15 June 2018

SAKTI

Dulu, sewaktu Abah Anom masih hidup, banyak ikhwan (murid TQN) yg sowan ke Suryalaya untuk mengadu berbagai masalah yg menimpa dirinya, tetapi Abah Anom hanya menjawab:

"Teruskan dzikirmu.."

Kadang banyak yg mengalami fenomena "ketika berdzikir badannya bisa terangkat dari lantai", bahkan sampai melayang-layang di udara (terbang), dan sejak jaman Abah Sepuh pun fenomena seperti ini ya biasa. Tetapi ketika mereka mengadu ke Abah Anom perihal fenomenanya, Abah hanya menjawab:

"Teruskan dzikirmu, karena itu belum sempurna..!"

Memang selalu ada saja diantara ikhwan itu yg menyukai ilmu Kesaktian, Kanuragan ataupun Kadigdayaan, namanya juga manusia.. :D .. Tetapi kepada mereka yg seperti itu, Abah selalu berpesan:

"Letakkan dulu keilmuan yg telah engkau pelajari kemarin dan amalkanlah dzikir Laa ilaaha illaalloh karena dzikir ini ibarat nasi, kalau sudah matang tinggal mencari lauk pauknya." 

Dan ilmu Kesaktian, "keparanormalan", Kedigdayaan ataupun Kanuragan itu hanya merupakan ilmu permainan "anak kecil" saja, paling banter hanya bisa menembus alam jin, tetapi tidak akan bisa melewati alam Malakut, Jabarut apalagi Lahut. :D

Bahkan Karomah pun dalam konteks Kewalian itu hanya tahap awal saja. Meskipun seseorang memiliki kemampuan luar biasa seperti: terbang, tubuh menjadi seratus atau bahkan seribu dalam satu waktu, berjalan di atas air, dsb, belumlah dianggap mencapai kesempurnaan kalau belum berma’rifat kepada Allah.

Dalam kitab Sirrur Asrar (Syeikh Abdul Qadir al-Jailani qs.) pun diterangkan bahwa seorang Wali itu adalah orang yg diperkuat dengan Karomah, tetapi mereka tertutup dalam Karomah, mereka tidak diberi izin untuk menjelaskannya, karena menjelaskan rahasia ketuhanan adalah kufur.

Orang-orang yg memiliki Karomah itu "tertutup" dan Karomah itu "haidnya seorang lelaki". Seorang Wali memiliki seribu maqam. Maqam yg pertama adalah Karomah. Orang yg telah menyelesaikan tingkatan Karomah akan naik lagi ke tingkat yg lain, dan jika tersendat (terganggu, tergiur) dalam Karomah, maka tidak akan mampu melanjutkannya.

Jadi memang, Istiqomah itu lebih baik daripada seribu Karomah.

Semoga....
#ombad #tasawuf #karomah

PENYEBAB RADIKAL

Jika berkaca pada tiga peristiwa di bawah ini, sikap radikal dalam beragama itu bisa disebabkan karena: Penyakit Hati (Dengki, Dendam, Sakit hati), Fitnah dan Konspirasi (politik), serta Pemahaman (Tekstual, Merasa Paling Benar).

1. Sejarah terbunuhnya sayyidina 'Umar bin Katthab ra. oleh Abu Lu'luah (Fairuz), dimana tindakan Radikal itu karena akibat Dengki, Dendam dan Sakit hati. Awalnya karena Kerajaan Persia (tempat asalnya Fairuz) yg ditaklukkan 'Umar.

2. Sejarah terbunuhnya sayyidina Ustman bin Affan ra. oleh Bani Sadus (Khurqush bin Zuhair As-Sa’di, ‘Alba’ bin Haitsam As-Sadusi, dll), dimana tindakan Radikal itu karena akibat Fitnah dan Konspirasi Politik (yg menurut sebagian riwayat diprakarsai oleh Abdullah bin Saba').

3. Sejarah terbunuhnya sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw. oleh Abdurrahman bin Muljam, dimana tindakan Radikal itu karena akibat Pemahaman yg salah, tekstual dan Merasa Paling Benar.

