Memahami sesuatu, apakah itu "Kebaikan" ataupun "Keburukan" tidak bisa dilihat dari "ujung ranting" tapi harus menyeluruh seluruh "pohon", terintegrasi dari mulai akar, batang, ranting, daun, dan buah... Itulah HOLISTIK.
Contoh, dalam kitab Futuhul Ghaib, Syeikh Abdul Qadir al-Jailani qs. mengatakan:
"Musibah dari Allah adakalanya merupakan hukuman dan siksaan atas dosa dan maksiat. Bisa juga musibah merupakan penghapus dosa dan pengampunan. Adakalanya musibah adalah pengangkatan derajat dan kedudukan, seperti dialami orang-orang yg telah mendapat pertolongan Allah."
Artinya, dalam suatu kejadian yg sama seperti MUSIBAH, subjektivitas manusia bisa mengatakan kejadian itu merupakan Kebaikan atau Keburukan. Apakah akan jadi Keburukan (ketidak-sabaran dan keluhan), atau akan jadi Kebaikan (kesabaran, keridaan, ketenangan dan ketentraman) terhadap perbuatan Tuhan di bumi dan langit.
Seperti dalam kisah Nabi Musa dan Khidir, disebut sebagai Keburukan oleh Nabi Musa as, tetapi sebaliknya Khidir as. menyebutnya sebagai Kebaikan.
Jadi saran sy,
Pakailah pemahaman dan kesadaran Hakikat,
Agar berprasangka baik menilai yang terlihat.
Terapkanlah hukum Syariat untuk diri sendiri,
Agar tetap sang diri waspada dan hati-hati.
Dan pandanglah keduanya penuh damai cinta.
Jadi, akankah agama itu sekedar jadi "agama hukum" atau berlanjut ke "agama etika"..? Akankah sekedar menjalankan Shalat atau berlanjut ke "mencegah perbuatan keji dan munkar"..?
Semoga...
#ombad #tasawuf