31 August 2019

LIDAH DI BELAKANG HATI

Banyak hal yang tidak tampak (baca: hati, iman) mudah dihukumi oleh orang-orang yang belum paham agamanya. Jauh berbeda dengan para alim ulama yang kualitasnya sudah tidak diragukan lagi, dimana mereka hanya menghukumi hal-hal yang tampak karena hanya Allah yang menguasai hal-hal yang tidak tampak.

Seorang sahabat pun, yaitu Muadz bin Jabal ra. pun pernah mendapat teguran keras dari Rasulullah SAW saat dengan ringannya menuduh "munafik" seorang Muslim. Rasulullah menegurnya dengan kalimat:

اتحب ان تكون فتانا

"Apakah kamu suka menjadi tukang fitnah..?!"

Rasulullah SAW marah karena Muadz tidak punya hak untuk menghakimi seseorang itu pantas disebut sebagai munafik atau tuduhan buruk lainnya.

Jadi, belajarlah menahan ucapan (lidah) ataupun tulisan, jangan mudah menghina ataupun melempar tuduhan-tuduhan yang buruk terhadap sesama karena bisa menyakitkan hati orang lain juga, bukankah “Mereka-mereka itu adalah orang-orang yang hanya Allah yang mengetahui apa yang ada di hati mereka…" (QS. An-Nisa’ : 63)

"Lidah orang berakal berada di belakang Hatinya, sedangkan Hati orang bodoh berada di belakang lidahnya." ('Ali bin Abi Thalib kw.)

Begitupun yang dikatakan Hasan Al-Bashri ra. (lahir 642 M, masa kekhalifahan 'Umar bin Khatthab ra.) :

Sesungguhnya lidah orang beriman berada di belakang hatinya. Apabila ingin bicara tentang sesuatu maka dia merenungkan dengan hatinya terlebih dahulu, kemudian lidahnya menunaikannya. Sedangkan lidah orang munafik berada di depan hatinya. Apabila menginginkan sesuatu maka ia mengutamakan lidahnya daripada memikirkan terlebih dulu dengan hatinya.”


Semoga..
#ombad #tasawuf

29 August 2019

IOTA TAU BETA

Acara tahunan dari tahun 1970 sampai 1990 ini berjudul sangat indah yaitu KESENIAN DAN BAZAAR, serta dilakukan setelah selesai OSPEK jurusannya masing-masing.

Acara BAZAAR dilakukan di sekeliling GSG ITB (Gedung Serba Guna) dimana setiap jurusan buka stand buat jualan barang, makanan, minuman dan kreativitas lainnya, dari pagi sampai sore. Acara Bazaar pun berjalan dengan sangat sukses.

Lalu malamnya acara dilanjutkan dengan pertunjukan SENI di dalam GSG. Setiap jurusan wajib menampilkan kreativitas seninya di panggung pertunjukan, dan Anak Mesin main band, kebetulan saya berperan sebagai vokalis.. 😊

Teman seangkatan pun bahu-membahu dalam menjaga panggung agar pertunjukan seninya bisa berjalan aman dan lancar setelah sebelumnya pintu GSG hancur didobrak oleh para senior yang ingin masuk gedung, sehingga pintu ini harus diganti baru.

Makin lama acara berjalan, ternyata keinginan para senior makin melunjak. Mereka ingin merebut panggung pertunjukan..! Aksi dorong-mendorong, jegal-menjegal, bahkan pukul-memukul pun terjadi. Bau pesing, kotoran, dan segala macam bau lainnya pun bukan hanya tercium tapi sudah menyatu dengan baju, celana, tangan bahkan wajah. Basah di mana-mana, dari mulai lantai, pakaian sampai rambut, bahkan kedua lubang telinga saya pun penuh dengan stempet.

Kondisi seperti ini berlangsung terus menerus, kegaduhan makin memuncak, teriakan, umpatan, sampai suara kesakitan pun makin santer, dan... "dhuaaarrr" suara ledakan mengguncang keras di belakang panggung.. kami semua panik, bengong sesaat.. dan akhirnya meski pagar betis sudah lebih dari 5 lapisan buat barikade pun buyar.. tembus..!!

Panggung pun akhirnya dikuasai para senior, dan anak seni yang berambut gondrong tertawa penuh kemenangan. Dia yang dari awal tangannya selalu di atas sambil memperlihatkan petasan sebesar botol bir..!!

