10 June 2017

BELAJAR PUASA

Belajarlah puasa kepada ULAR, yg berpuasa untuk memperbaharui tubuhnya, mengganti kulit yg sudah usang menjadi kulit yg terbarukan. #taubat #shafa

Belajarlah puasa kepada ULAT, yg berpuasa untuk transformasi tubuhnya, sehingga menjadi kupu-kupu yg indah, terbang dan melakukan penyerbukan. #kematian #khalwat

Muutu qabla an tamuutu (Matilah sebelum Mati)." (Hadist)

Belajarlah puasa kepada AYAM, yg berpuasa untuk mengerami telur-telurnya, sehingga bisa menetaskan telur jadi anak, menghasilkan pengganti dan generasi penerus dirinya. #kelahirankedua

Manusia tidak akan mampu masuk ke malakutnya langit, kecuali telah dilahirkan dua kali seperti burung.” (Nabi 'Isa as.)

Belajarlah puasa seperti mereka, yg berpuasa bukan sekedar menahan lapar dan dahaga, bukan sekedar pahala, tetapi melakukan perubahan yg lebih baik, bertransformasi baik ke dalam maupun ke luar diri, lahir dan batin. #kebaikan

Semoga..

#ombad #tasawuf #ramadhan15

KRIMINALISASI ABU HURAIRAH..?

Dalam kitab Bidayah Wa Nihayah (karya Ibn Katsir ra.) ada kisah ketika Sahabat Abu Hurairah ra. dipanggil oleh Khalifah 'Umar bin Khatthab ra. karena mempunyai harta 10 ribu dinar. 'Umar menanyakan mengenai asal usul hartanya tersebut, namun dijawab Abu Hurairah bahwa hartanya tersebut adalah hasil jerih payah dari bisnisnya. Hanya saja, untuk menghindari dugaan negatif dan agar pejabat negara tidak berbisnis, maka 'Umar ber-ijtihad dengan meminta Abu Hurairah untuk mengambil uang modalnya saja. Sementara keuntungannya diperintahkan untuk diserahkan ke Baitul Mal.

Kasus di atas pun ada dalam kitab al-Amwal karya Ibn Salam ra., lengkapnya sebagai berikut:

عن ابن سيرين ، قال : لما قدم أبو هريرة من البحرين قال له عمر : « يا عدو الله وعدو كتابه ، أسرقت مال الله ؟ » قال : لست بعدو الله ولا عدو كتابه ، ولكني عدو من عاداهما ، ولم أسرق مال الله ، قال : « فمن أين اجتمعت لك عشرة آلاف درهم ؟ » فقال : خيلي تناسلت ، وعطائي تلاحق ، وسهامي تلاحقت ، فقبضتها منه ، قال أبو هريرة : فلما صليت الصبح استغفرت لأمير المؤمنين
  

Dari Ibnu Sirin ra., dia berkata:

Ketika Abu Hurairah datang dari Bahrain, Umar berkata kepadanya, "Wahai musuh Allah dan musuh kitab Allah, kamu telah banyak menghambur-hamburkan harta Allah...?"
Abu Hurairah menjawab, "Aku bukan musuh Allah dan bukan musuh kitab-Nya, namun aku adalah musuh terhadap mereka yg memusuhi keduanya. Aku tidak menghambur-hamburkan harta Allah." 
Umar berkata, "Lalu darimana kamu bisa dapat uang sampai 10 ribu dirham..?"
Abu Hurairah menjawab, "Kudaku beranak pinak. Aku juga dapat harta dari gajiku. Aku dapat harta dari berkembangnya sahamku. Aku dapat harta dari semua itu."
Selanjutnya Abu Hurairah berkata, "Ketika aku shalat subuh, aku memohonkan ampun kepada Allah atas sikap Amirul Mukminin."

Sikap Khalifah 'Umar yg melakukan “intrograsi” seperti ini tidak hanya untuk Abu Hurairah, Abu Musa al-Asyari ra. pun pernah ditanya mengenai asal usul harta yg ia miliki. Ini memang sikap 'Umar untuk menjaga agar tidak ada pejabat negara yg korupsi.

