20 January 2018

IDEOLOGI...?

Dalam sejarah Indonesia, pernah ada beberapa gerakan yg berhubungan dgn ideologi agama (Islam), dan Pemimpin gerakannya pun bisa dibilang termasuk seorang ulama (kyai, ustadz), yaitu:

- Gerakan DI/TII Kartosuwiryo, 1949, Jawa Barat.
- Gerakan DI/TII Amir Fatah, 1949, Jawa Tengah (Brebes, Tegal).
- Gerakan DI/TII Kyai Somolangu, Kebumen.
- Gerakan DI/TII Ibnu Hajar, 1950, Kalimantan Selatan.
- Gerakan DI/TII Kahar Muzakar, 1952, Sulawesi Selatan.
- Gerakan DI/TII Tengku Daud Beureuh, 1953, Aceh.

Menurut sy, gerakan² ini hancur karena beberapa hal, diantaranya:

- Kurangnya kesiapan dan kematangan ideologi,
- Tidak bisa selaras (kohesi) dengan kelompok muslim yg lain, baik dari segi pemikiran maupun cara perjuangan politiknya,
- Tidak bisa kooperatif dengan pemegang kekuasaan negara.

Perlu dipahami, sepeninggal Rasulullah SAW, keempat khalifah masih disebut Khalifah Rasyidin, karena penggunaan nama Islam masih bersifat Monolitik. Dan konteksnya, mereka adalah "utusan Rasulullah". Tetapi pasca perang antara sayyidina 'Ali dengan Mu'awiyah, penggunaan nama Islam pun jadi bersifat Pluralistik.

Sejak itu, sangat sulit (mungkin mustahil) untuk menisbahkan suatu gerakan politik atas nama Islam bisa diterima oleh semua umat, karena timbulnya kelompok² dalam tubuh umat Islam. Pengelompokan ini merupakan konsekuensi dari tumbuh-kembangnya ragam penafsiran tentang Islam di tengah² umatnya.

Artinya setiap orang ataupun kelompok muslim merasa berhak dalam menggunakan nama "Islam" untuk menamai pemikiran ataupun perjuangan politiknya. Tapi sebagian kelompok lainpun berhak menolak karena perbedaan pemikiran dan cara berjuangnya. Itu kenapa sulit bersatu, selalu ada pro-kontra, dan ujungnya kepentingan masing² kelompok.

Jadi kalau berkaca dari sejarah suatu gerakan atas nama Ideologi Agama, hal terpenting yg harus dibangun adalah SDM nya, dan ini membutuhkan waktu yg sangat lama, generasi demi generasi. Fokusnya bukan bagaimana suatu sistem negara, tetapi bagaimana kualitas SDM ketika mengolah sistem tersebut. Dalam hal ini, NU bisa dijadikan contoh rujukan dalam hal pendidikan.

Kualitas SDM ini tentunya berkaca dari akhlak Rasulullah SAW. Dengan kata lain, gerakan² dengan alasan ideologi agama pun, jika elemen²nya tidak mencerminkan akhlak Rasulullah (dalam konteks kepentingan semua umat dan bukan kelompok), maka akan menimbulkan gesekan (internal) dengan kelompok² yg lain ataupun dengan pemerintah. Dan seiring waktu, gerakan tersebut akan pudar/musnah dengan sendirinya, meskipun jumlah pendukungnya jutaan. Contoh yg masih hangat adalah IS atau ISIS.

Dan mari kita lihat, apakah gerakan² yg ada sekarang di negara kita tercinta ini, kepentingannya benar² mencerminkan akhlak Rasulullah SAW atau tidak...?

Pertanyaannya..
Kalau sering ribut, bikin masalah dan sengketa/perang terus, kapan ada waktu untuk mendidik dan meningkatkan kualitas SDM nya ya...? Bukankah visi Islam itu menumpas Kebodohan, dan bukan menumpas orangnya.


Semoga....
#ombad

MAKSIAT ATAU MUNKAR

Kaidah:

- Amar Ma'ruf dengan cara Ma'ruf, dan Nahi Munkar pun dengan cara Ma'ruf.

- Mencegah kemungkaran haruslah dijalankan dengan cara yg tidak munkar.

Harus dibedakan antara MUNKAR dengan MAKSIAT.

Secara bahasa, kata MA'RUF dan MUNKAR itu berhubungan erat dengan masalah Kemasyarakatan atau Publik, dimana ada kaitannya dengan Moralitas, Etika Sosial atau Etika Publik. Jadi, sangat erat hubungannya dengan Urf (adat kebiasaan yg baik) yg terbentuk berdasarkan kearifan budaya setempat (local wisdom).