Dan ketiga penyebab di atas, semuanya berawal dari Hati, dimana Hatinya penuh hawa nafsu yg mengotori, sehingga hatinya jadi lebih mudah untuk "menarik" hal-hal atau sikap yg negatif, sampai akhirnya mempengaruhi pemahaman dan tindakan. 

Semoga....
#ombad #tasawuf

13 June 2018

LAILATUL QADAR, DAPAT..?

Rasulullah SAW bersabda,

Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Dia berfirman, ‘Siapa yg berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yg meminta kepada-Ku, maka akan Aku berikan. Dan siapa yg memohon ampun kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Untuk memahami Hadist di atas, harus paham juga bahwa Allah itu tidak terpengaruh dimensi Ruang dan Waktu.

Jadi kata "turun" untuk Allah itu sifat mustahil bagi Allah, karena Allah itu Qiyamuhu bi Nafsihi (berdiri sendiri) tanpa ketergantungan Ruang dan Waktu baik arah atas, bawah, kiri, kanan, turun ataupun naik.

Secara proses, Hadist-hadist seperti itu harus dipahami sebagai bentuk perintah bagi kita agar kita berproses untuk "naik", bukan naik secara dimensi Ruang, tetapi "menaikkan kesadaran", menaikkan kualitas diri, sehingga kualitas kesadarannya "lebih mendekati" Allah, sehingga berpeluang lebih mudah untuk mencapainya.

Atau dengan bahasa lain, kesadaran yg awalnya berada di alam Nasut/jasmani, akan berproses menuju Malakut, terus ke Jabarut, sampai akhirnya ke Lahut.

Ingat Hadist,

"Shalat itu mikrajnya para Mukmin."

Tafakur sesaat lebih besar pahalanya daripada ibadah 70 tahun.”

Jadi fokusnya bukan ke "Allah turun ke langit dunia", tetapi bagaimana kita bisa "menyongsong-Nya dari langit dunia" dengan cara menaikkan level "langit" diri. Itu makanya kapan terjadinya "lailatul qadar" pada seseorang merupakan suatu rahasia. Bukan kayak tanggal merah di kalender.. :D

Berangkat dari pemahaman seperti ini, nanti kita dapat memahami (dan mudah-mudahan dapat mengalami), bahwa yg namanya Lailatur Qadar itu adalah "suatu rangkaian proses transformasi kesadaran" dan bukan sekedar "hadiah yg jatuh dari langit" ataupun "fenomena alam" yg tinggal ditunggu pada malam tertentu, sementara malam-malam lainnya tidak melakukan proses apa-apa. Wuihh.. enak bageeddhh.. :D

Jadi sesuatu yg lucu, jika ada yg koar-koar menjual acara "mencapai Lailatul Qadar" seharga berapa rupiah dalam sekali proses.. suatu pembodohan dan disantapnya pun oleh orang-orang bodoh.. :D

Dan orang-orang bodoh ini akhirnya berilusi dengan kemerasaan "maqam" kesadarannya. Merasa sedang di kesadaran tinggi, padahal sedang darah tinggi.. Merasa sedang melebur dan Fana', padahal sedang melamun dan terpana.. :D

Ya memang lucu dan menggelikan, soalnya alam di bawah Malakut pun belum selesai dilaluinya, lalu dengan bangganya merasa mendapatkan Lailatul Qadar dalam semalam. Cuma yg aneh, kenapa Jabarutnya belum "kena" (terakses), padahal kondisi "Lailatul Qadar" ada di Jabarut.

Jadi analoginya, jika "maqam" Lailatul Qadar ada di tingkat 100, ya sesuatu yg sulit dicapai jika "modal awal" nya hanya di tingkat 20, karena Lailatul Qadar itu seperti "finalisasi" rangkaian proses evolusi kesadaran per tahun atau lebih. Ada rangkaian Sunatullahnya dan bukan merupakan sesuatu yg instan, karena Allah itu Maha Adil.
 
Sekali lagi, Lailatul Qadar itu merupakan bentuk dari keseluruhan proses Qurbah (Dekat kepada Allah), dan bukan hanya sekedar hasil yg mudah didapat dan diraih dalam semalam.

