28 June 2019

BERKAH

Berkah (barokah) artinya Nikmat, Karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia.

Menurut Imam Ghazali ra, Berkah adalah Bertambahnya Kebaikan (ziyadatul khair). Sedangkan menurut Imam Nawawi ra, asal makna Berkah adalah “Kebaikan yang banyak dan abadi”, dan dalam Syarah Shahih Muslim (karya Imam Nawawi) disebutkan, Berkah memiliki dua arti:

- Tumbuh, berkembang, atau bertambah.
- Kebaikan yang berkesinambungan.

Berkah akan muncul jika bisa Syukur, lalu selanjutnya bisa Ridha..

"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.” (QS. Luqman : 12)
 
Menurut Imam Ghazali ada tiga jenis Syukur, yaitu :

1. Syukur dengan Lisan.

Ini adalah syukurnya orang berilmu, yang direalisasikan dengan bentuk ucapan, sebagai bentuk pengakuan/sikap selalu merendahkan diri di hadapan Allah.

2. Syukur dengan Badan.

Ini adalah syukurnya ahli ibadah, yang direalisasikan melalui perbuatan baik, yakni dengan banyak beribadah. Sampai akhirnya selalu meyakini bahwa "segala sesuatu yang terjadi adalah yang terbaik dari-Nya".

3. Syukur dengan Hati.

Ini adalah syukurnya ahli makrifat, yang perwujudan hatinya selalu di hadapan Allah dengan menjaga keagungan-Nya, yang diwujudkan melalui segala bentuk perbuatan dan amalnya termasuk gerak hatinya secara konsisten.

Konsistensi aktualisasi ketiga tahapan syukur ini diharapkan bisa membentuk insan yang bisa bersyukur, dan selanjutnya pandai mensyukuri. Ketika ketiganya bisa sinambung, maka akan lebih mudah untuk membentuk sifat Ridha. Ketika seorang hamba bisa ridha kepada Tuhannya maka Tuhanpun akan ridha kepadanya. Dan itulah Berkah.

Rasulullah SAW bersabda,

"Sungguh, Allah menguji hamba dengan pemberian-Nya. Barangsiapa Rela dengan pembagian Allah terhadapnya, maka Allah akan memberikan Keberkahan baginya dan akan memperluasnya. Dan barangsiapa Tidak Rela, maka tidak akan mendapatkan Keberkahan.” (HR. Ahmad)

Dan Berkah itu tidak terkait dengan kuantitas, tapi lebih ke keselarasan lahir batin secara kualitas.


Semoga..
#ombad #tasawuf

27 June 2019

TASAWUF DALAM SEBUTIR KELAPA

Sampai kapanpun Tuhan akan tetap jadi misteri hamba-Nya. Sedemikian misteri/ghaib-Nya maka Tuhan pun seringkali membuat perumpamaan-perumpamaan agar lebih mudah dikenali makhluk-Nya. Bukankah "Tuhan membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Tuhan pun membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia"..? (QS. An-Nuur: 35)

Banyak ciptaan Tuhan yang dijadikan sebagai media perumpamaan-Nya, apakah itu hewan (anjing, lalat, semut, dll), fenomena alam (petir, hujan, batu, tanah, dll), bahkan sampai pohon pun dijadikan perumpamaan (zaitun, kurma, rumput, dll).

Dan karena di daerah gurun, maka pohon/buah kelapa "tidak sempat" dijadikan media perumpamaan.. 😀

Rasulullah SAW bersabda,

"Syariat itu Perkataanku, Tarekat itu Perbuatanku, dan Hakikat itu Kelakuan/karakterku."

Kelapa, seperti halnya agama, bagian buahnya pun berlapis-lapis.

- Sabut (kulit terluar).

Ini diibaratkan Syariat. Kulit kelapa berfungsi untuk melindungi lapisan dalam, melindungi terhadap benturan, seperti halnya syariat yang melindungi dan mengatur batas antara baik dan buruk. Kulit/sabut kelapa juga berfungsi untuk penyebaran buah kelapa, seperti halnya syariat yang selalu dikedepankan dalam penyebaran agama ke seluruh muka bumi. Inilah yang dimaksud Rasulullah SAW, "Syariat itu Perkataanku.."

- Batok (tempurung).

Ini diibaratkan Tarekat. Batok kelapa yang keras ini berfungsi untuk melindungi daging kelapa dari gangguan luar, seperti halnya aspek pengamalan dalam tarekat khususnya terkait latihan-latihan jiwa, tadzkiyatun nafs, serta pembersihan diri dari sifat-sifat tercela, dengan tujuan memperkuat keyakinan diri beserta perbaikan kualitasnya.

Menembus batok kelapa yang keras ini seperti halnya riyadhoh dalam tarekat dalam melunakkan kerasnya hati, dimana diperlukan kesungguhan usaha, keistiqamahan, memperbanyak dzikir, suluk, uzlah/khalwat secara batiniah, serta "melatih" keikhlasan sebagai pondasi dasar dalam kemurnian tauhid. Inilah yang dimaksud Rasulullah SAW, “Tarekat itu adalah Perbuatanku..”

