21 June 2018

NAFSU 'ASHABIYAH

Ketika ada perselisihan kelompok/suku, Rasulullah SAW melerainya:

"Tinggalkan perilaku Jahiliyah itu! Itu busuk baunya..!"

Perilaku jahiliyah apa sih yg dilarang Rasul itu? Ternyata adalah ‘ASHABIYAH (FANATISME KELOMPOK).

Untuk memahaminya, harus melihat kondisi adat/budaya Arab waktu jaman jahiliyah, dimana fanatisme kesukuannya sangat tinggi, bahkan fanatisme buta. Masalah pribadi aja bisa sampai bunuh-bunuhan antar suku. Begitu sangat fanatiknya terhadap kelompoknya (suku/kabilah), akhirnya mereka saling membanggakan kelompoknya sendiri dan merendahkan kelompok lain. Kelompoknya sendiri pasti akan dibela mati-matian, terlepas salah atau benarnya, pokoknya benar saja. Akhirnya perselisihan dan pertumpahan darah.

Ternyata sifat jahiliyah ini mulai naik daun lagi ya di jagat politik Indonesia, khususnya di jagat medsos.
Wuihh... Saling sebar-menyebar hoax, fitnah, benci-bencian, jelek-menjelekkan.. dsb. Pokoknya merasa benar aja. Kok bisa kayak gitu ya? Ya, namanya jg penyakit hati 'ashabiyah dan jg penyakit merasa paling benar. Sudah gak jelas lagi mana objektivitas nilai agama, mana nafsu 'ashabiyah.

Malah yg lucu, ustadz atau Kyai pun ikut-ikutan berpihak, jadi aja mirip corong juru kampanye, bahkan mirip provokator. Padahal lebih baik para 'alim ulama ini menjaga kenetralannya, dan tetap konsisten dalam melanjutkan misi Rasulullah dalam menyebarkan Kasih Sayang dan Salam dengan Bijak/Hikmah, dan tidak ikut-ikutan memperuncing suasana 'ashabiyah (dalam politik). Masa tidak paham bahwa di jamaahnya sendiri pun ada yg pro dan kontra... :D


Semoga..
#ombad #tasawuf

20 June 2018

AKAL DALAM AGAMA

Dalam Islam itu ada dua Dalil, yaitu :

1. Dalil NAQLI (Naskh, Historis) : Naskah masa lalu, Aspek sejarah, tentunya yg sudah dilegalisasi para ahli sehingga: Implikatif (sesuai dengan rumusan perbaikan pada masyarakat), Implementatif (dapat diterapkan), serta Akuratif (rawi, sanad).

2. Dalil AQLI (Aktual), berfungsi sebagai rujukan Konstruktif sehingga bisa Efektif, karena ada metode di masa lalu yg tidak bisa efektif di masa kini, apakah terkait kemajuan jaman ataupun kondisi lingkungan. Semisal, zakat pakai beras ataupun qurban pakai kebo. Jadi selama Dalil Aqli tidak bertentangan dengan Naqli, maka bisa dijadikan dasar hukum.

Jadi, apakah AKAL itu perlu dalam beragama...? Ya iya, pasti perlu. Belajar Quran dan Hadist aja pasti butuh Akal.

Akal merupakan syarat dalam mempelajari semua ilmu. Ia juga syarat untuk menjadikan semua amalan itu baik dan sempurna, dan dengannya ilmu dan amal menjadi lengkap. Namun (untuk mencapai itu semua), akal bukanlah sesuatu yg dapat berdiri sendiri, tapi akal merupakan kemampuan dan kekuatan dalam diri seseorang, sebagaimana kemampuan melihat yg ada pada mata. Maka apabila akal itu terhubung dengan cahaya iman dan al-Qur’an, maka itu ibarat cahaya mata yg terhubung dengan cahaya matahari atau api.” (Ibn Taimiyah, Majmu' al-Fatawa)

Jadi, galilah makna yg tersirat dari ucapannya Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw. berikut ini:

"Agama adalah Akal. Tidak Beragama orang yang Tidak Berakal."

Itu makanya semua agama (samawi) punya 4 titik kesamaan, yaitu: Menjaga jiwa, Menjunjung akal, Melestarikan keturunan, dan Menjaga bahwa manusia adalah ciptaan Allah yg paling mulia.

Jadi tidak bisa kita menafikan salah satunya, baik Dalil Aqli apalagi Dalil Naqli. Jika ada yg menafikan salah satunya, ya berarti belum terintegrasi.

