Keputusan Bahtsul Masail NU itu membuat susah karena Lapak Takfiri untuk jualan "kafir" dan "munafik" menjadi sulit laku, padahal mereka sudah berusaha terus-menerus membangun dan menggiring opini dari awal bahwa yg berbeda dengan mereka itu identik "munafik".
Sampai-sampai merembet ke urusan politik, dimana semua Ulama yg dukung Jokowi itu identik dengan "munafik" yg menjual agamanya, ditambah alasan karena banyaknya "kafir" pendukungnya. Opini yg dibangun mereka lewat dalil "Ulama yang mendekati penguasa".
Dan sebaliknya, Ulama yg sejalan dengan "keinginan" mereka dianggap sebagai Ulama yg berada pada Jalan Yang Lurus, Beriman serta Kaffah, meski kualitas dan sanad keilmuannya patut dipertanyakan atau abal-abal. Itu makanya NU banyak difitnah, termasuk para kyai nya juga.
Upaya memahami ilmu yg seharusnya bisa dalam kondisi "bening" serta objektif, dan bukannya dijadikan pemenuhan kepuasan subjektifnya, hanya didasari keinginan, selera serta Crocbrainnya, atau kata lain hanya untuk pemenuhan Hawa Nafsunya.
Jadi agar pemenuhan hawa nafsunya mengecil, coba lakukan kebalikannya seperti ini :
- Jika tidak suka NU, coba sekali-kali gali keilmuan NU yg tidak ingin anda ketahui tersebut.
- Jika tidak suka China, cobalah pelajari budaya china, effort kerja orang china, dsb.
- Jika tidak suka Yahudi, cobalah jalan-jalan ke Israel atau berteman dengan Yahudi.
Dan galilah ilmunya kenapa mereka bisa maju dan berkembang, kecuali anda keukeuh dalam kesalah-pahaman dan tetap pingin eksis demi memuaskan ego.
Jika masih keukeuh tidak mau menambah ilmu dan pemahaman, mungkin lama-kelamaan anda akan meniru para alay yg mabok agama, dimana ulama sekelas Mufassir aja bisa dianggap bodoh oleh seorang alay bermodal copas, forward WA ataupun google. Dan karena tidak paham konteks, para alay ini pun terbutakan oleh kulit atau bungkusnya.
Hasilnya mungkin tidak akan mengubah pilihan tapi setidaknya anda akan "meredam" ego diri dan hawa nafsu sendiri, sehingga tidak akan menyeret-nyeret masalah keimanan serta justifikasi takfiri ke dalam urusan politik kekuasaan, karena memahami bahwa hal seperti itu adalah perbuatan Setan yg bisa mengakibatkan peluang permusuhan makin membesar.
Dampak paling kotor dari "mengukur" kualitas Iman berdasarkan persangkaan yg dibandingkan dengan "merasa paling beriman" dalam dirinya ini akhirnya muncul diskon besar-besaran Program Automunafik, bahkan Autokafir kepada yg berbeda pilihan dengan dirinya.
Itulah kenapa, jika ada yg dukung Jokowi akan muncul opini jadi "munafik", karena beda pilihan dengan mereka yg merasa sebagai kaum beriman, ataupun sebaliknya.
Pola seperti ini makin membesar, merembet ke mana-mana dan semakin mem-polarisasi. Coba lihat jejak digital, dulu saja yg dukung Ahok pun mendadak jadi munafik, sampai yg dukung Bashir Assad (presiden Suriah) yg sedang melawan pemberontakan ISIS pun mendadak jadi munafik bahkan kafir.
Dalam politik yg menghalalkan segala cara, pola giring opini seperti ini akan terus-menerus dilakukan. Rumus Propaganda Hypnosis Massal karya Joseph Goebbels (1897-1945) akan terus didengungkan, "Buatlah kebohongan yg sederhana, ucapkan berulang-ulang dan orang-orang akan mempercayainya" atau dengan kata lain "Kebohongan yang diulang terus-menerus bisa diterima sebagai Kebenaran".
Masih banyak tanda-tanda "munafik" dan "kafir" lainnya yg akan dimunculkan panjual Lapak Takfiri seiring makin bertambahnya kreativitas mereka dalam menggoreng hoax, fitnah, isu dan opini.
Mudah-mudahan bisa paham kenapa ada yg bikin strategi giring opini serta apa tujuannya. Dan itulah kenapa Bahtsul Masail NU berpikir panjang serta membuat Keputusan yg manfaatnya beberapa langkah di depan dan berjangka panjang.
Semoga...
#ombad #NU