06 December 2018

CACI MAKI

Suatu ketika Sayyidina Hasan bin 'Ali bin Abi Thalib ra. (cucu Rasulullah SAW) dicaci maki oleh orang yang tidak suka padanya. Beliau dicaci maki habis-habisan di depan putranya, tapi Beliau hanya diam saja tidak membalas.

Putranya kemudian bertanya,

Kenapa Ayah tidak membalas caciannya..? Bukankah Ayah tidak seperti itu..?

Sayyidina Hasan menjawab,

Ayahku ('Ali bin Abi Thalib), Ibuku (Fatimah Az-Zahra), dan Kakekku (Muhammad SAW), mereka semua tidak pernah mengajariku bagaimana cara mencaci-maki. Jadi aku bingung dan tidak tahu bagaimana caranya membalas..”

**

Jadi sebetulnya keturunan siapa yg suka membenci dan mencaci maki..?

Karena Imam Malik ra. pun mengatakan,

قَالَ الإِمَامُ مَالِكُ -رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى-: (إِنْ رَأَيْتَ الرَّجُلُ يُدَافِعُ عَنِ الْحَقِّ "فَيَشْتُمُ وَيَسُبُّ وَيَغْضَبُ" فَاعْلَمْ أَنَّهُ مَعْلُوْلُ النِّيَّةِ، ِلأَنَّ الْحَقَّ لاَ يَحْتَاجُ إِلَى هَذَا).

"Jika engkau menyaksikan seseorang sedang membela Kebenaran (al-haq), tetapi lisannya mengeluarkan cacian, makian, sumpah-serapah dan mengobral kemarahan, maka ketahuilah bahwa Niat di Hatinya sudah terkotori, karena Kebenaran (al-haq) tidak membutuhkan semua itu."


Semoga..
#ombad #tasawuf

PALSU VS SEJATI

Kadang dengan berusaha lewat penampilan fisiknya sehingga tampak seperti asli, karena memang sulit dibedakan, bahkan tidak seperti yg diperkirakan.

Kadang dengan berusaha meyakinkan para pengikutnya bahwa ia adalah orang besar pemilik rahasia-rahasia besar yg akan diungkap.

Kadang dengan cara "mengikat" para pengikutnya agar tidak menjauh darinya untuk selama-lamanya, jangan sampai berakhir secepat mungkin, seakan para pengikutnya dihalangi agar bisa merasakan perkembangannya sendiri.

Kadang dengan cara mewajibkan para pengikutnya agar membeli "tiket" setingkat demi setingkat dengan alasan proses pencarian dan pencapaian kualitas ilmu.

Padahal seharusnya membagi cahaya pengetahuan kemanusiaan, bukan menghancurkannya dan dipakai membodohi orang lain. Bisa tetap berbagi tanpa merusak diri sendiri apalagi merusak orang lain. Bisa berlaku seperti Pelita dan tak perlu berlaku seperti Lilin yang membakar dirinya sendiri demi menerangi orang lain.

Dan seorang guru itu memiliki banyak rahasia, tetapi ia harus menjadikan rahasia-rahasia tersebut berkembang dalam diri muridnya, harus berakhir/khatam secepat mungkin, sehingga mereka bisa merasakan perkembangan mereka sendiri dan melanjutkan hidup sebagai orang-orang yg tercerahkan.

Hal ini seperti yg dikatakan Maulana Jalaluddin Rumi :
 
  يوجد معلمون وأساتذة مزيفون في هذا العالم أكثر عددا من النجوم في الكون المرئي. فلا تخلط بين الأشخاص الأنانيين الذين يعملون بدافع السلطة وبين المعلمين الحقيقيين. فالمعلم الروحي الصادق لا يوجه انتباهك إليه ولا يتوقع طاعة مطلقة أو إعجابا تاما منك، بل يساعدك على أن تقدر نفسك الداخلية وتحترمها. إن المعلمين الحقيقيين شفافون كالبلور، يعبر نور الله من خلالهم.

"Para guru dan ustadz palsu yang ada di dunia ini jauh lebih banyak daripada bintang yang tampak di alam semesta. Tapi engkau jangan keliru untuk tahu siapa saja para guru yang Haus Kekuasaan dan Egois, dan siapa saja para Guru Sejati. Seorang guru spiritual sejati tak akan memintamu untuk patuh total kepada dirinya dan memujanya. Tetapi, ia akan membantumu untuk menemukan dan memuliakan dirimu sendiri. Para Guru Sejati bagai cermin bening yang menangkap cahaya Tuhan lalu memancarkannya."

