17 March 2018

PENYEBAR HOAX, KELEDAI & SETAN

Seekor Keledai diikat pada sebatang pohon. Setan datang melepas tali kekangnya.

Keledai tersebut memasuki kebun dan memakan sayuran-sayuran yg ada.

Istri Pemilik Kebun ketika melihat tanamannya dirusak oleh si Keledai, tanpa berpikir panjang mengambil senapan dan membidikkannya ke kepala Keledai.

Pemilik Keledai ketika melihat apa yg terjadi pada hewan peliharaannya, menjadi marah dan bertengkar dengan istri pemilik kebun sampai pada akhirnya dia membunuh Istri Pemilik Kebun.

Pemilik Kebun yg baru datang, ketika melihat istrinya berlumur darah dengan cepat mencari pembunuhnya dan dalam waktu singkat menemukan pemilik Kambing, kemudian tanpa ampun menghabisi nyawanya.

Ketika Setan ditanya apa yg kamu lakukan?
Setan hanya menjawab:

“Aku hanya melepas keledai.”

Tak ubahnya seperti Penyebar Hoax, ketika ditanya maka dengan enteng dia menjawab:

“Saya hanya mengutip dari media..!”

(Ben H. Bafagih)

**

Moral of The Story..

Jadi, penyebar hoax yg sering ngeles "sy hanya mengutip dari media atau orang lain" itu mirip apa..?

Mirip KELEDAI.. :D


Semoga...
#ombad #moral #thestory

HANYA WAKTU

Di suatu pulau kecil, awalnya mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun ketika datang badai menghempas pulau kecil itu, air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau, maka mereka berusaha menyelamatkan diri masing-masing.

CINTA sangat kebingungan, sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu, air makin naik membasahi kaki Cinta. Tak lama Cinta melihat KEKAYAAN sedang mengayuh perahu.

“Kekayaan.. Kekayaan.. Tolong aku..!” teriak Cinta.

"Aduh.. Maaf, Cinta..!” kata Kekayaan, “Perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.”

Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi.

Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya KEGEMBIRAAN lewat dengan perahunya.

“Kegembiraan.. Tolong aku..!” teriak Cinta.

Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu, sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta. Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik. Tak lama lewatlah KECANTIKAN.

“Kecantikan.. Bawalah aku bersamamu..!” teriak Cinta.

“Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yg indah ini.” sahut Kecantikan.

Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah KESEDIHAN.

“Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu.” kata Cinta.

“Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja.” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.

Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara,

“Cinta.. Mari cepat naik ke perahuku..!”

Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.

Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orangtua yg menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orangtua itu.

“Oh, orangtua tadi..? Dia adalah WAKTU.” kata orang itu.

“Tapi, mengapa ia menyelamatkanku..? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yg mengenalku pun enggan menolongku.” tanya Cinta heran.

“Sebab hanya Waktulah yg tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu.” kata orang itu.


Semoga...
#ombad

Ket. Foto:
Lukisan Edouard Bernard, Love Dies in Time

SUAP, BIASA KARENA TERBIASA

Karena sudah terbiasa dilakukan bertahun-tahun, maka suap-menyuap dalam mendapatkan suatu pekerjaan/proyek pun akan dianggap biasa. Selalu alasannya adalah "kalo gak seperti itu mah gak akan dapat kerjaan, iklimnya memang gitu, udah biasa kok.. gimana lagi..?"

Sampai akhirnya, pencari pekerjaan berjanji memberi "uang terima kasih" dan penentu keputusan pun senyum-senyum akan menerima "uang bonus" dan "rezeki tak disangka-sangka" (menurut anggapannya).

Sekolah tinggi dan ilmu gak ada gunanya dalam kondisi seperti ini, karena ini memang cara menguji ilmu, apakah masih berupa pikiran atau sudah masuk ke hati dan seluruh tubuh.

Apa yg bisa menyadarkan "kebiasaan" karatan seperti itu..?

- Suatu pengalaman yg membuat "shock" mental dan psikologis. Dan memunculkan "rasa muak" dan "penolakan" secara nurani. 

- Jika masih belum bisa "berhenti" dengan kebiasaan seperti itu, ya siap-siap dengan "proses pembersihan" ketiga tubuh (fisik, mental/psikologi dan spirit), dan kadang "proses pembersihan" ini terjadi di akhir-akhir waktu dengan tanpa disadari. Yang terasa hanya seperti "siksaan", karena memang itu konsekuensinya. Konsekuensi dari proses pencucian.

Jadi silakan aja mau meneruskan hal-hal seperti itu dan sejenisnya, kan emang menggiurkan.. yg penting, siap-siap aja dengan konsekuensi yg mungkin tidak pernah terpikirkan. Shock teraphy. Mudah-mudahan aja masih bisa dicicil dalam kehidupan di dunia ini.

Seperti itulah Neraka, karena disebabkan adanya simbiosis mutualisma dalam "pernerakaan".

Jadi Dajjalnya di mana dan seperti apa..?
Padahal aturan hukum agama dan negara sudah jelas ada.

Dan berbahagialah orang-orang yg masih dilindungi dan sudah terlindungi dari hal-hal seperti itu.

**

Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr ra., ia berkata:

"Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim, dan Ahmad)


Semoga...
#ombad #tasawuf

15 March 2018

SANAD DALAM TASAWUF

Sanad adalah mata rantai orang-orang yang membawa sebuah disiplin ilmu (Silsilah ar-Rijâl).

Mata rantai ini terus bersambung satu sama lainnya hingga kepada pembawa awal ilmu-ilmu itu sendiri; yaitu Rasulullah. Integritas sanad dengan ilmu-ilmu Islam tidak dapat terpisahkan. Sanad dengan ilmu-ilmu keislaman laksana paket yang merupakan satu kesatuan. Seluruh disiplin ilmu-ilmu Islam dipastikan memiliki sanad.

Dan Sanad inilah yang menjamin keberlangsungan dan kemurnian ajaran-ajaran dan ilmu-ilmu Islam sesuai dengan yang dimaksud oleh pembuat syari’at itu sendiri; Allah dan Rasul-Nya.

Karena keberadaan sanad inilah, ajaran-ajaran yg dibawa Rasulullah SAW 'tetap kebal' dari berbagai usaha luar yang hendak merusaknya. Hal ini berbeda dengan ajaran-ajaran atau syari’at nabi-nabi sebelumnya.