Itulah Khalifah 'Umar bin Khatthab, seorang Pemimpin yg tidak mau anak buahnya melakukan keburukan dan selalu menjaga supaya mereka tetap dalam Kebaikan.

Dan memang akhirnya terbukti bahwa Abu Hurairah tidak korupsi. Sebagai seorang Sahabat yg Tsiqah (dapat dipercaya), itu makanya Khalifah 'Umar mengangkatnya menjadi Gubernur Bahrain. Jika Abu Hurairah bukan orang terpercaya, tentu tidak akan diangkat oleh 'Umar, dan tentunya para Sahabat besar yg lain pun akan menolak dan memberikan kritikan kepada 'Umar jika mengangkatnya.

Kalau sekarang mah Sahabat Abu Hurairah itu termasuk kelas Ulama, bahkan lebih tinggi lagi kualitasnya. Dan untungnya jaman Sahabat dan Tabi'in itu tidak mengenal kata "Kriminalisasi Ulama", kenapa..? Karena mereka sangat paham akan tanggungjawab seorang Pemimpin/Khalifah, dan tentunya mereka pun sangat paham akan agamanya. Dan pastinya mereka pun sangat memahami Hadist ini :

Rasulullah SAW bersabda,

"Dengar dan taatlah (kepada penguasa), karena yg jadi tanggungan kalian adalah yg wajib bagi kalian, dan yg jadi tanggungan mereka adalah yg wajib bagi mereka." (HR. Muslim)

"Barangsiapa mentaatiku berarti telah mentaati Allah, barangsiapa menentangku berarti telah menentang Allah, barangsiapa mentaati Pemimpin umatku, berarti telah mentaatiku dan barang siapa menentang Pemimpin umatku berarti telah menentangku." (HR. Bukhari Muslim)

Imam Ibnu Abil Izz berkata,

"Dalil-dalil dari al Qur'an, sunnah dan ijma' salaf menunjukkan bahwa seorang penguasa, imam shalat, hakim, komandan perang dan petugas zakat itu wajib ditaati semua keputusannya yang berkaitan dengan hal-hal yg bersifat ijtihadi. Penguasa tidak berkewajiban untuk mentaati rakyat dlm masalah-masalah ijtihadiah. Bahkan kewajiban rakyat adalah mentaati penguasa dan meninggalkan pendapatnya demi pendapat yang dipilih penguasa. Karena sesungguhnya manfaat persatuan dan kesatuan, bahaya perpecahan dan perbedaan itu lebih penting daripada ngotot dalam masalah-masalah ijtihadiah." (Syarh Thahawiah)

Jadi buktikan aja bahwa "ulama" nya bukan kriminal.. gak usah beropini ria serta ngancam ini-itu. Dan lakukan juga buat semua Pejabat Negara itu PEMBUKTIAN TERBALIK dalam urusan hartanya... 😀

Semoga.....

#ombad #ramadhan15

09 June 2017

IMAM SYAFI'I PUN BERTASAWUF

Imam Syafi’i ra. (Muhammad bin Idris, 150-205 H, Ulama, Pendiri mazhab Syafi’i) berkata,

"Aku berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu, yaitu:

1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara.

2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati.

3. Mereka membimbingku ke dalam jalan Tasawuf."

(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al-Albas, Imam ‘Ajluni, vol. 1)

Berusahalah engkau menjadi seorang yg mempelajari ilmu Fiqih (menjalani Syariat) dan juga menjalani Tasawuf, dan janganlah engkau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya Demi Allah aku benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yg hanya mempelajari ilmu Fiqih (menjalani syariat) tapi tidak mau menjalani Tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yg hanya menjalani Tasawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu Fiqih (menjalani Syariat), maka bagaimana bisa dia menjadi Baik (Ihsan)..?” (Imam Syafi’i ra.)

