12 January 2018

KAMU ADALAH APA YANG KAMU PIKIRKAN

Perbuatan itu cerminan diri,
Diri itu cerminan pikiran, dan
Pikiran itu cerminan Hati.

Jadi, jalan pikiran ataupun pola pikir itu akan mencerminkan siapa dirinya dan apa sifat-sifatnya. Meskipun kita sembunyikan, tanpa disadari hal terdalam dari dalam diri akan mudah dibaca oleh orang lain.

Positive thinking atau Negative thinking...?
Kalau positive thinking berarti diri kita lebih banyak positifnya, dan sebaliknya kalau negative thinking, maka diri kita banyak negatifnya.

Kalau yg dimunculkan senangnya atau banyaknya Konflik, berarti dalam dirinya sedang banyak konflik. Kalau yg dimunculkan seringnya Damai, berarti dalam dirinya banyak Kedamaian. Simple kan..?

Masih gak percaya..?
Analogi di bawah ini mudah-mudahan bisa memperjelas.

Jika seseorang diolesi Minyak Wangi di bawah hidungnya, maka di manapun ia berada dan dengan siapapun ia bergaul maka yg akan ia cium adalah bau wangi.

Sebaliknya, jika ia membawa sampah berbau busuk di tubuhnya, maka di manapun ia berada dan dengan siapapun ia bergaul, termasuk dengan cewek cantik sexy beraroma harum pun, maka ia akan selalu mencium bau busuk.

Seperti itulah kondisi Hati dan cerminnya, yaitu Pikiran.

Jadi buat para cewek, anda ingin terlihat cantik...?
Percantiklah pikiran dan hatinya dulu. Inner beauty.


Semoga....
#ombad #tasawuf

TAK MEMBEBANI

Ketika jadi Pemimpin, jangan jadi beban buat rakyatnya, ketika jadi Alim Ulama jangan jadi beban buat umatnya, begitupun jika jadi guru jangan jadi beban buat muridnya..

**

Suatu ketika Rasulullah SAW menjadi imam shalat. Para sahabat yg menjadi makmum di belakangnya mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi pada tubuh Rasulullah bergeser antara satu sama lain.

Sayidina 'Umar yg tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai sholat, "Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah Anda menanggung penderitaan yg amat berat, apakah Anda sakit..?”

Namun Rasulullah menjawab, ”Tidak. Alhamdulillah, aku sehat dan segar."

Mendengar jawaban ini 'Umar melanjutkan pertanyaannya, "Lalu mengapa setiap kali Anda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuhmu..? Kami yakin Anda sedang sakit…"

Melihat kecemasan di wajah para sahabatnya, Rasulullah pun mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Ternyata perut Rasulullah yg kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yg berisi batu kerikil untuk menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yg menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali tubuh Rasulullah bergerak.

'Umar memberanikan diri berkata, "Ya Rasulullah! Adakah bila Anda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, lalu kami hanya akan tinggal diam..?"

Rasulullah menjawab dengan lembut,

"Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu ini. Tetapi apakah yg akan aku jawab di hadapan Allah nanti, apabila aku sebagai pemimpin, MENJADI BEBAN bagi umatnya..?"

Para Sahabat hanya tertegun. Rasulullah melanjutkan,

"Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah Allah buatku, agar umatku kelak tidak ada yg kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yg kelaparan di Akhirat kelak."


Semoga...
#ombad #tasawuf

11 January 2018

MENDEKAP CAHAYA

Hidup itu kadang harus seperti bola lampu yg hanya berupaya agar sinarnya selalu menerangi ruang-ruang gelap dan selalu berupaya memperluas daya jangkaunya. Meski tidak pernah menyuruh laron-laron mendekat, tapi banyak laron yg tertarik sinarnya bahkan sampai meniadakan dirinya agar bisa menyatu dengan sinar lampu, terbakar.

Dan laron-laron pun "Terbang mendekap Cahaya".

"... manusia pun seperti laron-laron yg bertebaran dan gunung-gunung pun seperti bulu yg berhamburan..."  (QS. 101: 4-5)


Semoga....
#ombad #tasawuf

KEBURUKAN DALAM DIRI

Di sebuah hutan, ada seekor Singa yg bersahabat karib dengan seekor Kelinci. Siang itu mereka sedang bermain dan berlari ke sana sini, lalu keduanya pun sampailah di pinggir telaga.

Sang Singa pun melihat ke permukaan air telaga dan tampaklah muka seekor singa serta seekor kelinci yg gemuk di sampingnya. Begitu ia melihat "singa musuhnya" maka ia segera meloncat ke dalam telaga dan menerkam "musuhnya", bayangannya sendiri. Ia pun tercebur ke dalam telaga.

Cerita di atas menyiratkan bahwa betapa banyak keburukan yg kita lihat pada orang lain itu tak lain adalah sifat-sifat kita sendiri yg terpantul pada diri mereka. Semua yg nampak pada mereka adalah cerminan dari diri kita, baik itu kemunafikan, ketidak-adilan, keangkuhan ataupun kesombongan.

Dan banyak yg tidak mampu melihat jelas keburukan dalam dirinya, karena rasa cinta diri sendiri yg menutupinya lebih besar daripada rasa malu atau takutnya jika keburukan diri terbuka.

Hal ini mirip dengan Singa yg menerkam bayangannya sendiri ke dalam air. Ia hanya menganiaya dirinya sendiri, karena rasa kebencian yg sulit dilepaskannya. Sehingga tanpa disadari, rasa kebencian yg diarahkan kepada yg lain pun pada dasarnya adalah sedang membenci dirinya sendiri dengan seluruh jiwanya. Kebencian yg membutakan mata hatinya.

