09 March 2019

MENYESATKAN UMAT

"Nanti di akhir jaman akan banyak ulama yang membingungkan Umat sehingga Umat bingung memilih mana Ulama Warosatul Anbiya dan mana Ulama Su'u yang menyesatkan Umat." (Imam Syafi'i ra.)
 

Bisa aja ciri-ciri ulama yg menyesatkan umat itu adalah :

1. Penguasaan ilmu tidak dijadikan prioritas, dan yg lebih diprioritaskan adalah pakaian (jubah, sorban), semangat dan sisi emosional, sehingga akhirnya melakukan Pembodohan, mengajarkan Kedunguan serta tidak menjaga Kewarasan kepada umat.

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يبْق عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

Telah menceritakan kepada kami Ismaa’il bin Abu Uwais, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Malik, dari Hisyam bin Urwah, dari Ayahnya, dari Abdullaah bin Amr bin Al-Ash, ia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,

Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila tidak tersisa lagi seorang ulama, maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka memberi fatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari)

2. Bahkan ilmu-ilmu agama tingkat dasar (tajwid, nahwu, shorof, dsb) pun tidak dikuasai dengan baik, sehingga sering salah baca ayat Quran, jelek tajwidnya, salah shorof, dan banyak hal lainnya.

"Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir berbicara tentang Kitab Allah (Agama Allah) sedang ia tidak tahu akan ilmu Nahwu." (Imam Mujahid ra.)

3. Kandungan ceramah tidak murni kaidah ilmu (tidak banyak bahas/gali ilmu) tetapi lebih banyak diisi dengan fitnah, marah-marah, caci maki dan menyalahkan.

Imam Bukhari ra. berkata :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي الأَسْوَدِ , قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ , قَالَ : حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ حَصِيرَةَ , قَالَ : حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ , قَالَ : سَمِعْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ , يَقُولُ : ” إِنَّكُمْ فِي زَمَانٍ : كَثِيرٌ فُقَهَاؤُهُ ، قَلِيلٌ خُطَبَاؤُهُ ، قَلِيلٌ سُؤَّالُهُ ، كَثِيرٌ مُعْطُوهُ ، الْعَمَلُ فِيهِ قَائِدٌ لِلْهَوَى ، وَسَيَأْتِي مِنْ بَعْدِكُمْ زَمَانٌ : قَلِيلٌ فُقَهَاؤُهُ ، كَثِيرٌ خُطَبَاؤُهُ ، كَثِيرٌ سُؤَّالُهُ ، قَلِيلٌ مُعْطُوهُ ، الْهَوَى فِيهِ قَائِدٌ لِلْعَمَلِ ، اعْلَمُوا أَنَّ حُسْنَ الْهَدْيِ ، فِي آخِرِ الزَّمَانِ ، خَيْرٌ مِنْ بَعْضِ الْعَمَلِ ”

Menceritakan kepada kami Abdullah bin Abul Aswad, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Harits bin Hashirah, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Zaid bin Wahb, ia berkata, aku mendengar Ibnu Mas’ud mengatakan ;

Sesungguhnya kalian berada pada zaman yang terdapat banyak ahli ilmu dan sedikit pengkhutbah, sedikit yang bertanya, banyak yang mampu memberi (fatwa), amalan adalah pemimpin hawa nafsu. Dan akan datang setelah kalian suatu zaman yang terdapat sedikit ahli ilmu dan banyak pengkhutbah, banyak yang bertanya, sedikit yang mampu memberi (fatwa), hawa nafsu adalah pemimpin amalan. Ketahuilah, bahwa petunjuk yang baik pada masa akhir zaman itu lebih baik daripada sebagian amalan.” (Al-Adabul Mufrad)

4. Berpikir pendek dan banyak dipengaruhi kepentingan sesaat (politik), sehingga faktor Hawa Nafsu menjadi lebih dominan dalam mengeluarkan fatwa, seperti halnya menetapkan seorang imam shalat yg tidak paham agama, jarang shalat dan tidak bisa ngaji.


Catatan..

الصرف أم العلوم والنحو أبوها

"Shorof adalah ibu dari ilmu-ilmu (agama) dan Nahwu adalah bapaknya."

Semoga..
#ombad

08 March 2019

DURRAH BINTI ABU LAHAB

Abu Lahab (Abdul al-Uzza bin 'Abdul Mutthalib) adalah pamannya Rasulullah SAW dan ia terkenal karena perangainya yang buruk terhadap kemenakannya. Allah SWT mencantumkan kisah buruk Abu Jahal dan istrinya dalam satu surah khusus yaitu al-Lahab.

