29 November 2017

SILAU ATAU GELAP...?

Memang sulit untuk bisa memilih dan memastikan satu yg "benar" diantara banyaknya "salah" yg terserak sedangkan di sekelilingnya diliputi cahaya yg menyilaukan.

Hati yg diberi petunjuk Sang Pemilik Cahaya yg bisa membeningkan pandangannya.

Begitupun, sedemikian sulitnya untuk bisa memilih dan memastikan satu yg "benar" diantara banyaknya "salah" yg terserak sedangkan di sekelilingnya diliputi Kegelapan yg pekat.

Hati yg diberi petunjuk Sang Pemilik Cahaya yg bisa menyingkap hijab-hijab kegelapan.

Dan sang waktu akan membuktikannya, karena "benar" itu menembus ruang dan waktu, tidak seperti "salah" yg lebih mudah tertangkap dalam satu ruang dan waktu, juga mudah membuat kebanyakan manusia terlena mengikutinya.

"Hidupnya Hati adalah ilmu, galilah ia. Matinya Hati adalah bodoh, jauhilah ia. Bekal yg baik adalah Taqwa, maka berbekallah dengan taqwa. Cukup bagimu apa yg kunasihatkan. Jadikanlah ia sebagai nasihat. Ridha Allah adalah Allah memberikan Qurbahnya kepada hamba-Nya tanpa melirik kepada Derajat." (Imam Ghazali ra.)


Semoga....
#ombad #tasawuf

28 November 2017

KHUSYU'..?!

Sebatang teman berkata tentang shalatnya yg menurutnya sangat khusyu'.. dan sy jawab gini aja :

Ketika pada suatu shalat merasa enak, tenang, fokus, konsentrasi atau apapun yg nikmat-nikmat itu belum tentu disebut Khusyu', karena Khusyu' itu lebih ke aspek "tujuan dari ibadah" yg berhubungan dengan peningkatan kualitas diri.

Jika ditinjau secara bahasa, Khusyu' yg berasal dari kata Khosya'a ini mempunyai makna : Kerendahan hati, Kelembutan hati, Kesederhanaan, dan Ketaatan. Artinya ada dua hal yg harus digarisbawahi :

- Sudahkah shalat yg dilakukan selama ini merubah hati menjadi lebih lembut, lebih rendah hati..?

- Sudahkah shalat yg dilakukan selama ini meningkatkan "Ketaatan" dan "Kepasrahan kepada Allah", yg ujungnya bisa "mencegah perbuatan keji dan munkar"..?

Jika dua parameter di atas belum terpenuhi, artinya anda memang shalat, tapi senikmat apapun yg dirasakan dalam shalat anda, tidak bisa disebut Khusyu' shalatnya jika tidak berkorelasi dengan peningkatan kualitas hati, atau dengan kata lain, tidak bisa mengurangi penyakit-penyakit hati. Memang anda melakukan kewajiban, tetapi kewajiban yg dilakukan belum membuahkan tujuan.

Yang dimaksud dengan kekhusyu’an di situ adalah kekhusyu’an hati.” ('Ali bin Abi Thalib kw.)

Itu makanya, secara istilah pun, Khusyu’ itu sangat berhubungan dengan kelembutan hati dan ketenangan kalbu, dimana hal tersebut berfungsi untuk menghindari keinginan keji dan munkar yg bersumber dari hawa nafsu hewani, serta akhirnya berhubungan dengan kualitas ketaatan dan kepasrahan di hadapan Allah, sehingga bisa melenyapkan keangkuhan, kesombongan, sikap merasa benar dan tinggi hati.

Jadi, melihat Khusyu' atau tidaknya seseorang ketika shalat, harus dilihat secara keseluruhan, tidak shalat per shalat saja, karena Khusyu' nya shalat itu terintegrasi dengan proses "mi'raj" nya kalbu sampai mendapat predikat "Mukmin" menurut Allah, dan bukan menurut manusia.

"Shalat itu mi'raj orang Mukmin." (Hadist)

".. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yg lain).." (QS. Al-'Ankabut: 45)

Selanjutnya, ada yg bertanya lagi, Bagaimana supaya shalatnya Khusyu'..?

Sy jawab gini aja,

Shalatnya menghadap Allah & melihat Allah..

Kalau belum bisa, shalatnya menghadap Allah & ingat Allah.

Kalau belum bisa, shalatnya menghadap Allah & menghadirkan hati agar ingat Allah.

Kalau belum bisa, shalatnya menghadap Allah & memahami teknis, rukun dan bacaannya.

Kalau belum bisa, shalatnya menghadap Allah & semampunya saja.

Nah karena (sy jg) merasa shalatnya kurang, tambahin amal saja sesudahnya pakai dzikir, dan memperbanyak dzikir.


Semoga...
#ombad #tasawuf #khusyu

27 November 2017

TITIK KESEIMBANGAN

TITIK KESEIMBANGAN dari setiap individu itu bisa berbeda, sulit dicapai dan perlu 'dikejar' terus-menerus. Keseimbangan dalam dua hal ; fisik-nonfisik, lahiriah-batiniah, eksplisit-implisit, tersurat-tersirat, logika-rasa, otak kiri (IQ)-otak kanan (EQ), transedental-horizontal, hablum minallaah-hablum minannaas, dsb.

Tetapi, kadang ada orang yg menetapkan titik keseimbangan menurut ukuran/kadar yg hanya diyakini sebagai kebenarannya sendiri, menetapkan secara membabi-buta seakan kebenaran dirinya adalah yg paling absolut, paling benar. Mereka menetapkan titik keseimbangannya tsb dengan sangat kaku, lalu memaksakan dirinya dan orang-orang di sekitarnya untuk mencapainya, menolak habis dan secara total kadar/ukuran dari yg lain, yg berbeda dengan dirinya atau kelompoknya.

Jika hal seperti ini keukeuh dilakukan maka ujungnya akan selalu menghasilkan konflik internal (bahkan jg konflik dengan eksternal), pembenaran-pembenaran, penyangkalan-penyangkalan, dan kegalauan diri sendiri. Penyakit hati.

Artinya,

Kepandaian itu berhubungan dengan Tahu Batas,

Kebijakan itu berhubungan Waktu dan Prioritas,

Jika kita selalu merasa lebih besar & lebih benar itu namanya orang yg sombong, seindah apapun itu dituangkan dalam ucapan dan kata-kata.

#Dan
Manusia itu banyak yg memperebutkan Merasa Tau, bukan Pengetahuan.
Manusia itu banyak yg memperebutkan Pembenaran, bukan Kebenaran.

"Jelema mah loloba na marebutkeun bebeneran, lain nu Bener."

Semoga....
#ombad #tasawuf