Adanya berbagai perubahan pada ajaran-ajaran mereka, bahkan mungkin hingga terjadi pertentangan ajaran antara satu masa dengan masa lainnya sepeninggal Nabinya, karena tidak memiliki sanad.

Karena itu para ulama menyatakan bahwa sanad adalah salah satu “keistimewaan” yang dikaruniakan oleh Allah kepada umat Nabi Muhammad SAW, di mana hal tersebut tidak dikaruniakan oleh Allah terhadap umat-umat Nabi sebelumnya. Dengan jaminan sanad ini pula kelak kemurnian ajaran-ajaran Rasulullah akan terus berlangsung hingga datang hari kiamat.

Tentang pentingnya sanad, Imam Ibn Sirin, seorang ulama terkemuka dari kalangan tabi’in, berkata:

Sesungguhnya ilmu -agama- ini adalah agama, maka lihatkan oleh kalian dari manakah kalian mengambil agama kalian.”  (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam mukadimah kitab Shahîh-nya).

Imam ‘Abdullah ibn al-Mubarak berkata:

Sanad adalah bagian dari agama, jika bukan karena sanad maka setiap orang benar-benar akan berkata --tentang urusan agama-- terhadap apapun yang ia inginkan.”

Tasawuf tidak berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya, ia memiliki sanad yang bersambung hingga Rasulullah SAW.

Dengan demikian, pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa tasawuf adalah sesuatu yang baru, bid’ah sesat, atau ajaran yang tidak pernah dibawa oleh Rasulullah, adalah pendapat yang tidak memiliki dasar sama sekali.

Adanya sanad dapat mempertanggung-jawabkan kebenaran tasawuf ini. Dan keberadaan sanad ini sekaligus sebagai bantahan terhadap pembenci tasawuf, bahwa kebencian mereka tidak lain adalah karena didasarkan kepada hawa nafsu dan karena mereka sendiri tidak memiliki sanad dalam keilmuan dan dalam cara beragama mereka.

Itulah kenapa Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa,

Menemukan Guru Mursyid, itu sulit, dan lebih mudah menemukan sebatang jarum yang disembunyikan di padang pasir yang gelap gulita.”

Mursyid sendiri berasal dari kata “Irsyad” yang artinya petunjuk. Petunjuk yang bersumber dari nur Ilahi. Jika kata “Irsyad” ditambahkan “mim” di depannya maka petunjuk tersebut terdapat pada sesuatu (dimikili oleh sesuatu). Maka “mim” harus diartikan sebagai seseorang yang memegang kualitas irsyad.

Dalam QS. Al-Kahfi ayat 17, ada kata "Waliyyam Mursyidayg secara umum diterjemahkan sebagai “pemimpin”, padahal itu adalah "Wali Mursyid".. karena "petunjuk" jalan lahir maupun batin itu hanya bisa didapat dari hamba-hamba Allah yg sudah mendapat petunjuk melalui "Nur Allah".

Dan Mursyid itu hakikatnya adalah Nur Allah, maka seseorang jika disebut Guru Mursyid, maka ia itu benar-benar mempunyai kualitas sempurna sebagai pembawa washilah (sanad) yg terhubung dari Allah dan Rasulullah SAW, dan bukan sekedar gelar saja.

Ket..
SANAD kalau dalam Tarekat itu adalah Washilah.

Semoga...
#ombad #tasawuf #sanad #mursyid

14 March 2018

TENTANG ILMU

Seorang teman bertanya:

Om, apakah Allah SWT itu membeda-bedakan nilai suatu ilmu atau tidak..? Maksud sy, apakah di mata Allah itu ilmu agama islam diberi pahala atau keutamaan lebih banyak daripada ilmu-ilmu lain seperti sains dan teknologi..?

Apakah seorang hafidz Qur'an atau ahli tafsir Qur'an lebih mulia daripada teknokrat atau saintis..?

Atau Allah lebih melihat nilai ilmu berdasarkan seberapa besar manfaatnya bagi orang lain di sekitarnya dan alam semesta..?

**

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita harus paham dulu bahwa ILMU yg dimaksud adalah semua disiplin ilmu, tidak hanya ilmu agama saja. Begitupun, makna ULAMA (jamak dari 'ALIM, dari kata 'Alima/telah mengetahui) yg dimaksud itu adalah ahli ilmu apapun (yg bermanfaat bagi kehidupan), jangan dipersempit dengan "ahli ilmu agama" saja. Jadi jangan mempersempit makna semua disiplin ilmu menjadi ilmu agama saja.

Punya keahlian dalam bidang ilmu apapun akan membuat manusia lebih utama dan berharga (Derajat), karena keutamaan manusia dari makhluk Allah lainnya itu terletak pada ilmunya. Allah bahkan menyuruh para malaikat agar sujud kepada Nabi Adam as karena kelebihan ilmu yg dimilikinya. Secara tersirat Quran mengatakan bahwa Allah mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama sehingga Adam mencapai predikat Shiddiq (QS. 2:31). Ingat ya, predikat Shiddiq...!

"Allah akan meninggikan orang-orang yg beriman diantaramu dan orang-orang yg diberi ilmu pengetahuan beberapa Derajat." (QS. Al-Mujaadilah: 11)

Rasulullah SAW bersabda,

" فضلُ العالم على العابد كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب"

"Keutamaan orang 'Alim atas hamba (lainnya) adalah seperti kelebihan bulan purnama atas bintang-bintang." (HR. Abu Daud, Turmudzi, Nasa'i)

Ayat yg sering dijadikan andalan oleh para ustadz (agar disebut sebagai ulama), adalah,

Sesungguhnya yg paling takut kepada Allah diantara hamba-Nya adalah Ulama." (QS. Fathir: 28)

Ayat di atas harusnya dimaknai, karena orang tersebut berilmu makanya ia memahami dan sangat mengenal ('Arif) akan kebesaran dan keagungan Allah, sehingga menjadi paling takut kepada-Nya. Dan ayat di atas pun "ulama" itu hanya salah satunya, masih banyak yg lain. Buktinya kan banyak yg mendapat status "ulama" di masyarakat, tetapi ternyata tidak takut kepada Allah, semisal melakukan korupsi, dsb.