Tetapi anak ceweknya, Durrah binti Abu Lahab, memutuskan ikut sepupunya, ikut Islam, dan ia pun ikut hijrah ke Madinah, jadi Muhajirin.

Durrah pun sampai di rumah Rafi bin Mu'alla di Madinah. Setelah orang mengetahui bahwa Durrah itu anaknya Abu Lahab, beberapa wanita dari Bani Zuraiq mengejek, membully dan mencelanya karena kelakuan kedua orang tuanya. Salah satu bully-an yg sangat menusuk hatinya : "Imanmu tidak akan diterima oleh Allah, sebab Bapakmu itu Kafirnya di-nash oleh Qur'an."

Durrah pun sedih, lalu melaporkannya perkataan bully-an itu kepada sepupunya, yaitu Rasulullah SAW.

Rasululah SAW memerintahkan Durrah duduk sejenak.

Lalu setelah Rasulullah SAW mengimami shalat Dzuhur, Beliau pun duduk di atas mimbar dan berkata,

"Wahai orang-orang, mengapa aku diganggu atas keluargaku...? Demi Allah, sungguh Syafaatku akan diperoleh kerabatku, bahkan Shada, Hakam, dan Salhab pun akan memperolehnya pada hari kiamat."

Setelah kejadian itu, para Sahabat memberikan toleransi setiap shalat jamaah, saat Durroh menjadi makmum, maka Imam shalat tidak membaca surat "Tabbat yadaa Abi Lahab..". 

Pertanyaannya..

- Saat para Sahabat tidak mau membaca surat tersebut karena ada Durroh binti Abu Lahab.. apakah bisa dikatakan menghilangkan surat Al-Lahab..?

- Sudah paham kah bahwa ini dilakukan untuk menghormati supaya Durrah binti Abu Lahab tidak tersinggung dan sakit hatinya..?

Memang.. berpikir panjang itu berat.. biar NU saja.. :)

**
Durrah binti Abu Lahab ini banyak meriwayatkan hadist dari Rasulullah SAW. 

Salah satunya, dalam sebuah hadist yg diriwayatkan Imam Ahmad ra, Durrah binti Abu Lahab bercerita,

"Aku sedang berada di rumah Aisyah. Tiba-tiba Rasulullah SAW datang seraya bersabda, ‘Beri aku air wudhu..’
Kemudian, aku dan 'Aisyah segera mengambil kendi, Aisyah kalah cepat dariku. Aku berikan kendi kepada Beliau. Beliau mengarahkan pandangannya kepadaku dengan bersabda, ‘Engkau dariku dan aku dari engkau'..."

Semoga..
#ombad #NU

07 March 2019

MUADZIN BERSUARA JELEK

Agama dan tujuan beragama itu indah serta penuh kasih sayang, maka begitupun seharusnya yg keluar dari mulut dalam melakukan dakwah bil-hikmah.

Maulana Jalaludin Rumi ra. dalam kitabnya Matsnawi-e Maknawi menganalogikannya dengan kisah berikut, mudah-mudahan bisa diambil hikmahnya.

**

Dahulu, di sebuah negeri antah berantah, ada seorang Muadzin yang bersuara jelek. Setiap hari ia memanggil orang untuk Shalat. Orang-orang memberi nasihat kepadanya,

“Berhentilah kamu memanggil orang untuk Shalat dengan suara burukmu itu. Negeri tempat di mana kita hidup mayoritas bukan beragama Islam. Bukan tidak mungkin, suara kamu akan menciptakan kerusuhan dan melahirkan pertengkaran antara kita dan orang-orang non Muslim.”

Tetapi Muadzin itu menolak nasehat banyak orang. Ia justru bahagia dengan mengumandangkan Adzannya dengan suara buruknya itu. Baginya, melantunkan Adzan untuk memanggil orang Shalat di negeri dimana orang tak pernah shalat adalah sebuah kehormatan.

Suatu pagi, seorang Pendeta dengan sikap yang bersahabat datang menemui jamaah kaum Muslimin.

Di tangannya ada jubah, lilin dan manisan. Berulang-ulang ia bertanya,

“Beritahu aku di mana Muadzin itu..? Tunjukkan padaku siapa dia, Muadzin yang suara dan teriakannya selalu membuat hatiku bahagia."

Seorang Muslim bertanya, “Kebahagiaan macam apa yang kau peroleh dari suara jelek Muadzin itu..?”