Sedangkan MAKSIAT itu "lebih privasi" dan sepenuhnya menjadi urusan pribadi si pelaku dengan Tuhan, pelakunya sendiri yg menanggung dosanya.

Jadi,

MAKSIAT : keburukan hanya untuk dirinya, misalnya, minum arak di kamar.

MUNKAR : keburukan untuk dirinya + publik, misalnya : dagang arak.

Artinya, Nahi Munkar itu berhubungan dengan proses mengurangi dosa-dosa sosial yg mengancam kemaslahatan publik/umum, dimana sifatnya lebih umum dan berhubungan dengan tatakelola masyarakat atau negara.

Itulah kenapa ketika melakukan Amar Ma'ruf Nahi Munkar, setiap individu harus punya landasan dalam hal Kemaslahatan Umum, Kebaikan dan Kebermanfaatan bagi semua umat manusia, dan tidak serta merta "tabrak" sana "tabrak" sini, mirip orang mabok yg sedang mengantar makanan buat tetangganya yg sakit.

Pertanyaannya...

Kenapa di masa pemerintahan sayyidina Abu Bakar Shiddiq ra, orang yg tidak bayar zakat diperangi (catat, diperangi ya bukan dibunuh). Apakah aspeknya lebih ke "dosa pribadi" atau "kemashlahatan umum" ...?

Semoga....
#ombad #tasawuf

19 January 2018

PERSEPSI. FIXED OR GROWTH MINDSET ?

Pagi itu, sepasang suami istri hanya berdua saja di rumah karena anak²nya sudah berangkat sekolah.

Suami: "Mah...Papah pingin GITUAN yg kayak minggu kemarin... wuenak banget...!"

Istri: "Ihh, bosen ahh... Mamah tahu tempat paling enak buat GITUAN dan banyak orang pada GITUAN di sana... harganya pun lebih murah. Paling kalo kita GITUAN dua kali mah bayarnya gak sampe 300 ribu..."

Suami: "Tapi bagian Mamah ya, biar ANU-nya Papah awet..."

******
Mari kita bahas....

Hampir semua memaknai "gituan" dan "anu" ... sama ya...? :D

Itulah Presepsi, dengan secepat kilat membentuk pikiran, lalu menyimpulkannya, dan akhirnya terbayanglah (sesuatu yg aduhai). Kenapa?

Karena persepsi terhadap sesuatu itu tidak bisa terlepas dari pengalaman sensoris terdahulu, suatu memori. Jadi kalau pengalaman itu sering muncul, maka reaksi pembentukan pikiran di otak pun begitu, "lalu lintas komunikasi" nya akan sesuai data yg udah nongkrong di memori, dan jadilah pola berpikir. Dan jenis dari pola berpikirnya ini dipengaruhi faktor kebiasaan, seperti halnya suatu kebiasaan melewati rute tertentu ketika berangkat kerja.
 
Ada tiga faktor penting yg mempengaruhi Persepsi yaitu :
- Pengetahuan (knowledge),
- Harapan (expectations), dan
- Penilaian (evaluation).

Nah lhoo.... Berarti kalau kata "gituan" di atas dimaknai "indehoy", maka anda sekalian punya "harapan" seperti yg dipersepsikan, dan mungkin karena telah berulang kali mengalaminya... Hayoo ngaku... ngeres aja...! :D

Padahal maksud obrolan suami istri itu:
- Gituan = Makan.
- Anu = Kartu kredit.

Duuhh... gara² memori yg nemplok di pikiran, jadi aja mempresepsikan salah dari kata yg tidak bersalah, yaitu : "Gituan" dan "Anu"... :D

Apakah masalah presepsi seperti ini ikut mempengaruhi objektivitas "penilaian" dalam urusan politik...? Silahkan tanyakan ke diri sendiri.

Btw...
Selamat Gituan ya... jangan sering digesekin Anu-nya, ntar jebol lho... 😍


Semoga....
#ombad

MURSYID

"... Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang Wali Mursyid." (QS. al-Kahfi : 17)

"Barangsiapa yang tidak mempunyai Mursyid, maka Setanlah yang akan menjadi gurunya." (Imam Malik ra.)

"Jika seseorang berjalan tanpa Mursyid, dia akan tersesat. Dia akan menghabiskan umurnya tanpa mencapai apa yang diharapkan." (Ibnu Athaillah ra.)