Terus, apakah seorang hafidz Qur'an atau ahli tafsir Qur'an lebih mulia daripada teknokrat atau saintis..?

Menurut sy, TIDAK. Sekali lagi, Tidak. Ibnu Muljam aja seorang hafidz. Kaum Khawarij aja banyak yg hafidz Quran. Harusnya dipahami bahwa ilmu itu hanya alat, suatu alat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ini artinya si ilmunya harus menjadi Hidayah, karena banyak juga yg berilmu tapi tidak menjadi hidayah, malah jadi laknat buat dirinya, contohnya, sekolah tinggi-tinggi malah jadi koruptor. Jadi hidayah dan Berkah dari ilmu itu esensinya adalah sebagai Petunjuk untuk meningkatkan keimanan (lihat QS. 22:54, 3:7, 35:28).

Jadi lewat manapun kita berjalan, asalkan menuju peningkatan kualitas diri dan keimanan, itu yg dinilai Allah sebagai Taqwa.

Terus, apakah Allah lebih melihat nilai ilmu berdasarkan seberapa besar manfaatnya bagi orang lain di sekitarnya dan alam semesta..?

BETUL. Lihat dan fokuskan ke huruf kapital dari Hadist ini :

Barangsiapa memberikan petunjuk KEBAIKAN maka baginya akan mendapatkan ganjaran seperti ganjaran yg diterima oleh orang yg mengikutinya dan tidak berkurang sedikit pun hal itu dari ganjaran orang tersebut.” (HR. Muslim).

"Jika anak Adam telah meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali 3 hal: Ilmu yg BERMANFAAT, sedekah jariyah, anak SOLEH yg mendoakan kedua orang tuanya." (HR. Muslim)

Dan yg terakhir, pahami Hadist di bawah ini,

"Barangsiapa yg dikehendaki oleh Allah untuk diberi KEBAIKAN maka orang itu lalu MEMPERDALAM agama (Islam)." (HR. Bukhari - Muslim).

Secara tersirat Hadist ini menyuruh kita untuk bisa mengintegrasikan ilmu apapun (yg awalnya kita pelajari dan kuasai) itu dengan agama, sehingga lebih memahami dan bisa mengamalkan aturan-aturan agama dengan kepahaman. Amal ilmiah, ilmu amaliah. Silakan cari Hadist lebih besarnya nilai ibadah orang berilmu dibandingkan dengan ibadah tanpa ilmu.

Jadi akan lebih baik jika bisa menguasai beberapa disiplin ilmu dan bisa mengintegrasikannya dengan ilmu agama. Integrasi untuk memudahkan menuju Akhlaqul karimah, karena salah satu parameter akhlaqul karimah itu adalah "pandangan yg luas". Artinya, akan lebih bagus jika menjadi Agamawan yg saintis dan berakhlaq, ataupun menjadi Saintis yg agamis dan berakhlaq. Kenapa..?

Karena Agama itu Akhlaq.


Semoga....
#ombad #tasawuf

13 March 2018

TASAWUF DALAM FISIKA

Bagian 1.

DZIKIR selain sebagai ibadah, juga bisa difungsikan untuk "melewati" atau "melampaui" Pikiran Sadar (gelombang Beta) sehingga bisa "menggeser" kondisi kesadaran Rasional ke kesadaran Intuitif (Gelombang Alpha ke bawah).

Proses dalam upaya melewati "pikiran sadar" ini bisa dicapai dengan memusatkan perhatian pada satu hal, seperti napas, ucapan "Laa ilaaha illallaah" atau "Allah". Ucapan Dzikir.

Melalui Dzikir, pikiran-pikiran dan konsep-konsep "dikesampingkan" dulu, sampai akhirnya memasuki frekuensi yg lebih tinggi.

Dalam frekuensi atau dimensi yg lebih tinggi, tidak ada pemisahan waktu seperti masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Dimensi Waktu termampatkan, dan seperti "menyatu". Kondisi ini merupakan kondisi kesadaran dimana setiap bentuk fragmentasi (berbatas) telah berhenti dan memudar, menjadi kesatuan yg tidak bisa dibedakan. Bahasa sederhananya, dunia fisik dan dunia nonfisik seperti realita (yg sama-sama terlihat).

Dan hasilnya, para Sufi dapat mencapai keadaan kesadaran "singularitas" (tanpa ruang & tanpa waktu), dimana mereka melampaui dunia tiga dimensi, dan bisa menembus realitas multidimensi yg lebih tinggi.


**

Bagian 2.

Fisika (Kuantum) dan Tasawuf adalah dua manifestasi komplementer pikiran manusia dari pemahaman yg Rasional dan Intuitif. Otak Kiri dan Otak Kanan.

Fisikawan modern meneliti segala hal di dunia ini melalui spesialisasi yg ekstrim dari pemikiran rasional, sedangkan Sufi melalui spesialisasi ekstrim dari Rasa Intuitif.

Analoginya, seorang Fisikawan itu seperti berupaya "memompa" kemampuan pemikiran Rasionalnya sampai maksimal, misal 1000 lah. Sedangkan seorang Sufi itu seperti "memompa" kemampuan Rasa Intuitifnya sampai maksimal, paling halus, misal nilai 1000 (dari arah yg lawannya/sebelahnya).

Sains, ilmu pengetahuan dan pembuktiannya, sangat penting dan dibutuhkan bagi kehidupan modern. Sedangkan pengalaman Tasawuf diperlukan untuk memahami "hakikat terdalam" dari segala hal.

Dan keduanya diperlukan untuk pemahaman yg lebih lengkap tentang dunia (alam), khususnya ilmu. Oleh karena itu, akan menjadi lebih baik dan lebih lengkap jika ada interaksi dinamis antara "intuisi" tasawuf dan analisis ilmiah sains.


**

Bagian 3.

Penelitian ahli fisika Alain Aspect tahun 1982 di Paris, membuktikan bahwa partikel-partikel sub-atomik (seperti elektron) dalam lingkungan tertentu itu mampu berkomunikasi (dengan seketika) satu sama lain, TANPA TERGANTUNG pada JARAK yg memisahkan mereka. Jadi tidak ada bedanya apakah mereka itu terpisah 1 meter ataukah 10 milyar km (satu sama lainnya).

Artinya, setiap partikel SELALU TAHU apa yg dilakukan oleh partikel lain.