Pendeta itu kemudian bercerita,

“Suara Muadzin itu masuk menembus sela-sela dinding gereja tempat aku dan keluargaku tinggal. Anak perempuanku yang jelita dan berbudi pekerti ingin sekali menikah dengan seorang Mukmin sejati. Aku menolak keinginannya itu. Akhirnya ia pun jatuh sakit. Kecintaannya kepada Islam sudah mulai tumbuh mengakar dalam hatinya. Memikirkan anak gadisku itu membuatku tersiksa, gelisah, dan menderita kerisauan terus-menerus. Aku khawatir dia akan masuk Islam dan aku berpikir tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya.”

Sampai suatu ketika, ia mendengar suara adzan itu. Ia mengatakan, "Sungguh suara ini menusuk telingaku.."

Saudara perempuannya menjawab,

“Suara itu namanya Adzan, panggilan beribadah untuk orang-orang Islam, bagi seorang yang beriman."

Tiba-tiba wajahnya berubah pucat pasi. Kecintaannya pada Islam sirna berubah menjadi keragu-raguan.

Menyaksikan perubahan itu, aku merasa dilepaskan dari cengkraman kecemasan.

Tadi malam aku tidur dengan nyenyak. Dan kenikmatan serta kesenangan yang kuperoleh berkat suara Adzan yang dikumandangkan Muadzin itu.”

Pendeta itu melanjutkan, “Bawalah aku kepada Muadzin itu. Aku ingin memberikan semua hadiah ini.”

Ketika Pendeta itu bertemu dengan si Muadzin, dia berkata, “Mohon terimalah hadiah ini. Sungguh kau telah menjadi pelindung dan juru selamatku." 

Jalaludin Rumi berkata,

"Keimananmu wahai Muslim, hanyalah Kemunafikan dan Kepalsuan. Seperti ajakan Muadzin itu, yang dimaksudkan untuk membawa orang pada jalan Kebenaran, malah mencegah orang dari jalan yang lurus.

Kesalehan seperti Muadzin itu, ia mengira melaksanakan perintah agama, padahal ia menuang racun pada iman.

Ia mengambil bungkusnya dan mencampakkan hakikatnya.

Kesetiaannya pada teks-teks Syariat mengabaikannya dari ajaran dan tujuan agama yg sebenarnya."


Semoga...
#ombad #tasawuf #rumi

05 March 2019

TERJEGALNYA LAPAK TAKFIRI

Keputusan Bahtsul Masail NU itu membuat susah karena Lapak Takfiri untuk jualan "kafir" dan "munafik" menjadi sulit laku, padahal mereka sudah berusaha terus-menerus membangun dan menggiring opini dari awal bahwa yg berbeda dengan mereka itu identik "munafik".

Sampai-sampai merembet ke urusan politik, dimana semua Ulama yg dukung Jokowi itu identik dengan "munafik" yg menjual agamanya, ditambah alasan karena banyaknya "kafir" pendukungnya. Opini yg dibangun mereka lewat dalil "Ulama yang mendekati penguasa".

Dan sebaliknya, Ulama yg sejalan dengan "keinginan" mereka dianggap sebagai Ulama yg berada pada Jalan Yang Lurus, Beriman serta Kaffah, meski kualitas dan sanad keilmuannya patut dipertanyakan atau abal-abal. Itu makanya NU banyak difitnah, termasuk para kyai nya juga.

Upaya memahami ilmu yg seharusnya bisa dalam kondisi "bening" serta objektif, dan bukannya dijadikan pemenuhan kepuasan subjektifnya, hanya didasari keinginan, selera serta Crocbrainnya, atau kata lain hanya untuk pemenuhan Hawa Nafsunya.

Jadi agar pemenuhan hawa nafsunya mengecil, coba lakukan kebalikannya seperti ini :

- Jika tidak suka NU, coba sekali-kali gali keilmuan NU yg tidak ingin anda ketahui tersebut.

- Jika tidak suka China, cobalah pelajari budaya china, effort kerja orang china, dsb.

- Jika tidak suka Yahudi, cobalah jalan-jalan ke Israel atau berteman dengan Yahudi.

Dan galilah ilmunya kenapa mereka bisa maju dan berkembang, kecuali anda keukeuh dalam kesalah-pahaman dan tetap pingin eksis demi memuaskan ego.

 
Jika masih keukeuh tidak mau menambah ilmu dan pemahaman, mungkin lama-kelamaan anda akan meniru para alay yg mabok agama, dimana ulama sekelas Mufassir aja bisa dianggap bodoh oleh seorang alay bermodal copas, forward WA ataupun google. Dan karena tidak paham konteks, para alay ini pun terbutakan oleh kulit atau bungkusnya.