Dalam Tasawuf, para Salik yg berjalan tanpa bimbingan ruhani dari Mursyid, tidak akan atau sulit untuk membedakan mana bisikan-bisikan lembut (Hawathif) yg datang dari Allah melalui malaikat, dan mana yg dari setan atau jin.
Artinya, tanpa Mursyid sulit untuk Sampai kepada Allah (Wushul).

Dalam kitab al-Mafaakhirul ‘Aliyah, karya Ahmad bin Muhammad bin ‘Ayyad, ditegaskan, -- dengan mengutip ungkapan Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily ra, -- bahwa syarat-syarat seorang Syeikh atau Mursyid yg layak (minimal) ada lima:

1. Memiliki sentuhan rasa ruhani yang jelas dan tegas.
2. Memiliki pengetahuan yang benar.
3. Memiliki cita (himmah) yang luhur.
4. Memiliki perilaku ruhani yang diridhai.
5. Memiliki matahati yg tajam untuk menunjukkan jalan Ilahi.

Sebaliknya kemursyidan seseorang gugur manakala melakukan salah satu tindakan berikut:

1. Bodoh terhadap ajaran agama.
2. Mengabaikan kehormatan umat Islam.
3. Melakukan hal-hal yang tidak berguna.
4. Mengikuti selera hawa nafsu dalam segala tindakan.
5. Berakhlak buruk tanpa peduli dengan perilakunya.

Syeikh Abu Madyan ra. menyatakan, siapa pun yang mengaku dirinya mencapai tahap ruhani dalam perilakunya di hadapan Allah SWT, lalu muncul salah satu dari lima karakter di bawah ini, maka, orang ini adalah seorang Pendusta Ruhani :

1. Membiarkan dirinya dalam kemaksiatan.
2. Mempermainkan taat kepada Allah.
3. Tamak terhadap sesama makhluk.
4. Kontra terhadap Ahlullaah.
5. Tidak menghormati sesama umat Islam sebagaimana diperintahkan Allah SWT.

Mursyid itu :

1. Syaikh al-Iradah, yaitu tingkat tertinggi dalam thareqat yg iradahnya (kehendaknya) telah bercampur dan bergabung dengan hukum tuhan, sehingga dari Syaikh itu atau atas pengaruhnya orang yg meminta petunjuk menyerahkan jiwa dan raganya secara total.

2. Syaikh al-Iqtida’, yaitu guru yg tindak tanduknya sebaiknya ditiru oleh murid, demikian pula perkataan dan perbuatannya.

3. Syaikh at-Tabarruk, yaitu guru yg selalu dikunjungi oleh orang-orang yg meminta petunjuk, sehingga berkahnya melimpah kepada mereka.

4. Syaikh al-Intisab, yaitu guru yg atas campur-tangan dan sifat ke-bapak-annya, maka orang yg meminta petunjuknya akan beruntung, lantaran bergantung kepadanya. 

5. Syaikh at-Talqin, yaitu guru ruhani yg mengajar setiap individu anggota thariqat dengan berbagai do’a atau wirid yg selalu harus diulang-ulang.

6. Syaikh at-Tarbiyah, yaitu guru yg melaksanakan urusan-urusan para pemula dari pengamal thariqat.


علمناهذا مقيد بالكتاب والسنة فمن لم يقرأ القران ولم يكتب الحديث ولم يجالس العلماء لايقتدى به فى هذا لشأن


Ilmu kita ini (tarekat) terikat oleh al-Qur'an dan as-Sunnah. Siapa saja yang belum belajar al-Qur'an dan as-Sunnah dan tidak pula pernah duduk di depan para Ulama (untuk menuntut ilmu) orang tersebut tidak boleh diikuti di dalam tingkah laku tarekat ini.” (Syeikh Abu Qasim Junaidi ra.)


ومن شرائط الشيخ ان يكون عالما بالاوامر الشرعية عاملا بهاواقفا على اداب الطريقة سالكا فيهاكاملا فى عرفان الحقيقة وواصلا اليهاومحرصا عن جميع ذلك


Diantara syarat guru Tarekat adalah alim atas perintah-perintah Syara`, mengamalkannya, tegak di atas Adab-adab tarekat serta berjalan di dalamnya, sempurna pengetahuannya tentang Hakekat dan sampai pada hakekat itu serta IKHLAS dalam semua hal tsb." (Syeikh Hasyim Asy'ari ra.)