Dan di sinilah pentingnya Sanad Keilmuan.. :D

Semoga...
#ombad

TA'ASHUB VS AL-WASATHAN

Dalam hidupnya, manusia tidak bisa terlepas dari aspek Dualitas, dan setiap manusia pasti mempunyai dua sisi.

Apakah itu Positive dan Negative (Thinking), Benar dan Salah, Objektif dan Subjektif, Kenyang - Lapar, Panas - Dingin, Sehat - Sakit, Baik - Buruk, dsb. Dimana selalu ada Salah dan tidak selalu Benar. Begitupun, tidak akan selalu Benar, tapi jg tidak akan selalu Salah.

Tetapi keberfihakan yg akut atau Fanatisme seringkali membutakan "dualitas", karena ada kesengajaan untuk menutup rapat-rapat salah satu sisi serta tidak mengakui dan mempercayainya, tetapi ia akan membuka lebar-lebar sisi yg lainnya.

Fanatisme (Ta’ashub atau 'Ashabiyyah) adalah anggapan yg diiringi sikap yg paling benar dan membelanya dengan membabi buta. Benar dan salahnya, Wala’ (loyalitas) dan Bara’ (benci)-nya diukur dan didasarkan keperpihakan pada golongan. Fanatik ini bisa terjadi antar kelompok, organisasi, individu dsb.

Presepsi dan opini (eksternal) akan berusaha untuk selalu menggiring pemikiran sehingga pintu objektivitas sedikit demi sedikit mulai menutup dan sebaliknya pintu subjektivitas sedikit demi sedikit mulai terbuka.

Ada hikmah yg tersirat terkait objektivitas dalam ucapan Rasulullah SAW berikut ini,

أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا، وأَبْغَضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا

"Sayangilah orang yg engkau sayangi (saudaramu atau teman) sekadarnya saja, boleh jadi suatu hari nanti ia akan menjadi orang yg kamu benci. Dan bencilah orang yg kamu benci sekadarnya saja, boleh jadi suatu hari nanti ia menjadi orang yg kamu sayangi." (HR. at-Tirmidzi)

Jadi, batas antara Benar dan Salah pun akan makin buram jika kita Subjektif... Itulah kenapa Fanatisme itu dilarang dalam agama.

Rasulullah SAW bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّة وليس منا من قاتل علي عصبية وليس منا من مات علي عصبية

"Bukan termasuk umatku siapa saja yg menyeru orang pada ‘Ashabiyah, bukan dari golongan kami orang yg berperang karena 'Ashabiyyah, dan bukan dari golongan kami orang yg mati karena 'Ashabiyyah." (HR. Abu Dawud)
 
Sikap yg tidak Ta'ashub ini secara tersirat disebutkan bahwa Islam itu al-Wasathan, yg artinya Seimbang (balance), Moderat, Equilibrium. Apakah itu antara sisi material dan spiritual, dunia dan akhirat, bahkan juga dalam sikap. Bukankah sebaik-baiknya suatu perkara adalah yg di pertengahan...? Di manusia pun yg paling enak kan yg di tengah-tengah eaa.. :D

Seperti halnya berada di titik tengah dari dua hal yang ekstrim. Contohnya : Hemat adalah titik tengah dari boros dan pelit. Pemberani adalah titik tengah dari nekad dan pengecut. Kalau dalam Bahasa Sunda,
"Ulah hayang ulah embung kudu daék",
"Ulah sieun ulah wani kudu ludeung".

Dan demikian (pula) Kami menjadikan kamu ummatan Wasathan (umat yg adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan manusia) dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…” (QS. al-Baqarah: 143)

Ada dua sifat utama yg melekat pada ummatan Wasathan, yaitu:

1. Al-Khairiyyah, selalu berorientasi kepada yg terbaik, afdal dan adil.

2. Al-Bainiyyah, pertengahan, moderat, tidak ekstrem kanan ataupun ekstrim kiri.

Dan di dalam diri akan selalu ada "perputaran" diantara kedua sisi tersebut. Jika kita tidak terjebak dalam nafsu/emosi keberfihakan, maka "perputaran" ini akan mempunyai fungsi untuk "saling mengingatkan" dan bukan "saling mematikan". Alangkah indahnya jika sisi yg satu 'mengingatkan' sisi yg lain. Seperti halnya ketika kita sedang salah, ada seorang teman yg mengingatkan, dan tentunya Allah yg mendatangkan teman tersebut untuk mengingatkan kesalahan kita. Begitupun, ketika sedang kenyang, ada seorang pengemis kelaparan yg datang mengingatkan, dan masih banyak contoh lainnya.

