18 August 2018

AMALIAH QALBU

Suatu hari Nabi Musa as, ketika sedang berjalan di antara Bani Israil dimana mereka memakai pakaian lap dan menaburi kepalanya dengan debu, sementara air matanya menetes terus di pipinya. Nabi Musa pun terharu dan menangis kasihan melihat keadaan mereka, lalu Beliau bermunajat,

"Oh Tuhanku, kenapa tidak Engkau sayangi hamba-Mu..? Bukankah Engkau Tahu keadaan mereka..?"

Allah pun menurunkan wahyu kepada Nabi Musa as,

"Hai Musa! Lihatlah, apakah perbendaharaan-Ku melimpah, bukankah Aku Maha Penyayang..? Jangan begitu. Namun Aku lebih tahu apa yg ada di hati mereka. Mereka berdoa kepada-Ku dengan hati yg kosong dari-Ku, semata-mata condong pada dunia. Demikian sekelumit cinta dari-Ku."

Ketahuilah bahwa qalbu kaum ‘Arifin adalah perbendaharaan Allah Ta’ala di muka bumi. Rahasia-Nya dititipkan di dalamnya, kelembutan-kelembutan hikmah-Nya, hakikat cinta-Nya, cahaya ilmu-Nya dan ayat-ayat ma’rifat-Nya, yg tak bisa dilihat sekalipun oleh Malaikat Muqorrobun, dan para Nabi dan Rasul, dan siapa pun juga, tanpa seizin Allah SWT.

Sudah selayaknya bagi para ‘Arifin mengenal baik dan buruknya, senantiasa istiqomah dalam amaliyahnya, mengenal untung dan ruginya, menjaga dari rekadaya musuh-musuhnya, dan memohon pertolongan kepada Allah SWT, secara total. Jangan sampai meninggalkan sesuatu di hatinya selain Allah Ta'ala. Karena Allah Ta’ala manakala memandang qalbu hamba-Nya, lalu di sana ada selain Dia, Allah Ta’ala membenci dan menghinakannya dan ia akan diserahkan pada musuh-Nya.

Amaliyah Qalbu murni semata bagi Allah Ta’ala, sedang Amaliyah Rukun banyak ragamnya. Amaliyah Qalbu itu diterima tanpa gerak-gerik rukun, sedangkan Amaliyah Rukun tidak akan diterima tanpa Amaliyah Qalbu, dan tidak meraih pahala.

Bila seorang hamba mengabaikan amaliyah qalbunya, sedangkan dalam amaliyah rukun ia sempurna, ia hanya dinilai sempurnanya rukun tetapi bukan qalbunya. Namun jika amaliah qalbunya sempurna sedangkan amaliah rukunnya tidak, maka ia dihukumi ketidak-sempurnaan rukunnya dengan kesempurnaan amaliah qalbunya.


Semoga....
#ombad #tasawuf

17 August 2018

MERDEKA ITU...

MERDEKA itu terlepasnya Ikatan (blocking), baik yg berhubungan dengan kondisi internal maupun eksternal dari diri kita.

Dalam hubungannya dengan diri, bisa dimaknai sebagai bentuk sudah terlepasnya "ikatan-ikatan keberhalaan" (baca : hijab nafsu). "Lepas" yg dimaksud di sini bukan berarti "Hilang", karena sifat-sifat kemanusiaan itu akan tetap ada dan melekat selama darah masih mengalir dan nafas masih berhembus.

Bisa "melepas ikatan" itu seperti diam atau istirahat sejenak ketika kita sedang melakukan sebuah aktivitas, baik fisik, pikiran maupun rasa (psikologisnya).

Dalam konteks Tasawuf, Merdeka itu seperti halnya makna isyarah dari Surah al-Ikhlas, yaitu Ahadiyah pada ayat yg pertama, dan selanjutnya "pembuktian" di ayat yg ke-4, tidak ada sesuatupun kecuali Allah. Bahkan diri kita pun "tidak ada" di hadapan Allah (Laa maujuda illallaah).

Dan puncaknya adalah bisa "terlepas semua ikatan", bisa "merdeka", diri yg "independence".. Fana'.

Itu makanya Maulana Jalaludin Rumi dalam Divan-i Syamsi Tabridz (ghazal 1419) pun memaknai Merdeka secara Hakikat itu adalah bisa Berserah Diri kepada Allah SWT karena sudah mengalahkan hawa nafsu dalam dirinya.


"Semula ingin kuceritakan padamu kisah hidupku,
Tetapi gelombang kepedihan tenggelamkan suaraku.

Kucoba utarakan sesuatu,
Tetapi pikiranku rawan dan remuk,
Laksana kaca.

Bahkan kapal paling megah bisa karam dalam gelombang badai Laut Cinta,
Apalagi biduk rapuhku,
Remuk berkeping-keping;
Tinggalkan kusendiri, hanyut,
Hanya berpegang ke sepotong papan.