- Daging kelapa.

Ini diibaratkan Hakikat, yang bisa dirasakan setelah melawati kerasnya riyadhoh, seperti halnya menemukan daging kelapa yang enak dan empuk, setelah bisa melewati kerasnya hijab tempurung hati. Inilah yang dimaksud Rasulullah SAW, "Hakikat itu Kelakuan/karakterku."

- Air (Santan, Minyak) kelapa.

Ini diibaratkan Makrifat. Daging kelapa butuh diproses lagi agar bisa jadi Santan ataupun Minyak Kelapa. Keduanya sangat berbeda karakter, dimana Santan itu berumur pendek (cepat membusuk), seperti halnya kondisi Ahwal yang cepat berubah, dan Minyak Kelapa berumur panjang, lebih "abadi", seperti halnya rahasia keabadian ruhani manusia yang tersimpan dalam maqam ini, Baqa setelah Fana.

Inilah yang dimaksud Rasulullah SAW, “Makrifat itu adalah Rahasiaku..”

Rahasia, karena memang Makrifat itu berada di dalam Hakikat, ibarat minyak tidak akan muncul dengan sendirinya tanpa diproses terlebih dulu. 

Dan dari air kelapa pun bisa jadi cuka bahkan tuak yang sangat berbeda jenisnya dengan cuka, seperti halnya cuka yang sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh, meski di lain sisi, kadangkala memunculkan tuak yang bisa "memabukkan".. 😀

**

وَعَائِيْنِ مِنَ الْعِلْمِ اَمَّا اَحَدُ هُمَا فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ وَاَمَّااْلأَخِرُ فَلَوْبَثَتْتُ شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ هَذَالْعُلُوْمَ يَشِيْرُ اِلَى حَلْقِهِ

"Aku meriwayatkan dari Rasulullah SAW dua wadah ilmu: salah satunya telah kuberikan kepada kalian, adapun yang kedua, seandainya kuberikan kepada kalian, niscaya kalian akan mengasah pedang untuk memotong leherku ini --dua wadah itu ialah Syariat dan Hakikat--." (Abu Hurairah ra.)

Menurut Imam Qusyairi (dalam Risalah Qusyairiyah) :

Syariat adalah perintah yang ditetapkan dalam ibadah, sedangkan hakikat adalah kesaksian akan kehadiran peran-serta ketuhanan dalam setiap sisi kehidupan. Kita sering mengenal istilah, Musyahadah Rububiyah, yakni melihat Tuhan dengan hati.

Dikatakan demikian sebab syariat merupakan pengetahuan atau konsep merambah jalan menuju Allah, sedangkan hakikat adalah keabadian melihat-Nya.

Sementara, Thariqah merupakan perjalanan hamba meniti jalan syariat. Artinya, aktualisasi prinsip-prinsip syariat dengan ketentuan hukum yang sah.

Syariat datang dengan beban hukum dari Sang Maha Pencipta, sedangkan Hakikat bersumber dari dominasi kreativitas Al-Haqq.

Syariat merupakan penyembahan makhluk pada Sang Khaliq, sedangkan Hakikat adalah kesaksian makhluk terhadap kehadiran-Nya.

Syariat adalah penegakan apa yang diperintahkan Tuhan, sedangkan Hakikat adalah kesaksian terhadap sesuatu yang telah ditentukan dan ditakdirkan-Nya, serta yang disembunyikan dan yang ditampakkan.

Jadi, Syariat adalah Hakikat dari sisi mana kewajiban diperintahkan, dan Hakikat sebenarnya juga merupakan syariat dari sisi mana kewajiban diperintahkan bagi ahli makrifat.

Semoga..
#ombad #tasawuf #dalam

26 June 2019

TAUBAT VS HIJRAH

Saya lebih menyukai kata "taubat" dibanding kata "hijrah", karena kata "taubat" asosiasinya lebih ke diri sendiri tanpa harus dibandingkan bahkan menyalahkan orang lain.

Hal ini berbeda dengan kata "hijrah" yg sudah jadi sebuah fenomena jaman now, dimana sang diri yang sudah "hijrah" merasa lebih baik dan lebih beriman, sementara ketika si diri melihat orang yang belum "hijrah" suka dianggap salah bahkan disalahkan, seperti halnya dulu dimana Mukmin Muhajirin pindah ke Madinah meninggalkan Mekkah yang berisi Kafir Musyrikin.

Stigma "hijrah" jaman now ini bisa jadi jebakan dalam ego dan eksistensi, bahkan dalam kasus yang ekstrim itu hanya sekedar mempertontonkan kulit terluar saja dengan cara mencari pembanding di luar dirinya, dan bukannya fokus dalam memperbaiki kualitas isi tanpa harus mencari pembanding luar dirinya.

"Janganlah mencela iblis di keramaian sedangkan engkau berteman dengannya dalam kesunyian." ('Ali bin Abi Thalib kw.)