Dan juga, terbukti adanya suatu KOMUNIKASI yg mampu berjalan di atas (atau lebih cepat) dari Kecepatan Cahaya. Kalau berpegang pada prinsip Einstein, hal ini mengindikasikan bahwa proses komunikasi ini adalah Menembus dimensi waktu...!

Jadi gak usah heran atau dianggap Bid'ah atau Musyrik, kalau dalam tasawuf, pada dimensi ruh itu, adalah sesuatu yg lumrah kalau ada koneksitas dan terjalin suatu komunikasi antar ruh, walau yg satu masih hidup di dunia ini, dan yg lain (orang-orang tersebut) sudah meninggal ratusan atau ribuan tahun sebelumnya..

Bukankah seperti itu pengalaman Isra Mi'rajnya Rasulullah SAW saat bertemu dengan ruh para Nabi yg sudah wafat...?

Dan bukankah seperti itu juga pengalaman ruhani para Wali yg "bertemu" dan berkomunikasi dengan ruh para wali yg sudah meninggal ratusan tahun lalu...?

Kenapa para Wali dibawa-bawa sich? Ya karena mereka sudah "mengakses" dimensi ruh pada waktu hidupnya... :D

**

Bagian 4.

HOLOGRAM yg merupakan "potret" tiga dimensi ini bisa membuktikan bahwa pola fraktal itu ada di alam semesta ini.

Jika hologram sebuah bunga mawar dibelah dua, lalu belahannya ini disoroti sinar laser, ternyata masing² belahan itu masih "mengandung" gambar mawar secara lengkap (tetapi lebih kecil). Bahkan, jika belahan itu dibelah lagi, tetap saja, masing-masing potongan foto itu mengandung gambar semula yg lengkap walaupun ukurannya lebih kecil.

Artinya, setiap bagian dari sebuah hologram itu mengandung semua informasi yg ada pada hologram secara keseluruhan. "Keseluruhan Di Dalam Setiap Bagian".

Dengan bahasa yg berbeda, para Sufi pun mendeskripsikan konsep fraktal ini.

"Dalam bentuk, engkau adalah Mikrokosmos (alam kecil), tetapi pada hakikatnya engkau adalah Makrokosmos (alam besar). Buah itu nampaknya berasal dari ranting, tetapi sebenarnya ranting dan seluruh pohon itu berasal dari sang Buah." (Maulana Jalaludin Rumi ra.)

Begitupun, Syeikh Muhyiddin Ibn Arabi ra. yg mengatakan bahwa Manusia disebut sebagai Alam Mikro (Alam Saghir), sedangkan Alam merupakan merupakan Manusia Makro (Insan Kabir).

Pola fraktal ini menyiratkan suatu hubungan bahwa Alam dan Manusia itu sama-sama menceminkan dimensi eksoteris Tuhan (dzahir al-uluhiyah). Dimana Alam merupakan cerminan dari segi pluralitas Asma’ dan Sifat Tuhan, sedangkan Manusia itu cerminan yg menghimpun Asma’ dan Sifat-Nya, sebagaimana Asma’ dan Sifat yg terhimpun dalam nama “Allah”.

"Wajah itu satu, tetapi cermin seribu.." (Ibn 'Arabi)


Subhaana Man Khalaqal Asyyaa wa Huwa 'Ainuha..

Maha Suci Dzat yg menjadikan segala sesuatu, dan Dia adalah esensi segala sesuatu.


Semoga....
#ombad #tasawuf #fisika

BAIK KETIKA DIJAHATI

Ayat di bawah ini akan sulit diaktualisasikan jika hati/qalbu masih keras atau masih banyak kotorannya :

"Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yg lebih baik, maka tiba-tiba orang yg antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yg sangat setia." (QS. Fussilat, 41: 34)

Jadi bisa dimaknai, selalu berupaya 'mengusir syetan' dengan cara melakukan hal yg lebih baik, maka musuh terjahat sekalipun akan berubah menjadi teman baik. Mudah-mudahan ingat kisah Rasulullah SAW yg rutin menyuapi makan kakek Yahudi yg sangat membencinya. Dan mungkin saja Rasulnya sedang berpuasa lhoo.. :D

Ketika Kebaikan dibalas dengan Kebaikan, itu bagus, dan lebih utama lagi, jika dibalasnya dengan yg lebih baik. Begitupun, ketika Kejahatan dibalas dengan Kejahatan lagi, secara hukum tidak salah, tetapi lebih utama, jika bisa memaafkan dan tetap berlaku baik.

Semuanya tergantung hati/qalbu, mau memilih seperti air di ember yg dilempari batu, air di kolam atau air di laut. Air Maghfirah. Sumbu pendek atau sumbu panjang.. :D

Sempit atau luasnya qalbu ini dipengaruhi banyak tidaknya penyakit/kotoran di dalamnya (nafsu Amarah, Mulhimah & Lawamah). Qalbu yg paling berkualitas dalam konteks lahiriah adalah Nafsu Muthmainnah, sedangkan dalam konteks batiniah adalah "kosong" dari apapun kecuali Allah SWT.

Kan lucu jadinya, ketika melempar "tugu syetan" dengan batu sewaktu Jumrah (ibadah Haji) dilakukan dengan penuh nafsu, padahal berbaju ihram. Untung aja batunya gak balik lagi kena jidatnya.. :D

Mudah-mudahan Hati/qalbu kita bisa luas, lembut dan halus, sebagaimana gambaran Rasulullah SAW menurut sayyidah Aisyah rah. :

"Beliau tidak pernah bicara tak senonoh dan menggunakan kata-kata yg kotor. Beliau tidak pernah berteriak dan membalas kejahatan dengan kejahatan pula. Beliau seringkali memaafkan orang dan melupakan dosa-dosa orang tersebut." (HR. Tirmizi).

Semoga..
#ombad #tasawuf #puasa

ESENSI ADAM - HAWA

Ada yg bertanya (12 Agustus 2013),

"Dalam khasanah tasawuf kisah adam bertemu hawa di Jabal Rahmah juga ada makna tersendiri katanya, itu bagaimana ya Om (pencerahannya)..?"

**

Adam itu simbol dari PENGETAHUAN (Makrifat), Makhluk ciptaan baru yg keberadaannya disertai dengan Hikmah yg tinggi, para Malaikat dan Iblis pun tidak mengetahuinya, karena pengetahuan mereka terbatas.