"Buruk sekali bagi orang yg belum belajar ilmu-ilmu. Belum mengetahui yg Maujud dan Ma'dum. Tidak pula mengerti hukum Islam. Tidak pula mengetahui seluruh hukum-hukum. Juga tidak tentang ketetapan, ilmu Ushuluddin dan Nahwu. Demikian pula tidak mengetahui ilmu al-Qur'an, Pidana dan Burhan. Dan tidak pula mendayakan ilmu Hal. Dan juga tidak mengerti tentang martabat para guru. Serta tidak mengetahui rahasia ilmu Nasakh dan Mansukh. Sungguh buruk sekali orang demikian itu apabila ia menduduki martabat para Syeikh." (Syeikh Ahmad at-Tajibi ra., kitab Mabaahisul Ashliyah)

Syeikh Hasyim Asy`ari mengatakan, betapa buruk gambaran seseorang yg mengaku menjadi guru tarekat, sementara belum mendalami semua ilmu sebagaimana tsb di atas. Beliau menyarankan kepada kita, jika belum menemukan guru seperti kriteria yg telah disebutkan pada syarat di atas, maka seseorang boleh mencukupkan diri dgn mendalami kitab Sullam Taufiq, Safinah, Bidayah dan lainnya.


Semoga...
#ombad #tasawuf #mursyid

18 January 2018

TAUHID

Tauhid itu terbagi menjadi:

- Lubb (isi),
- Lubb al-Lubb (isinya isi),
- Qasyr al-Lubb (kulit isi), dan
- Qasyr al-Qasyr (kulitnya kulit),
seperti buah pala.

PERTAMA, keimanan terhadap ucapan semata merupakan Qasyr al-Qasyr, yaitu keimanan orang-orang munafik wal-‘iyadzu billah (al-Ghazali, Muhtasor Ihya Ulumuddin, 1999: 243).

KEDUA, membenarkan makna kalimat itu, yaitu keimanan kaum muslim pada umumnya.

KETIGA, menyaksikan hal itu melalui al-Kasyf. Ini merupakan maqam orang-orang yg didekatkan (al-Muqarrabin). Hal itu adalah dengan melihat berbagai sebab. Tetapi semuanya itu berasal dari yang Maha Esa dan Maha Perkasa.

KEEMPAT, tidak melihat kecuali satu, yaitu kesaksian orang-orang yg Benar (ash-Shiddiqin). Kaum sufi menyebutnya Fana dalam Tauhid. Ia tidak melihat dirinya karena dirinya lebur dalam Al-Haqq.

Inilah yang dimaksud dalam ucapan Abu Yazid,

Sebutan diriku melalaikanku."


Semoga...
#ombad #tasawuf

ABID + 'ARIF + 'AQIL + ASYIQ

Sejak dulu, bahkan sebelum si kakek buyut puber, banyak lelaki yg kepincut karena Matanya melihat lekukan indah pesona, sedangkan para wanita banyak yg kepincut karena Telinganya mendengar rayuan lidah buaya. Dan dari sinilah motto ini jadi legenda,

Motto lelaki : "Dari mata turun ke hati."
Motto wanita : "Dari telinga turun ke hati."

Nah, ini bisa jadi kunci pelet....ehh salah, maksudnya kunci mengenal diri...

Uraian di atas hanya aspek lahiriah saja, dan kadang bisa dipakai alat buat menipu lawan jenisnya, seperti kata lagu, "...wanita dijajah pria buat madu... namun kadang pria tak berdaya, tekuk lutut disundul ketek wanita..."

Hal ini berbeda dengan aspek spiritual/batiniah, dimana ketika terjadi proses transformasi kesadaran ke level yg lebih tinggi (berbanding lurus dengan keilmuan), output pertama yg terlihat dengan sendirinya akan berbeda pola :

Lelaki : Teduh (lemah lembut, rendah hati).
Wanita : Memancar (indah, inner beauty).

Artinya, walaupun awalnya merupakan cerminan sifat jalalullah (kuat, perkasa), pada lelaki itu peningkatan kualitas pola Yang/maskulinnya lebih ke dalam (mikrokosmik, detil, halus) dan "butuh" mendekati aspek Jamaliyah (indah, lembut). Teduh.

Begitupun sebaliknya, walaupun awalnya merupakan cerminan sifat jamaliah, pada wanita itu peningkatan kualitas pola Yin/femininnya lebih ke luar (makrokosmik) dan "butuh" mendekati aspek Jalaliyah. Memancar.

