09 November 2017

HIKMAH & KEBENINGAN HATI

Ada nasehat dari Imam Malik ra. :

قَالَ الإِمَامُ مَالِكُ -رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى-: (إِنْ رَأَيْتَ الرَّجُلُ يُدَافِعُ عَنِ الْحَقِّ "فَيَشْتُمُ وَيَسُبُّ وَيَغْضَبُ" فَاعْلَمْ أَنَّهُ مَعْلُوْلُ النِّيَّةِ، ِلأَنَّ الْحَقَّ لاَ يَحْتَاجُ إِلَى هَذَا).


"Jika engkau menyaksikan seseorang sedang membela Kebenaran (al-haq), tetapi lisannya mengeluarkan cacian, makian, sumpah-serapah dan mengobral kemarahan, maka ketahuilah bahwa Niat di Hatinya sudah terkotori, karena Kebenaran (al-haq) tidak membutuhkan semua itu."

Apakah nasehat Imam Malik di atas berhubungan dengan ayat ini?

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan Hikmah dan Pelajaran yg Baik, dan Bantahlah mereka dengan cara yg Baik...." (QS. An-Nahl: 125)

Soalnya Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw. pernah mengatakan :

لاَ شَرَفَ مَعَ سُوْءِ أَدَبٍ


"Tidak ada kemuliaan yg disertai dengan adab yg buruk."

Dan ucapan Imam 'Ali ini mirip seperti yg dikatakan Imam Abdullah bin Mubarak ra..:

لاَ يَنْبُلُ الرَّجُلُ بِنَوْعٍ مِنْ الْعِلْمِ مَا لَمْ يُزَيِّنْ عَمَلَهُ بِالأَدَبِ


"Seseorang itu tidak akan mencapai kemuliaan dengan salah satu macam ilmu selama dia tidak menghiasi amalnya dengan Adab."

Di kitab Hilyatul Awliya pun Imam Malik mewanti-wanti :


تَعَلَّمِ اْلأَدَبَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلَّمَ الْعِلْمَ


"Pelajarilah Adab sebelum engkau mempelajari ilmu."

Berarti kalau gitu... ada hubungan yg erat antara : Hikmah, Kehalusan Hati, Adab, Kebeningan Hati (Niat) dan ilmu... dan ini semua akan berpengaruh terhadap pemilihan suatu cara/metode dalam menyeru atau mengajak kepada Kebaikan... Amar ma'ruf Nahi munkar... Begitu kah?

Itu makanya Kaidah dasar dalam ber-amar ma'ruf nahi munkar adalah :

"Amar ma'ruf lah dengan cara yg ma'ruf, dan nahi munkar lah dengan cara yg tidak munkar.."


Semoga....
#ombad #tasawuf

08 November 2017

PASANG TARIF...?


إتبعوا من لا يسئلكم أجرا وهم مهتدون

"Ikutilah orang (para da'i) yang tidak meminta bayaran kepada kalian dan mereka yg mendapat petunjuk.” (QS. Yasin: 21)

Risalah Dakwah itu sangat mulia nilainya di sisi Allah SWT. Dan "kemuliaan" ini jangan dikotori dengan hal-hal yg rendah seperti materi. Rasulullah SAW dan para Sahabat itu tidak pernah menjadikan dakwah sebagai alat untuk mencari uang. Rasulullah SAW itu paling anti meminta bayaran dalam berdakwah apalagi sampai MEMASANG TARIF.

"... Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan...” (QS. As-Syura: 23)

Mudah-mudahan kisah ini menjadi pengingat..

Sewaktu zaman Nabi Musa as., ada salah satu muridnya yg paling pintar, lalu pamit kepada Nabi Musa untuk pergi merantau dan berdakwah, namun sayang ternyata dakwahnya dijadikan untuk mencari kemewahan dunia, maka Allah kutuk dia menjadi seekor babi hutan.

Dan hal di atas berbeda dengan sistem upah (gaji) sehubungan dengan rutinitas mengajar, dimana dalam kitab Hadist Bukhari, ada riwayat dari Ibn Abbas ra.:

“Wahai Rasulullah, ia ini mengambil upah atas Kitabullah.”

Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya upah yg paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) Kitabullah.”

Mudah-mudahan bisa dipahami perbedaannya.

Dan akhirnya, semua tergantung niatnya, seperti yg Rasulullah SAW katakan:

Sesungguhnya amalan itu tergantung dengan niatnya, dan sesungguhnya ia akan mendapatkan sesuatu yang diniatkannya.” (HR. Bukhari - Muslim, dari 'Umar bin Khatthab ra.)

Silahkan pilih, kemuliaan di sisi Allah atau sisi duniawi..?

Jadi jangan jadikan dakwah untuk berbisnis, tetapi berbisnislah untuk berdakwah.