Pengetahuan Makrifat merupakan tujuan dari penciptaan manusia, penciptaan Adam. Tanda "makrifat" ini yaitu saat Adam dianugrahi pengetahuan "nama-nama" oleh Allah SWT, dan itulah kenapa Malaikat dan Iblis disuruh SUJUD kepada Adam..

"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya." (QS. al-Baqarah: 31)

Syaikhul Akbar Muhyiddin Ibn Arabi ra. mengatakan, bahwa perintah sujud kepada Adam, bukan bentuk penyembahan Malaikat kepada Adam, tetapi sebagai bentuk penghormatan, karena kedudukan Adam lebih tinggi dibanding semua makhluk itu. Para Malaikat taat dan tunduk kepada Adam.

Sementara iblis, yg memiliki potensi keraguan dan kesangsian, mengabaikan perintah Allah itu. Iblis mengabaikan perintah itu karena dia terhijab dari pemahaman hakikat Adam. Hijab itu adalah bentuk wujudnya Adam saja yg dilihat oleh Iblis, wujud formal dan tekstualnya, sehingga iblis kehilangan hakikat Adam. Padahal kalau Iblis tahu akan makna-makna Hikmah Samawiyah pada Adam, pasti ia akan tetap dalam Mahabbah menuju Ridha Allah Ta’ala.

Iblis mengabaikan Akal Budi dan Himmah yg ada pada dirinya, Ia terhijab dari memandang hakikat-hakikat Adam.

Sekarang saatnya, HAWA.. :D
HAWA merupakan simbolisasi dari NAFS. Ia adalah "nafs", karena berinteraksi dengan jasad yg bersifat gelap. Hidup itu sendiri jika dimetaforkan pada warna, adalah warna hitam. Sebagaimana hati disebut Adam, karena kata Adam itu berkaitan dengan fisik, tetapi tidak bersifat lazim pada karakter. Karena kata “Adamah” berarti kelabu, yaitu warna yang diarahkan menuju warna hitam. Hubungannya dengan TULANG RUSUK.. yg urusan tulang rusuk kan udah faham.. karena tulang rusuknya diambil,

- Kecondongan Adam adalah MENCARI PELENGKAP, atau pencarian "Kelengkapan".

- Kecondongan Hawa (berasal dari tulang rusuk) adalah MENCARI SUMBER, atau pencarian "Sumber Asal".

Nahhh... selanjutnya bagian yg ramainya... :D .. belum ada yg membahas.. ©ombad

Dari uraian sebelumnya :

- Simbolisasi Adam adalah Pengetahuan (Makrifat), dirinya condong kepada pencarian "Kelengkapan", karena selalu merasa ada yg kurang.

- Simbolisasi Hawa adalah Nafs dari Adam, dirinya condong kepada pencarian "Sumber Asal" nya.

Awalnya, mereka "menyatu", terpadu dan bersama, dan kemudian dipisahkan. Ketika terpisah, Kerinduan yang hebat melanda mereka ( :D  .. bahasa sy kayak novel ya..).

Adam merasa Tidak Lengkap. Semua Pengetahuan (Makrifat) nya pun terasa hambar, seperti sayur yg kurang garam. Kenapa hambar..? Karena Nafs dari dalam dirinya, telah terpisah dan menjauh.. oohhh..

Begitupun dengan Hawa, ia merasa kesepian yg hebat, merasa Kebimbangan, dan Keraguan yg semakin pekat mengikat.. Ia merasa tidak punya Sandaran dan Pegangan, gamang. seperti anak ayam kehilangan induk. Nafs nya berusaha mencari Sumber Asalnya.

Nafs nya tidak bisa menemukan "tali pengikat" kejinakannya..

Perjalanan dan pencarianpun mereka lakukan dengan didasari dari Kerinduan dalam dua arah esensi yg berbeda..

Sampai akhirnya Jabal Rahmah (Gunung Kasih Sayang).. :D

Pertemuan 2 hal yg terpisah, Pengetahuan (Makrifat) yg tidak akan bisa bercampur dengan Nafs.

Pertemuan akibat Kerinduan dari ikatan "suatu bagian yg berusaha mencari sumbernya" dan Kerinduan untuk melengkapi "Ketidak-lengkapan" dalam mencapai Kesempurnaannya.

Dan 2 hal yg berbeda sifat (polar) ini hanya bisa "dipadukan" dengan Gunung "Kasih Sayang".. sebuah esensi dari mengedepankan kasih sayang yg sebesar-besarnya, "sebesar gunung"..

Itulah kenapa wanita suka cepat mengatakan, "ini jodohku".. tapi yg dikatakan laki-laki,  "Jodohku bukan ya..?". Itulah kenapa wanita merasa sudah cukup dengan pasangannya, karena seperti telah "menemukan" sumbernya. Dan laki-laki selalu berusaha "mencocokkan" kelengkapannya, "Sudah sempurna atau belum..?"

Dari sinilah kenapa ayat Poligami ada, tapi tidak untuk Poliandri..

Btw, dari esensi Adam - Hawa di atas, nanti akan berhubungan dengan ucapan Ibn Arabi ra. yaitu :

"Perempuan adalah media terbaik bagi para Sufi untuk 'menemukan' Allah.."

Puisi sy ini bisa jadi menjelaskan,

Aku dari bawah ke atas,
Engkau dari atas ke bawah,
Mendekati-Mu Yang Sendiri,
Tidak bisa dengan sendiri.

Engkau turunkan manusia sepasang,
Mendekati-Mu pun menjadi sepasang,
Engkau turunkan kaca cermin-Mu,
Cermin rasa dalam mengenal-Mu.

(Puisi Kehidupan, ombad)


Semoga..
#ombad #tasawuf

12 March 2018

TENTANG TAKWIL

Allah yang menurunkan Al-Quran, mengetahui seluruh aspek maknanya. Dia juga mengetahui bahwa hamba-hamba-Nya berbeda-beda taraf kemampuan dalam memahami firman-Nya dan dapat menangkap sebatas yang mereka mampu. Maka dari itu, jika seseorang menangkap makna dari suatu ayat – dapat dikatakan, itulah makna yang dimaksud Allah dalam ayat tersebut bagi orang itu.