Langit yang luas memerah pedas,
Bercampur kuning laksana emas,
Kelipan bintang menghilang lenyap,
Suara semesta terdengar senyap.

Berubah bentuk lengkungan angkasa,
Bentuknya melendut masuki kepala,
Kepala yang bermahkota cakrawala,
Terasa gontai menahan beban raga.

Kata terkunci mulut terbungkam,
Darah bergolak wajah mengelam,
Gerahnya badan kalahkan malam,
Saksikan asingnya jalan kejadian.

Sayap-sayap pelayan-Mu tutupi angkasa,
Lagu-lagu pujian-Mu riuh berkumandang,
Ucapan salam-salam berulang dalam gema,
Penuhi tiap rongga-rongga sudut yang ada.

("Puisi Kehidupan, Bab 18 Penyatuan", ombad)

Semoga..
#ombad #tasawuf #ramadhan

11 June 2018

TABARRUK

Tabarruk itu dari kata BERKAH (bertambah dan berkembang kebaikannya). Tabaruk (ngalap berkah) adalah mengharap tambahan kebaikan dari Allah dengan perantara ruang, waktu, makhluk hidup dan bahkan benda mati.

Jika anda gak percaya Tabarruk (mencari "perantara" keberkahan lewat seseorang Ulama ataupun Wali) ya gak apa-apa, silahkan aja.. tapi jika sampai mengatakan Tabarruk itu Bid'ah, Sesat atau Musyrik, anda harus hati-hati. Kenapa..? Karena anda sedang mempertunjukkan Kebodohan sendiri.. kan malu atuh.. :D .. Mungkin yg anda anggap salah itu karena anda sebetulnya belum mengetahui dan memahaminya.. :D

Mereka yg menghukumi Tabaruk sebagai hal yg dilarang atau bahkan syirik, benar-benar telah mengada-ngada dalam hukum syariat, karena Tabaruk adalah salah satu nilai yg diajarkan dalam Islam dan bukan hal baru. Generasi Sahabat dan para Salaf telah menjalankannya.

Dalam kitab-kitab Sirah Nabawiyah, kita bisa melihat bagaimana para Sahabat begitu antusias untuk mendapatkan tetesan wudhu Rasulullah SAW. Untuk apa kalau bukan untuk mencari berkah dari air yg menyentuh tubuh beliau. Beliau tak pernah sekali pun melarang perbuatan itu. Ini menunjukkan bahwa Berkah itu sesungguhnya ada, dan bisa diraih melalui orang-orang yg sangat dekat dengan Allah.

Jadi mengharap Keberkahan lewat perantaraan seseorang yg diyakini kualitas spiritualnya lebih tinggi itu sudah dilakukan juga oleh para Sahabat, bahkan oleh keluarganya Rasulullah SAW.

Kalau masih gak percaya, silahkan pelajari sebagian hadist shahih di bawah ini.

Sahabat Anas ra. menceritakan bagaimana para Sahabat bertabarruk dengan rambut Rasulullah:

عن أَنَسٍ قال  لقد رأيت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالْحَلَّاقُ يَحْلِقُهُ وَأَطَافَ بِهِ أَصْحَابُهُ فما يُرِيدُونَ أَنْ تَقَعَ شَعْرَةٌ إلا في يَدِ رَجُلٍ ، رواه مسلم وكذا رواه احمد والبيهقي في السنن الكبرى

"Aku melihat tukang cukur sedang mencukur Rasulullah dan para sahabat mengitarinya. Tidaklah mereka kehendaki satu helai pun dari rambut beliau terjatuh kecuali telah berada di tangan seseorang." (HR. Muslim, Ahmad & Baihaqi)

Bertabarruk dengan air bekas wudhu:

"Aku mendatangi Rasulullah sewaktu beliau ada di kubah Hamra' dari Adam, aku juga melihat Bilal membawa air bekas wudhu Rasulullah dan orang-orang berebut mendapatkannya. Orang yg mendapatkannya air bekas wudhu itu mengusapkannya ke tubuhnya, sedangkan yg tidak mendapatkannya, mengambil dari tangan temannya yg basah." (HR. Bukhari, Muslim & Ahmad)

Dan banyak lagi hadist lain yg meriwayatkan urusan Tabarruk ini, apakah dengan keringat, potongan kuku, ataupun barang-barang bekas pakai Rasulullah (jubah, pakaian, potongan kain, cangkir, dsb).