Kecil dan tak berdaya,
Timbul tenggelam dalam terpaan ombak,
Sampai tak kuketahui apakah aku ada atau tiada.

Ketika menurutku aku ada,
Kudapati diriku tak berharga.

Saat aku tiada,
Kudapati nilai-nilai sejati diriku.

Seturut pasang surut akalku,
tiap hari kumati dan dihidupkan lagi;
Karenanya tak kuragukan sedikitpun,
adanya Hari Kebangkitan.

Ketika sudah lelah,
aku berburu cinta di dunia ini,
Akhirnya di Lembah Cinta aku berserah diri,
dan aku Merdeka."
 

Semoga...
#ombad #tasawuf
#DirgahayuNKRI

15 August 2018

POLITIK ITU GINCU

Kebanyakan manusia itu lebih cenderung Orientasi Hasil daripada Orientasi Proses.. seperti juga POLITIK.. apapun caranya yg penting berhasil.. Makanya segala macam pun bisa dipolitisasi, termasuk agama dan Tuhan.. Gak percaya..?

Perhatikan saja,

Kubu 1 :
Ada 2 pilihan, Ulama pilihan Presiden atau Presiden pilihan Ulama.

Kubu 2 :
Tidak gandeng Ulama dituduh Anti Ulama, eh begitu gandeng Ulama pun dituduh memperalat Ulama.

Kubu 1 :
Pilihan emak-emak, ganteng dan tajir.

Kubu 2 :
Ah.. dasar emak-emak jablay.. :D

Sampai kapanpun gak akan nyambung, tidak akan ada yg mau "mengalah", yg ada malah makin bersitegang, makin memperbesar Ego dan merasa paling benar.

Selamat eaa.. tanpa sadar anda sedang "dipermainkan" opini dan dipolitisasi.. lumayan.. gratis.. :D

Kembali ke tanktop.. Orientasi Hasil ini lebih disukai karena mudah terlihat dan nampak ke permukaan.. koruptor aja bisa disebut "orang baik  dan beriman" kalau sebagian hasil korupsinya dipakai buat nyumbang mesjid.. begitupun para pengusaha yg terbiasa suap menyuap, tinggal umrah dan berpakaian agamis pun kelar sudah.. akan dianggap "sudah hijrah".. #wtf :D

Seperti halnya si burung yg sudah sukses membuat hamil, yg dikasih ucapan selamat sama teman-temannya itu pasti yg hamilnya, "Selamat eaa.." sambil perut hamilnya dipegang-pegang dan dielus-elus.

Dan tak satupun teman-temannya yg hamil itu datang memuji, terus ngucapin selamat kepada si burung, "Welldone... Great job..!" sambil dipegang dan di........ asudah lah.

Itu makanya "agama" pun sekedar jadi asesoris dan gincu, serta tidak berperan dalam meminimalisasi hawa nafsu.


:D
Semoga..
#ombad

14 August 2018

MEMPERKECIL EGO

Salah satu cara memperkecil Ego adalah selalu berusaha agar bisa Positive Thinking.

Kenapa harus bisa ber-Positive Thinking..?

Segala kejadian yg kita "tangkap", baik dari dalam maupun dari luar diri akan selalu 'disertai' dan dianalisa dengan menyertakan "pembanding" yg sudah "tersimpan" dalam memori atau pikiran kita. Pembanding ini bisa benar dan bisa jg salah. Masih relatif, belum tentu sebuah Kebenaran.

Ketika kita kurang menyadari kondisi seperti di atas, maka kondisi tersebut bisa menyebabkan munculnya perasaan Merasa Benar, merasa paling Baik, Kesadarannya paling tinggi dan  paling beriman.. Sebuah Kesombongan.

Tanpa kita sadari, Nafsu pun ikut "bermain" dan mendistorsi hati dan pikiran. Makin memperbesar Ego.

Dengan selalu menjaga Positive Thinking, maka diri kita akan selalu "terkondisikan" dan "terarahkan" (baca: Sadar) untuk melakukan Instropeksi secara terus-menerus dan mengurangi sifat "menghakimi" baik secara perbuatan, pikiran maupun rasa.

Ada cara untuk "menjinakkan" Ego yg karakter dasarnya selalu ingin membesar. Mudah-mudahan ucapan Syeikh Abdul Qadir al-Jailani qs. yang tercantum dalam kitab Nashaihul ‘Ibad karya Syeikh Nawawi al-Bantani ra. ini bisa dijadikan pelajaran untuk mengenali, meminimalisasi dan mengontrol ego : 

"Jika engkau bertemu dengan seseorang maka engkau harus berpikir positif dengan menduga dia memiliki keutamaan yang lebih tinggi darimu, barangkali dia lebih baik dariku di sisi Allah.

