh di gunung Qaf adalah Qurbahku,
Burung Elang adalah kekuatanku.
Penyelam (mutiara) adalah hidupku,
Jadilah seperti ahli permata,
Hingga kau bisa mengenali nilai manusia dan jiwa."

Seorang Abid (ahli ibadah) berjalan ke surga, sedangkan seorang ‘Arif billah ‘terbang’ ke alam Qurbah, menjadi seorang Insan Kamil, kekasih-Nya, yg terbuka Ruh Qudsi-nya.

Kalbu para ahli Makrifat memiliki mata, Mampu melihat apa yg tidak bisa dilihat orang biasa, Memiliki sayap yg bisa terbang tanpa bulu, Mengepak hingga Malakutnya Tuhan Pencipta Alam.


Semoga...
#ombad #tasawuf