Semoga....
#ombad #tasawuf

07 November 2017

HITAM ATAU PUTIH...?

Saat dalam koridor aturan/hukum, maka dualitas begitu jelas, yg ada hanya Benar atau Salah. Tetapi dalam praktiknya, kadangkala batas yg jelas antara Salah dengan Benar, antara Hitam dengan Putih pun menjadi bias.

Semisal kejadian ketika Perang Bharatayudha : 

- Ketika Arjuna berhadapan dengan Kakak seibunya yaitu Karna. Apakah situasi ini merupakan pemenuhan kewajiban seorang ksatria ataukah menghilangkan nilai ikatan persaudaraan..?

- Bima yg katanya seorang ksatria, sesudah mengalahkan Dursasana, malah memutilasi Dursasana dengan alasan darahnya dibutuhkan oleh Drupadi sebagai tebusan karena Drupadi pernah dinodai Dursasana. Apakah situasi ini merupakan sifat seorang ksatria ataukah hanya pemenuhan kewajiban pelaksanaan sumpah/nazar..?

Begitupun dalam Islam, di atas ilmu Fiqih, masih ada ilmu Ushul Fiqih, dan di atasnya lagi masih ada ilmu Tasawuf. Ketika dalam koridor Fiqih, Nabi Musa as. bisa menyalahkan dan memprotes Khidir as. Tetapi ada suatu kondisi dimana batas antara Benar dan Salah pun menjadi bias, lalu paradoksial, seperti pengajaran Khidir kepada Musa.

Artinya, kadang berpikir jangka panjang lebih diutamakan. Kadang menghargai perasaan orang lain lebih diutamakan, daripada sekadar halal-haram. Kadang, Kebaikan lebih utama daripada Kebenaran, seperti dulu sewaktu Walisongo pernah "melarang" berkurban (idul adha) pakai sapi. Kadang juga, berpegang pada rasa cinta lebih diutamakan meski diteriaki gila.. :D

"Majnun sudah gila... Majnun sudah gila..!" Kata orang-orang yg melihatnya.

"Tidak, Majnun tidak gila.. Dia hanya sedang Jatuh Cinta.." Kata orang yg telah mengalaminya.

Sebutlah, yg pertama adalah tentang salah atau benar, tentang Hitam atau Putih. Dan yg kedua, adalah tentang Tasawuf, yg bisa menyelaraskan Hitam Putih, asal-usulnya (ushul), "hikmah" serta "bijak", dan menjadi "cinta".

Kadang harus seperti Majnun, yg cintanya begitu melebur dengan Laila yg dicintainya, dan menemukan percikan Tuhan di dalam dirinya.

Semoga....
#ombad #tasawuf

06 November 2017

RASA TAKUT

Dalam kitab Minhajul Abidin, Imam Ghazali ra. mengutip perkataan Syeikh Sahal berikut,

"Sempurnanya IMAN seseorang itu dengan ILMU, dan sempurnanya ilmu adalah dengan TAKUT. Tidak cukup iman seseorang bila tidak disertai ilmu, dan tidak cukup ilmu seseorang jika tidak punya perasaan takut."

Bagi para salik pun sama, rasa takut dalam diri ini bisa muncul dan "membesar", meski hal-hal yg ditakutinya dianggap sepele oleh orang di sekitarnya.

Biasanya Rasa Takut ini awalnya akan berhubungan dengan hal-hal yg bersifat lahiriah, seperti : materi, status, jabatan, karir, penyakit, dsb. 

Lalu selanjutnya berhubungan dengan hal-hal yg bersifat batiniah, seperti : kesesatan, kemusyrikan, kekafiran, dsb.

Sampai akhirnya, proses "perjalanan" rasa takut ini mengalami puncaknya yaitu mengalami "Laa haula wa laa quwwata illa billaah.." .. Suatu tanda kelemahan sebagai makhluk Tuhan, dan tentunya "pengalaman" ini disertai dengan Rasa Harap (roja') akan Rahmat Tuhan, sampai pada kondisi "setiap kehendak dan gerak" adalah Rahmat dari-Nya.

Artinya rasa takut (khauf) adalah syarat keimanan kepada Allah SWT, dan tentunya akan bersamaan dengan rasa harap (roja').

Dan "proses" di atas, tersirat dalam ayat :

"Hanya hamba Allah yang berilmu saja yang dapat mempunyai perasaan takut kepada Allah." (QS. Fathir: 28)

Takut miskin itu bagus, tetapi jika gara-gara takut miskinnya menyebabkan korupsi, itu namanya rasa takutnya tidak disandingkan dengan rasa harap (roja') atas Rahmat dan Karunia Allah, ya jadi salah, atau dengan kata lain "tidak beriman".. dan begitu pun dengan rasa takut yg lainnya.

Semoga....
#ombad #tasawuf