Jika engkau bertemu dengan anak kecil, maka engkau harus menduga bahwa anak itu belum pernah melakukan maksiat, sementara engkau sungguh telah melakukan maksiat. Jadi, dia pasti lebik baik dariku.

Jika bertemu dengan seseorang yang lebih tua darimu, maka engkau harus menduga bahwa dia lebih dulu melakukan ibadah kepada Allah daripada aku.

Jika engkau bertemu dengan orang yang ‘alim (pintar ilmu agama), maka engkau menduga bahwa dia mengetahui tentang apa-apa yang tak engkau ketahui dan dia beramal dengan ilmunya.

Jika engkau bertemu dengan orang yang bodoh, maka engkau harus menduga bahwa dia melakukan maksiat dengan/karena kebodohannya sementara engkau melakukan maksiat dengan pengetahuanmu.

Jika engkau bertemu non muslim, maka engkau harus menduga bahwa barangkali dia masuk islam di akhir hidupnya dan mati dengan membawa amal baik. Dan barangkali engkau kafir di akhir hayatmu dan mati dalam keadaan beramal buruk."

Dan salah satu makhluk yg terkenal dengan tingkat egonya yg besar dan maksimum serta gak bisa turun adalah Iblis.

Semoga...
#ombad #tasawuf

RACUN PIKIRAN

Seorang psikolog dari Hope College, Charlotte Witvliet melakukan penelitian tentang dampak Marah dan Dendam. Beberapa orang pun disuruh mengingat seseorang yg pernah menyakitinya, sambil dimonitor detak jantung, tekanan darah, ketegangan otot-otot wajah dan aktivitas kelenjar keringat.

Kesimpulannya, hanya dengan mengingat kembali kenangan lama yg buruk itu membuat mereka marah, sedih, gelisah dan merasa tidak berdaya. Lalu Witvlet secara bertahap mengajak orang tersebut untuk memaafkan. Saat setiap orang memaafkan, hal yg menakjubkan terjadi, setiap indikator stres dalam tubuhnya menghilang.

Jadi, jika masih menyimpan amarah, benci, dan dendam, secara ilmiah terbukti meracuni diri sendiri dan berdampak buruk kepada kesehatan.

"Jadilah Pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yg makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yg bodoh." (QS. al-A’raf:199)

Nahh.. jadi buat para pendukung yg dulu jagoannya kalah, jangan sebel dan marah-marah terus, apalagi benci dendam kesumat eaa... bisa merugikan diri sendiri dan juga bisa buruk buat kesetanan.. ehh, kesehatan.

**

Ketika pikiran terlapisi "racun", maka pikirannya tak lagi mampu melihat dan menanggapi suatu keadaan secara tepat, akan serba bias.

Kesalahan ini dimulai dari prasangka buruk, kecurigaan, ketakutan dan kekhawatiran. Dan akhirnya akan berkembang menjadi suatu kebiasaan dan selanjutnya menjadi bagian dari karakter dan kepribadian kita sendiri.

Salah satunya adalah terjebak masalah Waktu, terjebak dalam masa lalunya. Ia hidup di dalam penderitaan, akibat kenangan atas masa lalu yg gelap, yg sebenarnya sudah tidak ada. Begitupun dengan masalah masa depan, akan muncul keraguan dan ketakutan. Dan hidup pun akan terombang-ambing di antara dua kubu, yaitu penyesalan masa lalu dan kekhawatiran (ketakutan) akan masa depan. Akibatnya, pikirannya selalu dipenuhi ketegangan dan penderitaan. Dan ujungnya, Kedamaian pun sulit dirasakan, kalaupun terasa hanya sesaat dan fatamorgana.

"Kelezatan (yg dirasakan oleh Hati) setiap orang, bergantung pada sejauh mana keinginannya dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan (keinginannya dalam meraih) kemuliaan dirinya. Orang yg paling Mulia Jiwanya, yg paling Tinggi Derajatnya dalam merasakan kelezatan (dalam hatinya), adalah (orang yg paling) mengenal Allah, yg paling Mencintai Allah, yg paling Rindu dengan perjumpaan dengan-Nya, dan yg paling (kuat) mendekatkan dirinya kepada-Nya dengan segala hal yg Dicintai dan Diridhai oleh-Nya...

…Sesungguhnya, hati tidak akan (merasakan) ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian, melainkan jika pemiliknya berhubungan dengan Allah SWT (dengan melakukan ketaatan kepada-Nya)… sehingga, barangsiapa yg tujuan utama (dalam hidupnya), kecintaannya, rasa takutnya, dan ketergantungannya hanya kepada Allah SWT, maka ia telah mendapatkan kenikmatan dari-Nya, kelezatan dariNya, kemuliaan dari-Nya, dan kebahagiaan dari-Nya untuk selama-lamanya." (Ibnul Qayyim ra.)

"(Yaitu) orang-orang yg beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’d : 28)

Semoga....
#ombad #tasawuf