Banyak ayat Al-Quran yang menisbahkan bagian-bagian tertentu kepada Allah – seperti tangan, mata, jemari, bersemayam, berbicara kepada Musa, dsb. Jika kita memahami ayat ini seadanya (harfiyyah), kita akan terperangkap pada tasybîh (tamsil, penyerupaan) dan tajsîm (penjasmanian). Oleh sebab itu, banyak orang yang keluar dari pendekatan ini dan memilih pendekatan allegoris (kiasan, ibarat).
Sebaiknya tidak hanya pemahaman literal murni saja, kadang membutuhkan pemaknaan lewat Takwil (ta'wil).

Tentunya, penta'wilannya pun TIDAK seperti hal-hal di bawah ini :

1. Ta'wil yang membelokkan makna ayat paradoksial ke arah yang sehaluan dengan prinsip-prinsip logika.

2. Ta'wil atau penafsiran menurut hukum akal atau pertimbangan rasio semata.

3. Ta'wil menurut pendapat pribadi seseorang yang tidak cukup ilmunya.

4. Ta'wil yang tidak didukung oleh kisaran makna lafadzh.

وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ

"…padahal tidak ada yang mengetahui ta'wîl maknanya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya;..." (QS. Ali Imran:7)

Terkait Takwil ni, ada Hadist yg menerangkannya,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ ضَمَّنِي رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ إِلَيْهِ وَقَالَ "اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْحِكْمَةَ وَتَأْوِيلَ الْكِتَابِ" .

Dari Ibnu Abbas ra, "Rasulullah SAW memelukku dan berkata, 'Ya Allah, alimkan dia Al-Hikmah dan Ta'wil al-Kitab'." (HR. Ibn Majah)

Hadist di atas diucapkan Rasulullah SAW sambil memeluk ibn Abbas ra.

Dan beberapa tahun sesudahnya, ada suatu bukti tentang Ibn Abbas yg bisa mentakwil, dimana Ibn Abbas memberikan Takwil "yg jauh sekali" dari makna "Idza ja'a nashrullahi wal fath". Ibn Abbas tidak menghubungkannya dengan apa yg akan terjadi atas futuh Mekkah, melainkan ia memberi takwil :

Idza ja'a, "Tatkala datang maut menjemput Nabi," dalam arti, Nabi akan segera wafat setelah orang berbondong-bondong "yadkhuluna fi dinillah."

Inilah kenapa Takwil akhirnya jadi "sedikit" kontroversi, dalam arti, banyak juga yg "menentang" nya. Tidak sembarangan "dibuka" untuk kalangan awam.

Jadi, dari riwayat di atas, bisa diambil kesimpulan, bahwa Takwil itu bisa memberi visi (makna, ilmu, penglihatan) yg lain/berbeda, dan kebenarannya pun sama-sama haqq.

Artinya, "penafsiran" Al-Qur'an itu tidak selalu tekstual, dan bisa lewat pintu pemahaman Takwil lewat Qalbu dan Hikmah.

Dan ingat, penafsiran yg dimaksud di atas bukan dalam konteks Tafsir yg sudah baku dan disepakati para Ulama, tetapi lebih ke Takwil yaa... :D

Sekedar contoh :

[2:1] Alif Lam Mim.
[2:1] Kitab (Al Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,
[2:3] (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

Kalau boleh sy takwilkan ayat di atas, maka takwil sy begini : 

[2:1] Hamba-Nya yang INSAN KAMIL (misalnya, para Nabi dan para Aulia).

[2:1] Karena ketaqwaan hamba-Nya yang Insan Kamil ini, Allah menganugerahkan ilmu-Nya (al-Quran) baik ilmu lahir maupun batin. Anugrah ini dihidayahkan Allah sampai hamba-Nya yang Insan Kamil ini Haqqul Yaqin, yang prosesnya bisa secara lahiriah dan batiniah.

[2:3] Allah juga membukakan hal-hal yang ghaib (batin), sampai Insan Kamil ini haqqul yaqin, karena bisa "melihat" hal-hal yg ghaib (bashirah) dengan Qalbu Sirri-nya. Dalam hidupnya, ia selalu bergantung secara total ke Allah (faqir ke Allah), selalu "menghadapkan wajahnya" ke Allah. Dan ia pun selalu berupaya untuk mengajak dan membantu hamba-Nya yang lain agar berusaha wushul ke alam asalnya..

Wallahu a'lam.

Wahai Tuhanku, tambahkanlah aku ilmu.” (QS. 20:114)

Semoga...
#ombad #tasawuf #takwil

ESENSI IBADAH HAJI, MABRUR...?

Ibadah Haji itu termasuk jenis ibadah yg multidimensi, kenapa..? Bayangkan saja, aktivitas selama ibadah haji, ibadahnya dari mulai duduk, berdiri, berjalan sampai lari-lari, bahkan sambil lempar tugu setan pakai batu.. :D .. Selain itu juga, ibadah haji ini sarat dengan nilai-nilai "sejarah", "proses penciptaan", "pengetahuan", "ideologi Islam", dan "ummah".


IHROM

Pakaian Ihrom bermakna Kesetaraan, Kesatuan dan Kesederhanaan. Bukankah "Pakaian" seringkali mempengaruhi psikologis para pemakainya, dan sering mengarah kepada perbedaan status sosial, ekonomi atau profesi..bahkan bisa merasa lebih beriman jika pakai pakaian tertentu..?

Seorang yg sudah berihrom dalam ibadah haji harusnya sudah bisa meninggalkan perbedaan, kesombongan, keangkuhan, dan status sosial dalam kesehariannya.

 

THAWAF

Thawaf bermakna Kedisiplinan, Keteraturan, Kontinuitas Perbaikan, Dinamis, Move on, dan Toleransi.

Seorang yg sudah berthawaf dalam ibadah haji harusnya sudah bisa memadukan antara ibadah vertikal dengan horizontal, mampu merefleksikan konteks ritual ibadah dalam setiap aspek kehidupan, penuh toleransi, serta hatinya selalu menghadap Allah meski lahirnya sedang sibuk beraktivitas dan berusaha.


SA'I

Sa'i bermakna Etos Kerja yg tinggi, Totalitas, Upaya semaksimal mungkin, Pantang Menyerah dan Putus Asa. Semua hal ini hanya bisa tercapai jika penuh Keyakinan dan Kasih Sayang, seperti halnya kasih sayang Hajar kepada anaknya, Ismail as.

