21 October 2019

BERAGAMA PALSU

Calon Penghuni Surga yang sebenarnya tentu berbeda dengan yang merasa memiliki surga. Salah satu perbedaannya adalah masalah ADAB, karena Adab ini merupakan hasil beragama (secara esensi). Itu makanya Rasulullah SAW mengatakan, 

Seorang Mukmin bukanlah orang yang suka mencela dan bukan orang yang suka melaknat serta bukan orang yang suka bicara jorok dan kotor..” (HR. Bukhari, dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra.)

Orang yang suka melaknat tidak akan menjadi pemberi syafa’at dan tidak pula syuhada pada hari kiamat..” (HR. Muslim)

Jadi yang dibutuhkan oleh mereka itu adalah upaya dalam pembersihan jiwa (nafs) dan hatinya, supaya bisa mendekati derajat para calon penghuni surga, yaitu para Shidiqqun (bening, jelas). Sehingga diharapkan adanya peningkatan kualitas Adab atau budi pekertinya ke arah yang semakin baik sesuai dengan esensi dari hadist ini, 

Tidak sepatutnya bagi seorang Shiddiq menjadi pelaknat.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah ra.) 

Sungguh sangat disayangkan jika selalu membawa agama dan Tuhan bahkan mengatasnamakan-Nya, tetapi gagal dalam beragama dan Kemanusiaan. 
 
Dan sungguh mengkhawatirkan ketika hasil beragama hanya jadi "merasa beriman" lalu secara terang-terangan selalu mengecam bahkan melaknat yang lain yang dianggapnya setan/iblis, sementara dirinya tanpa sadar merupakan temannya setan/iblis ketika dalam Kesunyian.
 
Ya, memang setan di dalam diri itu sulit ditemukan.. meski sudah bisa diketahui "bayangan setan" nya, yaitu Kebencian. 
 
Semoga..
#ombad #tasawuf 

20 October 2019

AGAMA ITU BATAS

Agama di satu sisi untuk belajar "membatasi" tapi juga bisa jadi "jebakan" saat terlalu kuat aspek "membatasi" nya..

- Bagi anak-anak ya bagus karena belajar "batas" sehingga bisa "membatasi" pemikiran.. atau menyederhanakan pemikiran.. dalam bentuk "nurut", paham ataupun tidak..

- Bagi orang dewasa atau para pemikir, ya silakan explore pemikiran dan pemahaman seluas-luasnya.. jangan cepat menyerah dan berlindung pakai kata "pasrah".. bukankah ibadahnya orang berilmu itu punya nilai lebih.

Dalam urusan mengolah pemikiran dan pemahaman ini, menurut Islam itu batasannya cuma hadist ini : 

"Apabila ia sampai ke pertanyaan itu --tentang Dzat Allah-- hendaknya ia berlindung kepada Allah dan berhenti.” (HR. Muslim)

Tentunya "pembatasan" dan "kebebasan" berpikir ini tetap dalam koridor BAIK secara holistik (Ihsan) yang jadi tujuan penciptaan, lalu bisa Bahagia Dalam Keselamatan, dan akhirnya Selamat Dalam Kebahagiaan. 

Semoga..
#ombad 

NU VS POLITIK GINCU

Pemilu pertama jaman Orba dilaksanakan pada tahun 1971, meski Soeharto sudah menduduki kursi kekuasaan sejak 1967. Pemilu 1971 bukan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, tetapi hanya anggota DPR, DPRD (Provinsi & Kabupaten). Pemilihan Presiden beserta wakilnya menjadi tanggung jawab Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). 

Pemilu 1971 masih diikuti cukup banyak kontestan, yakni 9 partai politik dan 1 "organisasi masyarakat" yaitu GOLKAR. Hebatnya, Golkar sebagai pendatang baru, langsung menang mutlak, mengalahkan pilihan mayoritas waktu itu, yaitu PNI dan NU.. 😂 
 
Para peserta Pemilu 1971 antara lain: Partai Katolik, Partai Nahdlatul Ulama (PNU), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Kristen Indonesia, Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Islam PERTI, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Muslimin Indonesia, dan Golongan Karya (Golkar) dari ormas. 
  
Saat Orde Baru berkuasa, pada tahun 1973, puluhan partai politik "disederhanakan" menjadi dua partai politik yaitu PPP dan PDI, serta satu "bukan partai politik" yaitu GOLKAR (Golongan Karya). 
 
Dan ngenesnya, ormas NU yang waktu itu masih "berpolitik" dan berafiliasi ke PPP, para aktivisnya banyak menderita khususnya saat musim Pemilu (1977, 1982 dan 1987). Guru atau Kyai saya yang punya pesantren di kampung pun menjadi salah satu korbannya, wafat saat khutbah Jumat akibat sakit jantung, setelah lingkungan pesantrennya selama berapa minggu "dijaga" para personel ABRI. 

Bapak saya dan teman-temannya pun kena imbasnya, karena beliau juga aktivis NU, harus sembunyi, banyak fitnah, ancaman dan teror via surat kaleng, bahkan sampai mau diculik malam-malam.. padahal Bapak saya itu PNS (guru) lho.. 😊 

Kondisi seperti inipun dialami para aktivis PNI yang katanya harus berafiliasi ke PDI, mereka banyak mengalami diskriminasi termasuk urusan administrasi dan karirnya.  
 
Perlu diketahui, dalam PPP ini tergabung Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) dan Persatuan Tarbiyah Indonesia (PERTI). Sedangkan dalam PDI tergabung Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Murba dan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). 
 
Untungnya, waktu jaman ketua PBNU-nya Gusdur, pada Muktamar ke-27 NU di Situbondo tahun 1984, menyepakati hasil terpenting yaitu kembalinya NU ke Khittah 1926 dan penerimaan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal.

Ormas NU pun netral kembali (Khittah 1926) serta membebaskan para anggotanya dalam urusan perpolitikan. Dan dengan pertimbangan "keselamatan", Bapak saya pun "masuk" Golkar.. dan akhirnya jadi Tutor P4 Nasional.. 😂 
 
Ehh.. pas Gusdur bikin PKB pada bulan Juli 1998.. malah ikut nyebarin PKB.. NU hard core juga.. untung sudah pensiun.. 😂 
 
Nah.. pengalaman seperti itu yang menyebabkan saya kurang suka politik dan berpolitik, meski dulu sama ortu disuruh jadi aktivis dan masuk partai paporitnya.. 😂

Semoga..
#ombad #sejarah #NU