Jadi, ukurlah kebaikan anda sendiri dengan kesalahan diri sendiri dan belajar "menutup mata" terhadap kesalahan orang lain. Gunakan kacamata Syariat ketika melihat diri sendiri supaya rajin ibadah, tetapi pakailah kacamata Hakikat ketika melihat orang lain supaya tidak berprasangka buruk.

Dan tentunya berbeda antara makna "memperbaiki" ketika taubat dengan makna "pindah" ketika hijrah.. apalagi dalam konteks menjalankan Rukun Islam dan Rukun Iman yang sama seperti dulu.

**

Rasulullah SAW bersabda,

Sungguh Allah lebih bahagia dengan Taubat seorang hamba ketika dia bertaubat dari (bahagianya) seorang di antara kalian, yang suatu saat mengendarai hewan tunggangannya di padang pasir yang luas. Tiba-tiba hewan tunggangannya itu hilang darinya padahal di sana ada perbekalan makan dan minumannya. Hingga ia putus asa. Lalu ia menghampiri sebuah pohon dan berbaring di bawah naungannya. Sungguh ia telah putus asa untuk menemukan kembali hewan tunggangannya. Kemudian dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba hewan tunggangan itu sudah berada di sisinya. Maka ia segera meraih tali kekangnya seraya berkata karena sangat bahagianya, 'Wahai Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhan-Mu'. Keliru berkata-kata karena sangat bahagia." (HR. Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik ra.)

Semoga..
#ombad #tasawuf

23 June 2019

TAHAPAN IMAN DAN MUKASYAFAH

Ada tiga tahapan dalam Keimanan, yaitu:

1. 'ILMUL YAQIN. Keyakinan yg muncul karena tahu (termasuk membaca, mendengar), atau disebut juga PERCAYA. Tahap yg pertama ini adalah tahapan PENGETAHUAN karena mempercayai apa yg dia ketahui.

2. 'AINUL YAQIN. Keyakinan yg muncul karena tahu dan melihat/merasa, atau biasa disebut KEYAKINAN. Tahapan ini sudah memasuki tahapan PEMAHAMAN, karena pengetahuan yg dia percayai dibantu/ditambah dengan sesuatu bukti.

3. HAQQUL YAQIN. Keyakinan yg muncul karena tahu, melihat/merasa dan mengalami, ini disebut sebagai KEBENARAN (Hakikat).

Apakah ketiga hal di atas saling bertabrakan? Tentu tidak. Secara normal, hampir semua dimulai dari poin pertama. Artinya ketika poin kedua dialami, semestinya akan makin memperkuat poin pertama, begitupun dengan pengalaman di poin ketiga, akan semakin meneguhkan dua poin sebelumnya. Karena nash yg sudah tertulis, yaitu al-Quran & Sunnah Rasul-Nya telah dijamin kebenarannya oleh Allah SWT. Ini berguna selain untuk memperteguh keyakinan sendiri (rusukh) dan bisa memahami diri sendiri, juga selanjutnya agar bisa memahami orang lain. 

HAQQUL YAQIN adalah hilangnya keraguan karena  telah ridha terhadap apapun yang diberikan Allah kepadanya. Hati nuraninya tetap teguh dengan makna-makna hakikat yg ia dapatkan lewat Musyahadah (penyaksian batin).

Musyahadahnya terhadap hakikat-hakikat keyakinan akan menghilangkan berbagai alasan, keraguan dan dugaan. Kebeningan dan Kejernihan qalbunya akan selalu memunculkan perasaan optimis, positive thinking, ridha, syukur, kebahagiaan dan kecintaan dalam setiap kejadian yg dialaminya. 

Hati nuraninya selalu memutus semua sebab yg menghalangi antara dirinya dengan Allah SWT, dimana ia akan lebih mengutamakan Allah daripada yang lain. Sementara bertambahnya keyakinan sejati tidak pernah mencapai titik akhir. Setiap kali berusaha memahami dan mendalami agama mereka bertambah yakin dan semakin yakin.

Salah satu bentuk dari Haqqul Yaqin adalah MUKASYAFAH (tersingkapnya apa yang ghaib). Mukasyafah ini dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. MUKASYAFAH 'AYAN (tersingkapnya 'tutup' mata) sehingga di hari Kiamat nanti ia melihat dengan mata kepala.

2. MUKASYAFAH QULUB (tersingkapnya 'tutup' hati) untuk memahami hakikat-hakikat keimanan secara langsung dengan yakin, yg tidak bisa dibayangkan dengan cara apa dan bagaimana serta tidak bisa ditentukan.

3. MUKASYAFAH AYAT (tersingkapnya tanda-tanda Kebesaran-Nya), seperti halnya ditampakkannya Kekuasaan Allah kepada para Nabi dengan mukjizat. Dan untuk selain para Nabi dengan karamah (kemuliaan) dan dikabulkannya doa.

"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (Kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda." (QS. al-Hijr: 75)

"Dan dibumi terdapat Kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin." (QS. adz-Dzariyat: 20)


Semoga..
#ombad #tasawuf