Seorang yg sudah bersa'i dalam ibadah haji harusnya memiliki Positive Mental Attitude yg penuh Kasih Sayang.

 

WUKUF ARAFAH

Wukuf bermakna Muhasabah, Penggalian dan Pengkajian diri. Bentuk proses dalam memperbaiki daleman (jiwa, hati) dengan cara "berhenti sejenak" dari urusan duniawi.

Seorang yg sudah berwukuf di Arafah dalam ibadah haji harusnya sudah bisa bershalat Daim atau Wustho setiap saat, sampai akhirnya "Introspeksi" menjadi kegiatan dalam keseharian.

 
LEMPAR JUMRAH

Lempar Jumrah bermakna memerangi hawa nafsu yg ada di dalam diri (jihad besar). Kan gak lucu kalo lempar jumrahnya pakai nafsu.. :D .. Karena ini paling sulit, maka selalu ingatlah doa yg dianjurkan Rasulullah SAW:

Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari berbagai kemungkaran akhlak, amal maupun hawa nafsu." (HR. Tirmidzi)

Seorang yg sudah melempar Jumrah dalam ibadah haji harusnya sudah bisa objektif dalam membedakan mana hawa nafsu dirinya dan mana qalbu/ruhnya. Dalam istilah tasawuf biasa disebut Shiddiqiyah.

Pengulangan 7 kali dalam Thawaf, Sa'i dan Jumroh ini bermakna Kontinuitas, Perjuangan, Usaha terus-menerus dan Perbaikan terus-menerus.

Dan bisa dikategorikan Mabrur jika sudah bisa "membebaskan diri" dari topeng kemunafikan dan menaklukkan hawa nafsu dalam dirinya, sehingga terbebas dari penghambaan kepada tuhan-tuhan palsu menuju penghambaan kepada Tuhan Yang Sejati, serta bisa mengisi hidup yg penuh kasih sayang dengan pengamalan nilai kemanusiaan yg universal dalam Tauhid yg sejati.

Selamat menjalankan Ibadah Haji bagi yg fisiknya sedang di Mekkah, atau bagi siapapun yg batinnya dalam keseharian selalu "beribadah haji".. "ber-labbaik".


Semoga...
#ombad #tasawuf

TRANSFORMASI IKHLAS

IKHLAS itu sangat sulit, bahkan paling sulit. Apalagi pola pendidikan yg kita terima sejak kecil "tanpa disadari" selalu berkutat pada orientasi Hasil (baca: untung).

Dalam hal ibadah pun, selalu ujungnya memakai "imbalan" atau "pamrih". Menguntungkan, ke surga. Tidak merugi ke neraka. Dengan aturan yg diwajibkan agar supaya semangat dan termotivasi. Aspek "reward & punishment".

Bukankah begitu juga ketika menerapkan urusan pendidikan (sekolah) ke anak (kecil) ? Rajin belajar biar jadi dokter, supaya bisa kaya. Biar jadi insinyur, agar makmur. Sedekah pun supaya tambah kaya dan makmur... :D

Salahkah seperti itu? Tentu tidak, karena "kesadaran" terluar sangat berhubungan dengan Keinginan (baca: hawa nafsu).

Selanjutnya, aktualisasi Kewajiban yg didasari "pamrih" ini akan bertransformasi menjadi Kewajiban "tanpa pamrih", lalu menjadi suatu "Kebutuhan" dan mudah²an akhirnya memasuki "Keikhlasan" & "Keridhaan".

Sehubungan dengan proses transformasi ikhlas ini, Abah Anom (TQN Suryalaya) pernah memberi nasehat dalam tausiahnya, 10 April 1970 :

"Dalam melaksanakan ibadah, tidak bisa langsung ikhlas, biasanya dilaksanakan pada awalnya karena Pamrih ingin ini dan itu. TIDAK APA-APA UNTUK SEMENTARA. Teruslah laksanakan ibadah tersebut untuk melatih diri, untuk melatih agar menjadi biasa, untuk melatih Ridha dan Ikhlas karena perintah Allah Ta'ala. Alat latihannya supaya hati bisa menjadi Ikhlas dan Lillaah (karena Allah) adalah rajin berdzikir mengucapkan kalimat Thayyibah (Laa ilaaha illallaah), sampai terasa menetap di dalam Rasa."


Semoga....
#ombad #tasawuf

PENDANGKALAN

Semakin ke sini makin "terlihat" atau ketahuan bahwa ternyata masih banyak Muslim yg pemahaman agamanya dangkal. Itulah salah satu kegunaan medsos, yg bisa memperlihatkan sesuatu yg tadinya "tersembunyi". Sungguh menggelikan.... ehh, memprihatinkan. :D

Contoh kedangkalan pemahaman dalam agama :

- Masjid dijadikan alat politik. Jadi aja masjidnya sudah bukan "rumah Allah" bagi semua, tapi "rumah Politis" bagi sesama pendukung.

- Pendangkalan cara mengukur Keimanan, dimana aspek Batiniah yg begitu dalam dan tak terbatas didangkalkan dengan memaksakan dibawa ke ranah Lahiriah. Padahal sudah jelas Rasulullah SAW melarang hal tersebut : "Kita hanya menghukum apa yg tampak dan hanya Allah yg menentukan apa yg ada di dalam batin orang."

- Pendangkalan hukum Fardhu Kifayah, dimana awalnya agar semua tidak ikut berdosa, sekarang programnya supaya semua jadi berdosa, khususnya dalam men-shalatkan jenazah.

- Pendangkalan makna Islam "rahmatal lil 'alamin" menjadi "rahmatal lil Muslimin", kemudian didangkalkan lagi menjadi "rahmatal lil Mukminin".

- Dan masih banyak pendangkalan-pendangkalan lainnya yg berhubungan dengan makna ayat dan "positioning" nya.

Penyebab dari "pendangkalan" ini, selain diakibatkan oleh Pemahaman yg dangkal, juga disebabkan karena Qalbu sebagai "sumber" penerima "cahaya" berkualitas buruk dan mengalami pendangkalan. Kualitas qalbu yg makin bagus itu akan semakin dalam, "meluas" bukan menyempit, karena Islam bukan "rahmatal lil mukminin" yg sedikit, tetapi "rahmatal lil 'alamin" yg luas dan banyak. Karena "hijab" dan "kotoran" itu menyempitkan, sedangkan "kebeningan" itu meluaskan. Seperti halnya kolam yg dalam menjadi dangkal akibat bertambah lumpur. Sedimentasi.

