17 August 2019

DARUSSALAM, KARENA PERBEDAAN

Pada 14 abad lalu, karena mendapat tekanan luar biasa di Mekkah, akhirnya kanjeng Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya hijrah ke Madinah. Jadi sebelumnya mereka berusaha sabar dan tegar meski banyak terjadi tekanan fisik dan mental saat di Mekkah, "menunggu pertolongan Allah" datang, sampai akhirnya "pertolongan Allah" ini adalah perintah untuk "melakukan hijrah atau pindah" ke Madinah.

Rasulullah SAW dihadapkan pada kehidupan baru di kota tersebut, yaitu masyarakat yang majemuk. Ada penganut agama Yahudi, Kristen, bahkan kelompok pagan penyembah berhala.

Rasulullah pun memutuskan untuk mengumpulkan semua umat yang ada di Madinah dari berbagai latar belakang, lalu melakukan tiga hal, yaitu :

1. Membangun masjid (Nabawi).
2. Mempersaudarakan antara muslim Madinah (Anshor, penolong) dan muslim Mekkah yang ikut hijrah (Muhajirin).
3. Membuat Piagam Madinah yang berisi 45 pasal, terkait kebersamaan, persatuan dan berkomitmen menjadi bangsa yang satu.

Dasar kebangsaan yang dibentuk di Madinah ini intinya adalah PERSAUDARAAN dan KEBERSAMAAN, sehingga disebutkan bahwa "ummatan wahidan" (bangsa yang satu) itu bukan hanya Muslim saja tetapi untuk semua umat. Itu makanya yang dibangun Rasulullah SAW di Madinah ini bukan Darul Islam (Negara Islam), tetapi DARUSSALAM, yaitu NEGARA PERDAMAIAN.

Jika berkaca pada sejarah di atas, yang harus dikedepankan itu adalah sikap bijak (adab) dalam hidup bersosial. Perbedaan ini sudah ada sebelum kita lahir, apakah itu perbedaan warna kulit, bahasa, suku atau ras, bahkan perbedaan kepercayaan (agama).

Jadi tidak pada tempatnya jika memaki atau menjelekkan perbedaan, karena perbedaan tersebut sudah ada, eksis dan lebih tua umurnya dari umur hidup kita. Begitu juga dalam konteks syariat, Islam itu tetap menghormati 'Urf (hukum adat, budaya) sehingga bisa tetap selaras dan seimbang dalam kehidupan sosial.

Bukankah begitu juga di Indonesia..?



Semoga..
#ombad #darussalam

**

DEKLARASI TENTANG HUBUNGAN PANCASILA DENGAN ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم

1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.

2. Sila "ketuhanan yg maha esa" sebagai dasar negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 UUD 1945, yang menjiwai sila yang lain, mencerminkan Tauhid menurut pengertian keimanan dalam islam.

3. Bagi Nahdhatul Ulama (NU), Islam adalah akidah dan syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah, dan hubungan antar manusia.

4. Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dan upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya.

5. Sebagai konsekwensi dari sikap di atas, NU berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama.

Situbondo,

16 Rabiul awwal 1404 H/21 Desember 1983 M

INDONESIA 1945

Coba kita lihat urutan huruf : 
A = 1, B = 2, C = 3, D = 4, E = 5, dst.

Maka kata INDONESIA :
I = 9,
N = 14,
D = 4,
O = 15,
N = 14,
E = 5,
S = 19,
I = 9,
A = 1

Ternyata angka yang muncul hanya angka:
1 - 9 - 4 - 5

Apakah kebetulan..?
Silakan direnungkan aja..

Perlu diketahui..
Naskah proklamasi awalnya dikonsep dan ditulis tangan Soekarno di rumah Laksamana Tadashi Maeda (sekarang di Jl. Imam Bonjol no. 1) pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 02.00-03.00 dinihari, dan setelah disetujui semua, lalu diketik Sayuti Melik.

Selesai diketik ulang oleh Sayuti Melik, naskah Proklamasi awal yang masih tulisan tangan itu langsung dibuang ke tong sampah rumah Laksamana Maeda. Beruntung, naskah tersebut diselamatkan oleh BM Diah.

Pada pukul 10.00 pagi, pidato Proklamasi Kemerdekaan pun dilakukan, dimana kondisi Soekarno saat itu sedang sakit malaria sehingga tidak kuat berpuasa ramadhan. Usai pidato proklamasi lalu Latief Hendraningrat --seorang anggota PETA-- mengerek bendera Merah-Putih di tiang bambu dan semua yang hadir pun menyanyikan lagu “Indonesia Raya”.

