Ayat di bawah ini akan sulit diaktualisasikan jika hati/qalbu masih keras atau masih banyak kotorannya :
"Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yg lebih baik, maka tiba-tiba orang yg antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yg sangat setia." (QS. Fussilat, 41: 34)
Jadi bisa dimaknai, selalu berupaya 'mengusir syetan' dengan cara melakukan hal yg lebih baik, maka musuh terjahat sekalipun akan berubah menjadi teman baik. Mudah-mudahan ingat kisah Rasulullah SAW yg rutin menyuapi makan kakek Yahudi yg sangat membencinya. Dan mungkin saja Rasulnya sedang berpuasa lhoo.. :D
Ketika Kebaikan dibalas dengan Kebaikan, itu bagus, dan lebih utama lagi, jika dibalasnya dengan yg lebih baik. Begitupun, ketika Kejahatan dibalas dengan Kejahatan lagi, secara hukum tidak salah, tetapi lebih utama, jika bisa memaafkan dan tetap berlaku baik.
Semuanya tergantung hati/qalbu, mau memilih seperti air di ember yg dilempari batu, air di kolam atau air di laut. Air Maghfirah. Sumbu pendek atau sumbu panjang.. :D
Sempit atau luasnya qalbu ini dipengaruhi banyak tidaknya penyakit/kotoran di dalamnya (nafsu Amarah, Mulhimah & Lawamah). Qalbu yg paling berkualitas dalam konteks lahiriah adalah Nafsu Muthmainnah, sedangkan dalam konteks batiniah adalah "kosong" dari apapun kecuali Allah SWT.
Kan lucu jadinya, ketika melempar "tugu syetan" dengan batu sewaktu Jumrah (ibadah Haji) dilakukan dengan penuh nafsu, padahal berbaju ihram. Untung aja batunya gak balik lagi kena jidatnya.. :D
Mudah-mudahan Hati/qalbu kita bisa luas, lembut dan halus, sebagaimana gambaran Rasulullah SAW menurut sayyidah Aisyah rah. :
"Beliau tidak pernah bicara tak senonoh dan menggunakan kata-kata yg kotor. Beliau tidak pernah berteriak dan membalas kejahatan dengan kejahatan pula. Beliau seringkali memaafkan orang dan melupakan dosa-dosa orang tersebut." (HR. Tirmizi).
Semoga..
#ombad #tasawuf #puasa