Hasilnya mungkin tidak akan mengubah pilihan tapi setidaknya anda akan "meredam" ego diri dan hawa nafsu sendiri, sehingga tidak akan menyeret-nyeret masalah keimanan serta justifikasi takfiri ke dalam urusan politik kekuasaan, karena memahami bahwa hal seperti itu adalah perbuatan Setan yg bisa mengakibatkan peluang permusuhan makin membesar.

Dampak paling kotor dari "mengukur" kualitas Iman berdasarkan persangkaan yg dibandingkan dengan "merasa paling beriman" dalam dirinya ini akhirnya muncul diskon besar-besaran Program Automunafik, bahkan Autokafir kepada yg berbeda pilihan dengan dirinya.

Itulah kenapa, jika ada yg dukung Jokowi akan muncul opini jadi "munafik", karena beda pilihan dengan mereka yg merasa sebagai kaum beriman, ataupun sebaliknya.

Pola seperti ini makin membesar, merembet ke mana-mana dan semakin mem-polarisasi. Coba lihat jejak digital, dulu saja yg dukung Ahok pun mendadak jadi munafik, sampai yg dukung Bashir Assad (presiden Suriah) yg sedang melawan pemberontakan ISIS pun mendadak jadi munafik bahkan kafir.

Dalam politik yg menghalalkan segala cara, pola giring opini seperti ini akan terus-menerus dilakukan. Rumus Propaganda Hypnosis Massal karya Joseph Goebbels (1897-1945) akan terus didengungkan, "Buatlah kebohongan yg sederhana, ucapkan berulang-ulang dan orang-orang akan mempercayainya" atau dengan kata lain "Kebohongan yang diulang terus-menerus bisa diterima sebagai Kebenaran".

Masih banyak tanda-tanda "munafik" dan "kafir" lainnya yg akan dimunculkan panjual Lapak Takfiri seiring makin bertambahnya kreativitas mereka dalam menggoreng hoax, fitnah, isu dan opini.

Mudah-mudahan bisa paham kenapa ada yg bikin strategi giring opini serta apa tujuannya. Dan itulah kenapa Bahtsul Masail NU berpikir panjang serta membuat Keputusan yg manfaatnya beberapa langkah di depan dan berjangka panjang.

Semoga...
#ombad #NU

03 March 2019

PIAGAM MADINAH

Piagam Madinah digadang-gadang sebagai "The First Written Constitution in The World". Piagam ini berisi 47 pasal yg mengatur penataan kehidupan masyarakat kota Madinah yg beragam suku dan agamanya.

Dalam Piagam Madinah, Rasulullah SAW menjamin kebebasan beragama antara Muslim, Yahudi dan keyakinan lainnya. Dan dalam komitmen satu komunitas atau kebangsaan, menjadi sah diperangi bukan karena mereka Non Muslim tetapi karena "al-Harabah" atau "Harbi" yaitu yg melakukan Penyerangan (kepada bangsa yg dikomitmenkan).

Beberapa point dari Piagam Madinah :

- Kaum Mukmin berjuang bersama sebagai Satu Umat, boleh tetap berada dalam kebiasaan mereka yaitu tolong-menolong dalam membayar diat atau tebusan tawanan dengan cara baik dan adil, serta saling bantu-membantu.

- Kaum Mukmin yg bertaqwa harus menentang orang yg zhalim di antara mereka. Kekuatan bersatu dalam menentang yg zhalim, meskipun org yg zhalim adalah anak dari salah seorang di antara mereka.

- Orang Yahudi yg mengikuti kaum Mukmin berhak dapat pertolongan dan santunan, selama tidak zhalim dan khianat.

- Kaum Yahudi memikul biaya bersama Mukminin selama dalam peperangan.

- Kaum Yahudi (Bani ‘Auf, dsb) adalah satu umat dengan Mukminin. Kaum Yahudi berhak atas agama, budak-budak dan jiwa-jiwa mereka.

- Muslimin dan Yahudi harus saling membantu dalam menghadapi orang yg memusuhi Piagam ini, saling memberi nasehat serta membela pihak yg terzhalimi.

- Jika ada peristiwa atau perselisihan di antara pendukung Piagam ini, penyelesaiannya menurut Allah SWT dan Muhammad SAW.

Dan yg harus digarisbawahi, sekarang ini di Indonesia, sebutan "Kafir" itu banyak dipakai untuk melontarkan Kebencian dan ini sangat berbahaya dalam Persatuan dan Kebangsaan.

Itulah kenapa, dalam tinjauan wawasan Kebangsaan, Rasulullah SAW pun tidak mencantumkan kata "Kafir" pada Piagam Madinah kepada warganya yg Non Muslim, karena adanya komitmen Persatuan dan Kebangsaan.


Semoga..
#ombad #NU