Jadi, Hijab itu akan mendangkalkan, menyempitkan, membatasi dan mengkotak-kotakkan.. dan ini sangat berhubungan dengan masalah Hidayah, karena Hidayah itu akan "membuka" petunjuk/ilmu untuk makin bervisi luas, yaitu "rahmatal lil 'alamin".


Semoga....
#ombad #tasawuf

SELEKSI PENCERAMAH

Jika kita kaji sejarah bagaimana peranan masjid di zaman Rasulullah dan salafussoleh (300 thn selepas Rasulullah), akan nampak betapa masjid telah mengambil peranan dan memberi jasa yg sangat besar pada pembangunan masyarakat Islam, dimana salah satu fungsi mesjid adalah sebagai Gudang ilmu dan Kebaikan. Imam yg dipilih bukan sembarang imam. Guru yg mengajar bukan sembarang guru, karena guru-guru yg mengajar di waktu itu adalah tokoh² besar di zamannya.

Sewaktu jaman Khalifah 'Ali bin Abi Thalib kw. ada seleksi super ketat untuk memilih para Pengajar dan Penceramah mesjid, baik secara keilmuan ataupun pribadinya. Dan salah satu pertanyaan yg sering "menggagalkan" calon Penceramah/guru itu adalah :
"Apa yg merusak manusia..?"

Dan jika mereka gagal seleksi, maka Amirul Mukminin 'Ali akan berkata, "Engkau tidak layak untuk mengajar..!" 

Suatu ketika, di salah satu sudut masjid ada seorang anak berusia 12 tahun yg sedang mengajar. Padahal yg sanggup mengajar di masjid waktu itu bukan sembarang orang. Sebagai guru, tempat duduk dia lebih tinggi dari murid²nya yg duduk di lantai beralaskan karpet. Bukan sekadar untuk menghormati guru tetapi juga untuk memuliakan ilmu. Murid² yg mendengar kuliah anak itu sudah tua-tua.

Sayyidina 'Ali terkejut melihat anak kecil itu lalu berkata, "Aku ingin bertanya satu pertanyaan, kalau engkau dapat menjawabnya, maka engkau boleh terus mengajar, kalau tidak engkau tidak layak untuk mengajar di masjid ini. Pertanyaanku adalah apa yg merusakkan manusia..?"

Anak kecil itu menjawab, "Yang merusakkan manusia adalah karena cinta akan dunia (hubbud dunya).."

Sayyidina 'Ali terkejut mendengar tepatnya jawaban tersebut, karena cinta dunia merupakan ibu kejahatan.

Akhirnya Sayyidina 'Ali pun berkata kepada anak kecil itu, "..Mulai hari ini kupersilahkan kamu untuk mengajar di depan mereka di Mesjid ini..!"

Dan anak kecil itu adalah HASAN BASHRI, yg di kemudian hari mendapat gelar "Afdhalut Tabi'in" (Tabi'in paling utama).

Nama aslinya adalah Hasan bin Yassar. Hasan ini dibesarkan oleh Ummu Salamah (istri Rasulullah SAW) sejak bayi, bahkan disusuinya. Hasan adalah anaknya budak Ummu Salamah. Dan selanjutnya, Hasan ini mendapat didikan dari para Sahabat utama di mesjid Nabawi, yaitu: 'Utsman bin Affan, 'Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah, dll.

Nah, pertanyaannya...
Kenapa Penceramah Mesjid tersebut diseleksi dengan sangat ketat dan hati-hati..?


Semoga...
#ombad

11 March 2018

BERMADZHAB ATAU TIDAK...?

Imam al-Ghazali ra. pernah ditanya soal air. Lalu Beliau menjawab:

"Menurutku pendapat Imam Malik lebih tepat dalam hal ini. Tetapi aku tetap menggunakan pendapat Imam Syafi’i."

Lihatlah, seseorang yg mempunyai derajat ilmu sekelas al-Imam saja masih bermadzhab. Meski Imam Ghazali tahu bahwa pendapat Imam Malik lebih tepat dalam suatu hal, tetap saja beliau berpegang kepada madzhab Syafi'i.

Berbeda dengan orang-orang atau kelompok tertentu yg mungkin masih jauh dibawah derajat ilmu Imam Ghazali, yg berkata, "Oh, dalam hal ini Imam Malik lah yg benar menurut kami, jadi kami berpegang kepada Imam Malik dalam hal ini. Tapi kalau dalam hal yg itu, pendapat Imam Syafi’i itulah yg benar, jadi kami berpegang kepada Imam Syafi'i dalam hal itu."

Parahnya, mereka menggunakan beberapa madzhab dalam satu bab yg sama. Misal dalam bab Thaharah, mereka berwudhu dengan wudhunya Imam Syafi’i dan mereka batal dengan batalnya Imam Maliki. Kalau mereka Thaharah dengan madzhab Maliki dan Shalat dengan madzhab Syafi’i sich masih mending. Tapi yg bagus adalah sikap Imam Ghazali.

Memang tak ada perintah wajib bermadzhab secara sharih, namun bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah ini:

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

Maa laa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa waajib.
"Perkara yg menjadi penyempurna dari perkara Wajib, hukumnya juga Wajib."

Misalnya kita membeli air, apa hukumnya..? Tentunya Mubah saja, tapi jika akan shalat fardhu, air tidak ada dan harus beli, serta kita punya uang, maka hukumnya membeli air itu berubah, yg tadinya Mubah berubah menjadi Wajib, karena perlu untuk shalat wajib.

Demikian juga dalam syariah, tidak wajib mengikuti madzhab, namun karena kita tak mengetahui samudra syariah seluruh madzhab, dan kita hidup 14 abad setelah wafatnya Rasul SAW, maka kita tidak mengenal hukum ibadah kecuali menelusuri fatwa yg ada dari para Imam Muhaddits terdahulu, maka bermadzhab pun menjadi wajib, karena kita tak bisa beribadah hal-hal yg fardhu (wajib) kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu. Itu makanya bermadzhab menjadi wajib hukumnya.


Semoga....
#ombad