Ada hubungan aksi-reaksi, tarik-menarik antar keduanya, karena fitrah lelaki itu mencari kesempurnaan (kelengkapan), sedangkan fitrah wanita itu mencari sumber asalnya, seperti yg dikatakan Syeikh Ibn 'Arabi,

".... Adam cenderung kepada Hawa (sebagaimana dia cenderung kepada dirinya sendiri) karena Hawa adalah bagian dari dirinya, dan Hawa cenderung kepada Adam karena Adam adalah sumber (tempat asal) konfigurasinya..."

Sampai akhirnya, seiring waktu dan proses, cerminan kedua sifat ini akan sempurna/lengkap termanifestasikan, seperti halnya Adam dengan konteks Khalifah di muka bumi sebagai seorang Insan Kamil dimana dirinya telah sempurna dalam mengintegrasikan aspek : Abid, 'Arif, 'Aqil dan Asyiq. Dan itulah kenapa Iblispun disuruh sujud kepada Adam.

Semoga....
#ombad #tasawuf

15 January 2018

SYARIAT = THARIQAT = TASAWUF

Bisa dilihat, dalam postingan-postingan sy suka ada hashtag #tasawuf ... Itu bukan bermaksud lebay, tetapi sebagai pengingat ke diri sendiri aja. Karena esensi tasawuf itu mengolah dan mengarah ke dalam diri.

TASAWUF itu merupakan buah dari ber-Thariqah (tarekat), dan Thariqah itu buah dari ber-Syariat. Semuanya saling menyatu dan saling menguatkan. Tidak saling melemahkan dan meniadakan. Jadi, tiada Thariqah tanpa Syariat, serta tiada Tasawuf tanpa Thariqah dan Syariat.

Empat huruf dari kata TASHAWWUF (Ta-Shod-Wa-Fa), bisa dijadikan dasar untuk memahami apa itu Tasawuf, yaitu:

- Ta, adalah TAUBAT. Bertaubat itu sudah jelas ada rujukannya secara Syariat (Fiqh). Bisa dibilang Taubat itu merupakan pintu gerbang dalam proses ber-thariqah. Prosesnya: Taubat, Tawwab dan Inabah.

- Shod, adalah SHAFA (men-sucikan diri). Ada rujukannya secara Syariat tentang Tadzkiyatun Nafs (penyucian jiwa/nafs) dan Tashfiyatul Qulub (pembersihan hati/qalbu). Dan tahap ini pun tetap dalam koridor Syariat, walau bisa dikategorikan memasuki Thariqah. Banyak berdzikir, shalawat, istighfar, tafakur, dsb.

- Wa, adalah WILAYAH. Gak usah dibahas ini mah, soalnya bagiannya para Wali. Jadi kalau para Rasul punya Risalah, para Nabi punya Nubuwwah, maka para Wali itu punya Walayah. Tanyain aja sama si Wali yg punya Walayah ya kalo ketemu.

- Fa, adalah FANA'. Ini jg gak usah dibahas, soalnya bagiannya para 'Arifin yg sudah Makrifat. Tanyain aja ke Wali Mursyid. Eh, Wali yang Mursyid, atau Mursyid yang Wali...? Ah sudahlah, pokoknya gitu aja. Hati-hati banyak Mursyid abal-abal. Jadi biar aman cepet-cepet hubungi aja cabang terdekat dari JATMAN (Jam'iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah).

Tahap pertama dan kedua justru menjadi kunci penting dalam melanjutkan tahapan berikutnya. Proses Taubat dan Shafa ini bukan proses kayak listrik DC, tapi bolak-balik kayak listrik AC. Bertaubat, ber-shafa, bertaubat lagi, ber-shafa lagi, bertaubat lagi... teruuuus aja begitu.. kayak setrikaan. Ya gimana lagi, tidak ada proses yg instan, bahkan mie instan pun harus direbus air mendidih dulu. Dan memang menjalankan Riyadhoh dalam rangka Tadzkiyatun Nafs dan Tashfiyatul Qulub itu sungguh memuakkan... ehh, maksudnya sungguh memprihatinkan. Tapi tenang aja, banyak juga hiburan dan bahagianya...

Jadi sekali lagi, baik Syariat, Thariqat, ataupun Tasawuf itu semuanya menyatu seperti halnya bawang merah, dimana lapisan luar maupun lapisan dalamnya pun tetap aja bau bawang dan bernama bawang.