Persiapan yang sederhana ini menyebabkan tidak adanya dokumentasi lengkap seperti rekaman suara dan film/video, kecuali 3 buah foto saja, yaitu : saat Soekarno membacakan naskah Proklamasi, saat pengibaran bendera, dan foto massa yang menyaksikan upacara.

Sedangkan rekaman suara Soekarno pidato Proklamasi yang sering didengar sekarang, bukanlah rekaman suara Soekarno saat 17 Agustus 1945, tetapi suara yang direkam di Radio Republik Indonesia (RRI) pada tahun 1951 untuk keperluan dokumentasi.

Semoga...
#ombad #dirgahayu #indonesia #74thn

15 August 2019

BRAIN POWER

Otak manusia yang sebesar tempurung kelapa ini menyimpan kekuatan yang dahsyat, dan potensi ini ada di setiap orang, sayangnya banyak yang otaknya (baca: pikirannya) masih terlapisi "racun".

"Dunia dikuasai oleh pikiran, dengan pikiran dunia terbentuk; semuanya terjadi di bawah kekuasaan pikiran.” (Buddha)

"Racun" inilah yang menyebabkan terjadinya konflik pikiran, sebutlah pertempuran antara otak kiri dengan otak kanan. Kondisi ini mempersulit aktifnya otak tengah (pineal) sehingga kekuatan yang tersembunyi dalam pikiran pun tidak muncul dan berkembang. Dan energi pun terbuang percuma.

Ketika pikiran terlapisi "racun", maka pikirannya tak lagi mampu melihat dan menanggapi suatu keadaan secara tepat, akan serba bias. Kesalahan ini dimulai dari prasangka buruk, kecurigaan, ketakutan dan kekhawatiran. Dan akhirnya akan berkembang menjadi suatu kebiasaan dan menjadi bagian dari karakter dan kepribadian.

Salah satunya adalah terjebak masalah "waktu", terjebak dalam masa lalunya. Ia hidup di dalam penderitaan, akibat kenangan atas gelapnya masa lalu, yang sebenarnya sudah tidak ada. Begitupun dengan masalah masa depan, bisa memunculkan keraguan dan ketakutan. Akhirnya dalam menjalani hidup hanya berkutat dan terombang-ambing di antara dua kubu, yaitu penyesalan akan masa lalu dan ketakutan akan masa depan. Hal ini akan mengakibatkan pikiran selalu dipenuhi ketegangan serta penderitaan, dan ujungnya, Kedamaian pun sulit dirasakan, kalaupun terasa hanya sesaat seperti sebuah fatamorgana.

"Orang yang pikirannya kacau, penuh dengan nafsu dan hanya melihat pada hal-hal yang menyenangkan saja, maka nafsu keinginannya akan terus bertambah. Sesungguhnya orang seperti itu hanya akan memperkuat ikatan belenggunya sendiri.." (Buddha, Dhammapada)
 
Meski pengendalian pikiran itu lebih kepada soal psikologis dan intelektual, tetapi karena adanya pengalaman (memori masa lalu) yang berupa penderitaan, konflik dan ketidakpuasan terhadap kehidupan, maka agama memberi solusi supaya aspek psikologisnya bisa tenang dulu, sehingga sesudah tenang akan lebih mudah untuk mengendalikannya,

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan Mengingat Allah (dzikir). Ingatlah, hanya dengan Mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’d : 28)

Dan kalibrator dari proses pengendalian pikiran ini adalah Hati, karena keaktifan  Pineal itupun berhubungan dengan hati/qalbu. Itu makanya disarankan agar hatinya bisa damai dulu dengan cara mendekati Pemilik Hati :

"Sesungguhnya, Hati tidak akan --merasakan-- Ketenangan, Ketenteraman, dan Kedamaian, melainkan jika pemiliknya berhubungan dengan Allah --dengan melakukan ketaatan kepada-Nya-- sehingga, barangsiapa yang tujuan utama --dalam hidupnya--, kecintaannya, rasa takutnya, dan ketergantungannya hanya kepada Allah, maka ia telah mendapatkan kenikmatan dari-Nya, kelezatan dari-Nya, kemuliaan dari-Nya, dan kebahagiaan dari-Nya untuk selama-lamanya." (Ibn Qayyim ra.)

Jadi ada hubungan yang erat antara otak kiri, otak kanan, otak tengah dan qalbu. Bukankah pencerahan (enlightenment) itu terkait dengan intelektual, ilmu, kesempurnaan etika/adab, moral, mental psikologis dan spiritual..?

Dan tetap yakinlah bahwa segala hal yang memiliki sifat untuk timbul, memiliki sifat untuk lenyap, meski saat ini masih sulit mengendalikan pikirannya, atau dengan kata lain, ularnya belum "jinak".

