Dalam sejarah Indonesia, pernah ada beberapa gerakan yg berhubungan dgn ideologi agama (Islam), dan Pemimpin gerakannya pun bisa dibilang termasuk seorang ulama (kyai, ustadz), yaitu:
- Gerakan DI/TII Kartosuwiryo, 1949, Jawa Barat.
- Gerakan DI/TII Amir Fatah, 1949, Jawa Tengah (Brebes, Tegal).
- Gerakan DI/TII Kyai Somolangu, Kebumen.
- Gerakan DI/TII Ibnu Hajar, 1950, Kalimantan Selatan.
- Gerakan DI/TII Kahar Muzakar, 1952, Sulawesi Selatan.
- Gerakan DI/TII Tengku Daud Beureuh, 1953, Aceh.
Menurut sy, gerakan² ini hancur karena beberapa hal, diantaranya:
- Kurangnya kesiapan dan kematangan ideologi,
- Tidak bisa selaras (kohesi) dengan kelompok muslim yg lain, baik dari segi pemikiran maupun cara perjuangan politiknya,
- Tidak bisa kooperatif dengan pemegang kekuasaan negara.
Perlu dipahami, sepeninggal Rasulullah SAW, keempat khalifah masih disebut Khalifah Rasyidin, karena penggunaan nama Islam masih bersifat Monolitik. Dan konteksnya, mereka adalah "utusan Rasulullah". Tetapi pasca perang antara sayyidina 'Ali dengan Mu'awiyah, penggunaan nama Islam pun jadi bersifat Pluralistik.
Sejak itu, sangat sulit (mungkin mustahil) untuk menisbahkan suatu gerakan politik atas nama Islam bisa diterima oleh semua umat, karena timbulnya kelompok² dalam tubuh umat Islam. Pengelompokan ini merupakan konsekuensi dari tumbuh-kembangnya ragam penafsiran tentang Islam di tengah² umatnya.
Artinya setiap orang ataupun kelompok muslim merasa berhak dalam menggunakan nama "Islam" untuk menamai pemikiran ataupun perjuangan politiknya. Tapi sebagian kelompok lainpun berhak menolak karena perbedaan pemikiran dan cara berjuangnya. Itu kenapa sulit bersatu, selalu ada pro-kontra, dan ujungnya kepentingan masing² kelompok.
Jadi kalau berkaca dari sejarah suatu gerakan atas nama Ideologi Agama, hal terpenting yg harus dibangun adalah SDM nya, dan ini membutuhkan waktu yg sangat lama, generasi demi generasi. Fokusnya bukan bagaimana suatu sistem negara, tetapi bagaimana kualitas SDM ketika mengolah sistem tersebut. Dalam hal ini, NU bisa dijadikan contoh rujukan dalam hal pendidikan.
Kualitas SDM ini tentunya berkaca dari akhlak Rasulullah SAW. Dengan kata lain, gerakan² dengan alasan ideologi agama pun, jika elemen²nya tidak mencerminkan akhlak Rasulullah (dalam konteks kepentingan semua umat dan bukan kelompok), maka akan menimbulkan gesekan (internal) dengan kelompok² yg lain ataupun dengan pemerintah. Dan seiring waktu, gerakan tersebut akan pudar/musnah dengan sendirinya, meskipun jumlah pendukungnya jutaan. Contoh yg masih hangat adalah IS atau ISIS.
Dan mari kita lihat, apakah gerakan² yg ada sekarang di negara kita tercinta ini, kepentingannya benar² mencerminkan akhlak Rasulullah SAW atau tidak...?
Pertanyaannya..
Kalau sering ribut, bikin masalah dan sengketa/perang terus, kapan ada waktu untuk mendidik dan meningkatkan kualitas SDM nya ya...? Bukankah visi Islam itu menumpas Kebodohan, dan bukan menumpas orangnya.
Semoga....
#ombad