Terus... tentang Hakikat gimana..? Ah lebay ngobrolin Hakikat, mending nanti tanyakan aja pada rumput yg bergoyang kalo sudah Fana'..

Semoga....
#ombad #tasawuf

WAKIL CAHAYA

"Keindahan warna pelangi itu adalah cerminan dari satu sumber Cahaya."

Lihatlah, dengan "diam" saja, para "pemimpin" batin (spiritual, lihat QS. al-Kahfi: 17) itu akan didatangi orang-orang yg ingin mendapat petunjuk.

Kenapa..?
Karena orang-orang yg mendatangi itu terpanggil dari kebutuhan ruhnya. Mereka butuh tercerahkan dari kegelapan nafsunya, seperti halnya seorang yg tersesat dalam kegelapan hutan rimba yg sedang mencari lampu penerangan.

Para "wakil cahaya" di muka bumi ini dengan sendirinya akan dibutuhkan oleh orang-orang yg ingin jiwa dan hatinya tercerahkan dari kegelapan, serta kesadaran ruhnya terbuka.

Orang pun akan "tunduk" dengan sendirinya sebagai cerminan dari ruhnya, tanpa paksaan ataupun koar-koar promosi keimanan.

Pengaruh ke jiwa pun berbeda, menjadi tidak "show of force" tetapi akan "hidden of force" karena ada perasaan malu di hatinya, baik kepada gurunya ataupun kepada Tuhannya. Terlebih-lebih sekedar mencari-cari dukungan manusia dari sana-sini, karena fokus batinnya hanya Roja' (harapan) akan Keridhaan Tuhannya dan Khouf (takut) jika tidak mendapat Keridhaan-Nya.

Dan hal ini berbeda dengan "pemimpin" yg bukan "wakil cahaya" yg hanya akan menumbuhkan ego, arogansi, ashobiyah dan hawa nafsu lainnya dari/kepada para pengikutnya, sekalipun mengatas-namakan agama dan spiritualnya sendiri. Dan itulah kenapa versi "kebenaran" nya pun atas dasar selera.


Semoga....
#ombad #tasawuf

TAWADHU ATAU AROGAN

TAWADHU ATAU AROGAN...?

Kalau pingin paham perbedaan antara PEMIMPIN yg Tawadhu dengan pemimpin yg arogan (besar kepala), maka kisah di bawah ini bisa dijadikan rujukan.

Pemimpin dalam kisah ini terkenal selain sebagai Khalifah, Amirul Mukminin, Imam, Silsilah Emas Kemursyidan, Gerbang Ilmu, dan banyak lagi gelar yg menunjukkan kualitas keimanannya.

Suatu hari....
Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw. akhirnya mengetahui dan menemukan baju zirahnya yg dicuri oleh seorang Yahudi.

Jika ingin menggunakan pengaruh dan kekuatan kekuasaannya sebagai seorang Khalifah, tentu sangat mudah untuk merebut, memaksa, dan main hakim sendiri. Meskipun sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, ia tidak main hakim sendiri. Tapi apa yg dilakukan Beliau...?

Akhirnya Beliau pun mengajak si orang Yahudi tersebut menyelesaikannya di Pengadilan, dan terjadilah persidangan yg adil.

Dengan hanya ditemani anaknya (Hasan), ia menghadap hakim, dan akhirnya sidang memutuskan baju zirah itu tetap milik si yahudi karena 'Ali kekurangan saksi. Soalnya saksi yg ia miliki hanya anaknya dan pekerjanya, sehingga ditolak oleh pengadilan karena dianggap punya hubungan pribadi dengan si pelapor.

Dan dengan santun Khalifah 'Ali pun menerima hasil putusan pengadilan, padahal Beliau tahu persis bahwa baju zirah itu dicuri darinya.

Coba bayangkan, tidak ada kemarahan, tidak ada protes, tidak ada demo sampai teriak-teriak di jalan, tidak ada kemurkaan, dan tidak ada pengerahan ribuan simpatisan pendukung untuk intervensi atau memberi tekanan persidangan meskipun ia tahu ia benar.

Nah, seperti itulah salah satu contoh kualitas seorang Pemimpin yg patut diteladani, yaitu menjunjung hukum yg adil dan setara bagi semua warga apapun agama dan keyakinannya.

Dan seperti itulah kualitas seorang Imam... yg sudah terbukti baik dari sisi kualitas keilmuannya maupun dari kualitas pribadinya.

Semoga...
#ombad