Jadi “kapan kalian berhenti menyembah dan mencintai timbanya..? Kapan kaki mulai mencari airnya..?” Dan tidak terbuai oleh retorika dan busana kesalehan. 

 

Semoga...
#ombad #tasawuf

05 December 2018

IBADAH TANPA ILMU

Tentu berbeda Ibadahnya orang berilmu dengan Ibadah tanpa ilmu, karena dengan didasari ilmu maka ia akan mengetahui hukum tiap amal/perbuatan, seseorang dapat menunaikan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah dengan sebaik-baiknya, termasuk dalam hubungannya secara horizontal dengan lingkungannya.
 

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa Derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah : 11)

Itu makanya secara tersirat Ibn Abbas (Abdullah bin Abbas ra.) mengatakan bahwa perbandingan derajat antara orang yg memiliki ilmu dibanding orang yg tidak memilikinya adalah 700 derajat, dimana derajat pertama ke derajat kedua menempuh perjalanan 500 tahun lamanya.

Syeikh Hasan Al-Bashri ra. berkata,

العَامِلُ عَلَى غَيْرِ عِلْمٍ كَالسَّالِكِ عَلَى غَيْرِ طَرِيْقٍ وَالعَامِلُ عَلَى غَيْرِ عِلْمٍ مَا يُفْسِدُ اَكْثَرُ مِمَّا يُصْلِحُ فَاطْلُبُوْا العِلْمَ طَلَبًا لاَ تَضُرُّوْا بِالعِبَادَةِ وَاطْلُبُوْا العِبَادَةَ طَلَبًا لاَ تَضُرُّوْا بِالعِلْمِ فَإِنَّ قَومًا طَلَبُوْا العِبَادَةَ وَتَرَكُوْا العِلْمَ

Orang yang beramal tanpa ilmu seperti orang yang berjalan bukan pada jalan yang sebenarnya. Orang yang beramal tanpa ilmu hanya membuat banyak kerusakan dibanding mendatangkan kebaikan. Pelajarilah ilmu dengan sungguh-sungguh, namun jangan sampai meninggalkan ibadah. Gemarlah pula beribadah, namun jangan sampai meninggalkan ilmu. Karena ada segolongan orang yang rajin ibadah, namun meninggalkan belajar.”

Jangan sampai karena ketidak-tahuan akan ilmu, mengalami hal seperti ini :

Alkisah, di Maroko pernah hidup seorang ahli ibadah yg dikenal oleh masyarakat sekitarnya sebagai orang shalih. Siang-malam ia isi dengan ibadah. Hari-harinya ia hiasi dengan kegiatan ibadah kepada Allah SWT. Suatu hari ia membeli seekor keledai betina. Anehnya keledai itu tidak ia gunakan sama sekali. Hal ini membuat seorang tetangganya diliputi rasa penasaran, “Tuan, mengapa keledainya tidak dimanfaatkan..?”
Dijawab oleh si ahli ibadah ini, “Memang, aku hanya memanfaatkannya untuk memuaskan nafsu birahiku.”
Setelah diusut, ternyata si ahli ibadah ini betul-betul tidak tahu soal larangan keras menyetubuhi hewan. Ketika ia diberi tahu soal hukum menyetubuhi hewan, ia menangis sejadi-jadinya.. :D

Dan mudah-mudahan penyakit Ujub, Riya, Sum'ah, dsb ketika sedang ibadah tidak memasuki hati kita. Kenapa..?

Karena sifat seperti Riya' ini (memamerkan amal ibadah karena ingin mendapat pujian dari orang lain) dapat merusak keikhlasan. Ikhlas yg sempurna harus dilakukan baik sebelum, sedang, ataupun sesudah ibadah. Sebab ada orang yg ikhlas ketika beribadah, tetapi setelah itu ia terjebak dalam sikap Riya’ (pamer), maka rusaklah nilai ibadahnya.

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang Shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat Riya’.” (QS. Al-Ma’un : 4-6)


Semoga..
#ombad #tasawuf