Btw, masih berupa "ular kobra" kan.. dan belum "ular naga"..?

Semoga..
#ombad #tasawuf #brainpower

14 August 2019

POTENSI INNERPOWER

Ketakutan (kekhawatiran) pada satu sisi bisa jadi alat pemusnah tetapi di sisi lain bisa memunculkan potensi kekuatan tersembunyi (dari bawah sadar).

Misal, karena sedemikian takut kena tsunami, para gadis di Pangandaran jadi begitu terampil naik pohon kelapa, sangat cepat naik pohon setinggi 10 meter tersebut, meski sesudah "sadar" kembali, mereka teriak-teriak minta tolong karena gak bisa turun.

Setiap manusia itu menyimpan potensi kekuatan energi yang sedemikian besarnya (inner power), meski untuk "membuka" nya kadang harus lewat ketakutan yang sangat (shock), keterkejutan dan stress.

Artinya, stress yang tinggi jika di-manage itu bisa membangunkan bahkan meningkatkan potensi diri yang masih tersembunyi, dan sebaliknya jika "jebol" maka akan jadi pemusnah diri dalam bentuk kegilaan.
 
Jadi gak usah heran jika ada anjing bisa naik pohon kelapa atau kucing bisa menclok di atas pohon pisang ya.. mungkin saja ia mengalami sesuatu yang mengejutkan jiwa lalu secara "tak sengaja" memicu potensi energi tersembunyinya.

Bukankah orang yang ketakutan saat dikejar anjing pun bisa melompati pagar setinggi 1.5 meter atau lebih meski ia tak mampu jika dalam kondisi "sadar"..?

Stress, Kekhawatiran atau Keterkejutan hanyalah salah satu pemicu, meski ada pemicu lain yang bisa lebih terencana, apakah itu dalam bentuk yoga, olah napas, senam pernapasan, dzikir, meditasi, dsb.


Semoga..
#ombad #innerpower

13 August 2019

BENCI DIANTARA DUA CINTA

"Lebih mudah menghancurkan gunung jadi debu daripada menanam Cinta pada hati yang penuh Kebencian." (Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw.)

Ego, meskipun sulit dihancurkan (baca : dikendalikan), tapi bukan sesuatu yang tidak mungkin hancur. Ketika Ego dibiarkan maka akan makin membuat kesombongan pun menjulang tinggi. Hati pun akan makin keras seperti batu, bahkan lebih keras dari batu. Ego bisa makin kuat karena hatinya makin keras, seperti halnya gunung yang kokoh karena bebatuannya banyak.

Seorang Hamba di hadapan Tuhannya itu seperti sebutir debu yang sangat kecil bahkan lebih kecil lagi, hanya sebutir zarrah.

Debu yang jatuh dan menyatu rata dengan tanah --yang menjadi sumber asalnya-- inilah yang merupakan perwujudan cinta, suatu penyatuan. Tentunya setelah bisa terlepas dari berbagai gangguan dari hembusan angin-angin kebencian.

Angin kebencian selamanya akan berhembus, tetapi tidak akan mampu mempengaruhi hati yang penuh cinta.

Surga itu dikelilingi dengan kebencian-kebencian hawa nafsu, sedangkan neraka itu dikelilingi oleh kesenangan-kesenangan hawa nafsu.” (HR. Muslim)

Kondisi seperti ini sebutlah sebagai "Baqa sesudah Fana dalam lingkup Mahabbah". Seperti halnya seekor laron yang mendekati cahaya lalu terbakar dalam cahaya tersebut dan akhirnya musnah karena kecintaannya kepada cahaya.

Dan sang laron pun bisa tumbuh kedua sayapnya setelah ia bisa mengikis kebencian dalam dirinya. Cinta lah yang menumbuhkan kedua sayap tersebut dimana sayap yang pertama adalah kecintaan pada aturan-Nya, dan sayap yang kedua adalah perwujudan dari hakikat penciptaan yang bersumber dari segala sumber, Sang Maha Cinta.

Suatu hari, sekumpulan tawanan dihadapkan kepada Rasulullah SAW. Ada seorang tawanan wanita diantaranya, tiba-tiba wanita tadi menemukan seorang bocah kecil --anaknya yang semula lepas dari pelukannya--, lalu ia menggendongnya dan disusuinya. Melihat kejadian itu, Rasulullah berkata kepada para sahabat: "Bagaimana menurut kalian, mungkinkah wanita itu tega mencampakkan anaknya ke dalam kobaran api..?"

Para sahabat menjawab: "Tidak, demi Allah."

Rasulullah lalu berkata:

"Sungguh, kasih sayang Allah kepada hamba-Nya jauh lebih besar daripada kasih sayang wanita itu kepada anaknya." (HR. Bukhari - Muslim, dari 'Umar ra.)