Dengan landasan hadist-hadist seperti di atas, maka Imam Nawawi ra. pun dalam Syarah Sahih Muslim menganjurkan untuk Tabarruk:

"Hadits ini adalah bukti dianjurkannya mencari barokah lewat bekas dari orang-orang saleh dan pakaian mereka."

Jadi, seandainya kita tidak mampu menuju kepada Allah dengan diri sendiri, maka dekatilah para Ahlullah, dan "menumpang" lah dalam "gerbong" mereka. Gak usah sombong merasa bisa sendiri.. :D

Dan sekali lagi, Belum tentu yg anda anggap salah itu adalah salah, tetapi yg bener itu karena anda memang belum mengetahuinya.. :D

Semoga..
#ombad #ramadhan
#NU

PUASA, MUDIK DAN IDUL FITRI

Setelah melakukan berbagai ibadah (puasa, dll), disertai upaya pembersihan/penyucian diri (Shafa) dan upaya-upaya riyadhoh lainnya, diharapkan diri dan hati kita ada keselarasan dengan Kehendak dan Ketentuan Yang Maha Suci, agar kembali suci.

Dengan persiapan "bekal" seperti yg disebutkan di atas, yg bertujuan untuk mengganti "baju-baju" yg sudah usang, yg robek, terkoyak dan kotor.. Baju-baju jelek di masa lalu akibat perjalanan yg tidak sesuai fitrah.. sampai bisa diperbaharui dan diganti dengan "baju" yg sesuai dengan "baju" yg pertama kali dipakai ketika perjanjian awal "Alastu bi Rabbikum, balaa syahidna..."

Ya, itulah "mudik" yang sesungguhnya, yaitu Wushul (kembali) ke sumber (asal), "mudik" yg sampai ke puncaknya, yaitu Puncak Tauhid (shirath al-mustaqim), al-Ahadiyah.. Rabbul 'Alamin.

Mudik yg diupayakan agar tetap dalam Nyaman (damai, Islam), Aman (Iman) dan Selamat sampai tujuan (Ahadiyah), serta tidak tersesat (adh-Dhaalliin) dan tidak celaka (al-Maghdub).

Sampai akhirnya bisa kembali sesuai dengan dari mana kita berasal, kembali kepada Kesucian. 'Idul Fitri.


Semoga...
#ombad #mudik

10 June 2018

BERAGAMA ITU PERSONAL

Ketika ada dua orang berdebat tentang bagaimana rasanya gula di depan mereka, mungkin ada yg memilih untuk mengambil gula itu lalu memakannya tanpa banyak kata, dan satunya lagi tetap berdebat dan mempermasalahkannya. Jadi akhirnya, ada yg tahu benar manisnya rasa gula dan sebaliknya, ada yg masih tidak tahu dan meragukannya.

Begitupun, ketika ada 2 kubu (kelompok) yg berdebat tentang pro-kontra amalan-amalan tertentu, ada yg memilih untuk melakukannya tanpa banyak kata, dan akhirnya bisa merasakan bagaimana dampaknya bagi sisi batin dan kehidupannya. Ada juga yg tetap memperdebatkannya.

Hal ini mengisyaratkan bhw beragama itu personal, merupakan hubungan "privasi" dengan wilayah rasa (hati, qalbu), dan "hubungannya" ini bisa tersentuh dengan cara menjalankan, mengalami dan merasakan sendiri. Seperti itulah Keyakinan.

Bukankah Rasulullah SAW ketika ditanya, "di mana letak ketaqwaan..?",
Rasul menjawab, “Taqwa itu di sini.", seraya menunjuk pada Hati (ke dalam diri), dan diulanginya sampai 3 kali.
 
Artinya Keyakinan dan "kebenaran" itu erat hubungannya dengan Rasa dan Komitmen di dalam hati.

Semoga...
#ombad #ramadhan