Apakah kita bisa menarik dan merasakan Hikmah kejadiannya atau tidak? Hal ini sangat tergantung tingkat kepekaan hati & pikiran (mind), apakah lebih peka terhadap sisi Positif ataukah sisi Negatif.

Tentunya, Empati itu bisa muncul dan berkembang karena terbiasa melatih aspek dualitas dalam ber-introspeksi dan men-tafakuri diri.

Dan sikap "al-Wasathan" ini yg akan menumbuhkan objektivitas sehingga lebih mudah dalam membentuk visi "rahmatal lil 'alamin" yg didasari sikap empati dan kasih sayang ke sesama.

Semoga..
#ombad #tasawuf

17 June 2018

TASAWUF DALAM SEBUNGKUS ROKOK

Rokok, meskipun banyak yg mencerca dan membencinya, tetapi tetap sabar dan tegar, sehingga tetap banyak peminat yg menyukai dan mencintainya. Begitupun kita sebagai manusia harus bisa seperti itu. Itulah buah dari Kesabaran.

Merokok sendiri mengajarkan pentingnya suatu pilihan dalam hidup dan menyadari bahwa apapun pilihan yg diambilnya tersebut hanya akan sangat terasa dan hanya bisa dinikmati oleh masing-masing individunya, dan orang lain belum tentu paham diri kita, seperti halnya asap rokok yg hanya bisa dinikmati si perokok saja sendiri, meski orang lain tak paham dan tak merasakannya.

Memang, pilihan apapun yg diambil selalu akan ada pro dan kontra, ada banyak yg suka, dan banyak juga yg tidak suka. Masing-masing punya alasan tertentu, demikian juga bagi Perokok, akan punya alasan masing-masing ketika sedang menikmati kepulan asap rokoknya.

Karena bagi perokok, asap rokok itu sungguh nikmat, meski orang lain bisa membencinya. Seperti halnya hidup yg terkadang egois memikirkan kebahagiaan sendiri, justru ternyata merugikan orang lain.

Ada banyak hal di dunia yg sering melenakan kita karena nikmatnya, hingga kita lupa banyaknya hal yg lebih penting untuk diprioritaskan. Bukankan demikian juga bagi perokok, dimana saat sudah pingin sekali merokok, uang buat kebutuhan yg lain pun bisa dilupakan sejenak demi sebatang rokok.

Iya meski hanya sekedar asap, namun mampu membuat orang lupa bagaimana masalah yg ada. Hidup kan harusnya seperti itu, dimana masih banyak hal sederhana di dunia ini yg sebenarnya mampu membuat kita melupakan sejenak berbagai masalah kehidupan.

Rokok pun mengajarkan kepercayaan diri (iman) kepada para perokoknya, bahkan bisa menguatkan mindset. Meski digembor-gemborkan "Rokok itu Meracunimu", bahkan "Rokok itu Membunuhmu", namun tetap saja merokoknya diteruskan. Apalagi kalau yg menasehatinya sakit bahkan meninggal duluan. Ya, gimana lagi, seringkali kita tidak mau dinasehati orang lain, bahkan menganggap diri kita selalu benar, padahal sebenarnya nasihat orang lain itu untuk kebaikan kita.

Rokok pun mengajarkan bahwa kebutuhan itu akan dicukupkan Tuhan, dimana saat kita sudah butuh sesuatu, sesulit apapun itu namun kita rela melakukan banyak hal untuk mendapatkannya, seperti halnya semahal apapun harga rokok, seorang perokok akan rela membelinya.

Itulah rokok, yg terasa nikmat, dihisap sedikit demi sedikit, sampai habis, dan tak mengeluarkan asap lagi. Seperti juga hidup ini, yg sedetik demi sedetik, hidup kita di dunia juga akan habis waktunya. Sampai semua juga akan mengalami mati, dan kita tak bisa mengulanginya kembali.

Dan satu lagi, rokok itu bisa menyatukan rasa benci dan rasa cinta. Bagaimana para perokok sedemikian cintanya pada rokok yg diinginkannya, tanpa melihat jumlah, mau satu batang bisa, satu bungkus juga okay, bahkan satu slop pun akan berusaha dicintainya, tetapi di saat yg bersamaan para perokok pun sedemikian bencinya sama rokok yg dicintainya, buktinya si rokoknya pun akan dibakar sampai habis.


Semoga...
#ombad #tasawuf #dalam