Semoga...
#ombad #tasawuf

12 August 2019

TASAWUF DALAM TITIK KESETIMBANGAN

Titik Kesetimbangan dari setiap individu itu bisa berbeda-beda seperti halnya frekuensi natural tubuhnya.

Di satu sisi manusia itu dibekali dengan aspek paradoks dalam dirinya, tetapi di sisi lain Tuhan menyuruh manusia untuk berproses sampai mencapai "titik kesetimbangan" dirinya, sehingga bisa "centering" dalam dirinya serta bisa "harmonious balance" dengan sekitarnya.

Sulitnya mencapai Titik Kesetimbangan ini sesulit mencapai Daim atau Wustha dalam shalat, serta sesulit mendiamkan pikiran agar bisa diam di Pineal, sehingga nanti bisa "jelas" dalam merasakan "pembatas" antara tubuh bagian kiri dengan bagian kanan, ataupun "pembatas" antara pikiran bagian kiri dengan bagian kanan.

Butuh waktu dalam memproses hal-hal yang saling berlawanan, saling meniadakan, saling bermusuhan. Masing-masing akan berusaha agar bisa menang dalam menghadapi rivalnya. Perbedaan antar masing-masing kutub awalnya sangat ekstrim, sangat besar selisihnya, sehingga menyebabkan konflik dalam diri. Lalu Tuhan pun memberi "keyword" Pasrah, Ikhlas dan Ridha, dan seiring waktu perbedaannya makin "kecil" sampai mencapai "garis" Kesetimbangan diri, atau bisa disebut kondisi "flat" ataupun nol.

Kedua hal yang berlawanan --fisik-nonfisik, lahiriah-batiniah, eksplisit-implisit, tersurat-tersirat, logika-rasa, otak kiri (IQ)-otak kanan (EQ), transedental-horizontal, hablum minallaah-hablum minannaas, dsb-- ini setiap saat berada dalam sebuah timbangan yang idealnya diam di tengah-tengah.

Kesetimbangan diri harus bisa berada di titik tengah dari dua hal yang ekstrim. Analoginya, Hemat adalah titik tengah dari Boros dan Pelit, ataupun Pemberani adalah titik tengah dari Nekad dan Pengecut.

Dan demikian (pula) Kami menjadikan kamu ummatan Wasathan (umat yg adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan manusia) dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…” (QS. al-Baqarah: 143)

Islam itu al-Wasathan, yang artinya Seimbang (balance), Moderat, Equilibrium. Apakah itu antara sisi material dan spiritual, dunia dan akhirat, bahkan juga dalam sikap. Bukankah sebaik-baiknya suatu perkara adalah yang di pertengahan..? Pada setiap manusia pun yang paling enak kan yang di tengah-tengah ya.. 😍

Ada dua sifat utama yg melekat pada ummatan Wasathan, yaitu:

1. Al-Khairiyyah, selalu berorientasi kepada yg terbaik, keutamaan dan adil.
2. Al-Bainiyyah, pertengahan, moderat, tidak ekstrim kanan ataupun ekstrim kiri.

Tetapi, kadang ada orang yang menetapkan titik Keseimbangan menurut ukuran/kadar yang hanya diyakini sebagai kebenarannya sendiri, menetapkan secara membabi-buta seakan kebenaran dirinya adalah yang paling absolut, paling benar. Mereka menetapkan titik keseimbangannya tersebut dengan sangat kaku, lalu memaksakan dirinya dan orang-orang di sekitarnya untuk mengikuti dan meyakininya, menolak habis dan secara total kadar/ukuran dari yang lain jika berbeda dengan dirinya atau kelompoknya.

Jika hal seperti ini keukeuh dilakukan maka selain menghasilkan konflik internal, akan memunculkan konflik eksternal juga. Inilah penyakit mental dan hati, karena jiwanya tetap terkungkung dalam pembenaran, penyangkalan dan kegalauan diri sendiri.

Itulah kenapa masih banyak manusia yang memperebutkan Merasa Tahu dan bukan Pengetahuan, serta masih banyak yang memperebutkan Pembenaran, dan bukan Kebenaran.

Artinya, Kepandaian itu berhubungan dengan Tahu Batas, dan Kebijakan itu berhubungan Waktu serta Prioritas. Jika selalu merasa lebih besar dan lebih benar maka itu namanya sombong, seindah apapun dituangkan dalam ucapan dan kata-kata.

Jadi berusahalah menjadi pribadi yang Wasathan (khairiyah bainiyah) agar selalu bisa bersikap terbuka dan objektif.

Semoga..
#ombad #tasawuf #dalam