Nah, mumpung sudah tercebur, sekalian saja menyelam ke kedalaman sampai bisa mencapai dasar telaga, karena di dasar telaga itu akan terlihat semua, sehingga bisa mengetahui dan menyadari bahwa ada keburukan sifat-sifat sendiri yg tersembunyi di dalam diri.

Dan lembutlah, karena kejahatan pun ada di dalam diri.


Semoga...
#ombad #tasawuf

HOLISTIK

Memahami sesuatu, apakah itu "Kebaikan" ataupun "Keburukan" tidak bisa dilihat dari "ujung ranting" tapi harus menyeluruh seluruh "pohon", terintegrasi dari mulai akar, batang, ranting, daun, dan buah... Itulah HOLISTIK.

Contoh, dalam kitab Futuhul Ghaib, Syeikh Abdul Qadir al-Jailani qs. mengatakan:

"Musibah dari Allah adakalanya merupakan hukuman dan siksaan atas dosa dan maksiat. Bisa juga musibah merupakan penghapus dosa dan pengampunan. Adakalanya musibah adalah pengangkatan derajat dan kedudukan, seperti dialami orang-orang yg telah mendapat pertolongan Allah."

Artinya, dalam suatu kejadian yg sama seperti MUSIBAH, subjektivitas manusia bisa mengatakan kejadian itu merupakan Kebaikan atau Keburukan. Apakah akan jadi Keburukan (ketidak-sabaran dan keluhan), atau akan jadi Kebaikan (kesabaran, keridaan, ketenangan dan ketentraman) terhadap perbuatan Tuhan di bumi dan langit.

Seperti dalam kisah Nabi Musa dan Khidir, disebut sebagai Keburukan oleh Nabi Musa as, tetapi sebaliknya Khidir as. menyebutnya sebagai Kebaikan.

Jadi saran sy,

Pakailah pemahaman dan kesadaran Hakikat,
Agar berprasangka baik menilai yang terlihat.
Terapkanlah hukum Syariat untuk diri sendiri,
Agar tetap sang diri waspada dan hati-hati.
Dan pandanglah keduanya penuh damai cinta.

Jadi, akankah agama itu sekedar jadi "agama hukum" atau berlanjut ke "agama etika"..? Akankah sekedar menjalankan Shalat atau berlanjut ke "mencegah perbuatan keji dan munkar"..?


Semoga...
#ombad #tasawuf

10 January 2018

TASAWUF DALAM SEBUAH GUNUNG

Perjalanan spiritual itu seperti mendaki gunung yg sangat tinggi dan tidak ketahuan puncaknya karena selalu tertutupi awan sepanjang masa.

Selain bekal riyadhoh yg cukup, juga dibutuhkan tekad dzikir yg besar dan kekuatan Qalbu yg mumpuni. Semua bekal ini harus dipersiapkan dengan cara melatih diri dibawah bimbingan pendaki yg pernah sampai (wushul) di puncak tertingginya.

Dan ingat, makin naik ke atas akan makin sedikit pendaki, karena banyak yg tak mampu meneruskan perjalanan. Alasannya bisa bermacam-macam, tapi secara garis besar terbagi dua macam :

- Faktor internal, berupa Kelemahan diri, sehingga hal-hal seperti ini dianggap sebagai penghambat: kedinginan, kepanasan, kekurangan makan minum, pakaian robek compang-camping, dsb.

- Faktor eksternal, sehingga membuat Kekhawatiran dan Keraguan, seperti: ketemu binatang buas, ikut rombongan lain yg sama-sama tersesat, tergiur keindahan pemandangan, jatuh cinta ke sesama pendaki, dsb.

Ketika makin naik ke atas, maka pemandangan di bawah pun akan makin terlihat luas, bukan semakin sempit. Dunia terlihat sedemikian luasnya. Betapa sungai-sungai saling bersambung, kampung satu dengan yg lainnya pun saling berhubungan, perpaduan bukit dan lembah di sebelah sana sedemikian serasi, dsb.

Hal ini tentu berbeda jika kita hanya berdiam di sebuah kampung dan menutup diri. Dunia makin terasa sempit dan pikiranpun menyempit.

Dan tentunya, makin ke atas dan mendekati puncak akan semakin dingin dan semakin sunyi karena semakin sedikit para pendaki. Kadang perasaan ini membuat ragu, apakah jalan yg ditempuh benar atau salah.

Konsisten saja seperti yg dinasehatkan para pendaki puncak tertinggi. Pilihan awalnya itu kan supaya bisa sampai ke puncak, jadi tanamkan saja Rasa Butuh untuk sampai ke puncak. Dan jangan lupa, sejak awal keberangkatan, sebagai seorang pendaki yg baik, janganlah sombong, kita ini tetap kecil dan hina walau sedang berada di puncak gunung yg menjulang tinggi dan kokoh sebagai pasak bumi.

"Engkau tak perlu merasa Kesepian saat berada di jalan kebenaran, hanya karena sedikitnya jumlah orang yg ikut di jalan tersebut." (Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw.)

Aku mendatangi semua pintu Allah Azza wa-Jalla, dan yg kudapati penuh sesak, namun ketika aku datangi 'Pintu Hina Dina dan Rasa Butuh', rasanya begitu sunyi. Ketika aku masuki melalui pintu tersebut, tiba² aku sudah berada di paling depan mendahului kaum sufi dan aku tinggalkan mereka yg berdesak-desak memasuki pintu-pintu-Nya yg lain.” (Syeikh Abdul Qadir al-Jailani qs.)


Semoga....
#ombad #tasawuf