Iya.. Bazaarnya memang indah tetapi pertunjukan SENI malam harinya barbar dan brutal.. Malam Iota Tau Beta.. Iya, bukan acara "Kesenian dan Bazaar", tapi Kekejian dan Bazaar".. 😁


Semoga..
#ombad #sejarah #iotataubeta


TRANSFORMASI IKHLAS

IKHLAS itu sangat sulit, bahkan paling sulit. Apalagi dari pola pendidikan yang kita terima sejak kecil "tanpa disadari" selalu berkutat pada orientasi Hasil (baca: untung, pamrih).

Dalam hal ibadah pun, selalu ujungnya memakai "imbalan" atau "pamrih". Menguntungkan, jika ke surga, dan tidak merugi ke neraka. Dan "dibuatlah" aturan-aturan, lengkap dengan kata-kata "dilarang" atau "diharamkan", disarankan atau diperbolehkan, dihalalkan, bahkan diwajibkan. Tentunya supaya ada semangat dan motivasi untuk mengikutinya, serta tak lupa juga disertai bumbu penarik hati, yaitu aspek "reward & punishment".

Bukankah begitu juga ketika menerapkan urusan pendidikan (sekolah) ke anak..? Rajin belajar biar jadi dokter, dan ujungnya agar supaya bisa kaya. Biar jadi insinyur, agar makmur. Bahkan urusan zakat, sedekah serta infaq pun dibikin menarik supaya bertambah kaya dan makmur berkali-kali lipat. 

Salahkah seperti itu..? Tentu tidak, karena "kesadaran" terluar sangat berhubungan dengan Keinginan dan nafsu-nafsu, yang notabene berhubungan semua dengan kesenangan secara lahir.

Aktualisasi aturan yang awalnya didasari "kewajiban yang pamrih" --butuh balasan-- ini akan bertransformasi menjadi "kewajiban tanpa pamrih" --terserah mau ada balasan atau tidak, yang penting melakukan sebaik-baiknya--. Dan tahapan selanjutnya adalah menjadi suatu "kebutuhan", karena sudah terbiasa melakukannya. Jika sudah seperti ini, akan ada sesuatu yang hilang saat tidak melakukannya, perasaan dan hati pun menjadi tidak tenang. Dan kedamaian dan ketentraman akan muncul saat bisa melakukannya, sebutlah ini "surga".

Akhirnya, ketika aspek "kebutuhan" ini sudah bisa melewati "ketidak-inginan" dan "keinginan" maka diharapkan akan lebih mudah dalam menapaki tahapan selanjutnya, yaitu "Keikhlasan" dan "Keridhaan". Perlu diketahui, dalam konteks transedental, Keikhlasan itu "satu arah" sementara Keridhaan itu "dua arah".

Sehubungan dengan proses transformasi ikhlas ini, Abah Anom (TQN Suryalaya) pernah memberi nasehat dalam tausiahnya, 10 April 1970 sebagai berikut :

"Dalam melaksanakan ibadah, tidak bisa langsung ikhlas, biasanya dilaksanakan pada awalnya karena Pamrih Ingin ini dan itu. TIDAK APA-APA UNTUK SEMENTARA. Teruslah laksanakan ibadah tersebut untuk melatih diri, untuk melatih agar menjadi biasa, untuk melatih Ridha dan Ikhlas karena perintah Allah Ta'ala. Alat latihannya supaya hati bisa menjadi Ikhlas dan Lillaah (karena Allah) adalah rajin berdzikir mengucapkan kalimat Thayyibah (Laa ilaaha illallaah), sampai terasa menetap di dalam Rasa."

Jadi ada suatu proses dalam mengedepankan sesuatu, apakah mau mengedepankan segala bentuk ciptaan atau mengedepankan sang Penciptanya. Dan ujungnya harus bisa mengedepankan Sang Pencipta tanpa tergiur segala sesuatu yang diciptakan-Nya, serta hanya hati yang bisa memilih dan merasakannya.

"Dalam diriku Kau tumbuhkan: terkadang duri, terkadang mawar. Dan kucium bau mawar, dan kucabut duri. Kalau memang Kau biarkan aku begitu, begitulah aku. Kalau Kau biarkan aku begini, begini pulalah aku." (Rumi)

Semoga...
#ombad #tasawuf