Semoga....

#ombad #ramadhan14

08 June 2017

PENDUSTA AGAMA...?

Sebagai seorang Muslim, kadang sy malu jika melihat sebagian Muslim yg menjadikan agamanya menjadi alat meraih keuntungan pribadi dengan perbuatan hina yg tidak memperdulikan akhlaq, padahal sudah jelas aturan agamanya sendiri melarang.

"... dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa.." (QS. Al-Baqarah: 41)

Disebut "rendah" karena hanya dipakai untuk kepentingan duniawi dirinya dalam rangka memenuhi hawa nafsunya sendiri. Kenapa dianggap "rendah"..? Karena mengikuti hawa nafsu yg rendah, serta perbandingan waktunya hidup di dunia pun sangat sedikit dibanding dengan waktu nanti di akhirat.

Lihatlah, beberapa politisi Muslim yg begitu bangga dengan embel-embel keagamaannya tetapi di belakangnya malah mereka menggunakan bahasa-bahasa agama yg terkait dengan istilah-istilah pengajian al-Quran sebagai bentuk kode untuk menutupi nafsu setan serakah mereka, menggarong duit negara. Sangat disayangkan. Seharusnya mereka-mereka ini disebut PENISTA AGAMA yg sesungguhnya, atau bahkan lebih parah dari itu, apakah layak disebut sebagai PENDUSTA AGAMA...? Wallahu a'lam..

Sementara di sisi lain, aib-aib pun mulai "terbuka". Mungkin Tuhan sedang memberikan pelajaran kepada kita semua, baik kepada si pelaku agar jangan merasa paling benar, paling beriman dan sok suci, begitupun pelajaran kepada umat agar lebih selektif dalam "memilih" siapa yg mau diikutinya.

Memang serba salah, karena untuk bisa "memilih" seseorang untuk "diikuti" dan menjadi acuan dalam ilmu agama pun butuh pertimbangan, dan pertimbangannya pun akan kembali atas dasar pemahaman ilmu agama (akhlaq) lagi. Kita tidak bisa berpuas diri dan mengambil satu sisi aja, mengambil satu ayat rujukan tapi ayat lain yg melengkapi ayat yg diambil malah luput dari perhatian. Semisal, mengambil ayat-ayat tentang Ghirah dalam beragama tapi melupakan ayat dakwah bil hikmah. Mengambil ayat-ayat tentang Jihad, tapi melupakan ayat kelembutan hati dan kasih sayang ke sesama manusia. Mengambil ayat tentang ilmu, tapi melupakan ayat-ayat tentang Adab. Siapa yg mau "menunjukkan" hal-hal seperti ini..? Silahkan pilih ulamanya pakai kebeningan hati.

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ .

هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ .

مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيم .ٍ.

"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain itu juga yang terkenal kejahatannya." (QS. Al-Qalam, 68: 10-12)

Dalam hal ini memang ada benarnya, ilmu itu butuh Sanad karena bisa menyesatkan pemikiran. Disebut "menyesatkan" itu karena bisa membuat "pengkotakan" dalam beragama, sehingga pemahaman agama dan beragama pun menjadi tidak utuh. Dan ketidak-utuhan ini yg rentan ditunggangi hawa nafsu lalu diklaim sebagai Jihad ataupun Ghirah. Analoginya, seperti Dajjal yg bermata sebelah. Jadi, beruntunglah anda yg pernah dididik oleh guru-guru (ulama) yg lemah lembut dan teduh dalam beragama.

Walau begitu, semisal ada kekecewaan karena "salah memilih", ya jangan bersedih. Tetap optimis saja karena biasanya, jika pada suatu saat merasa semua jalan tertutup, itu artinya Tuhan akan menunjukkan dan membukakan suatu jalan rahasia yg tidak diketahui oleh siapapun. Bukankah Keajaiban itu selalu tersimpan dan tersembunyi dalam ketidak-tahuan..?.

Nah, jadi yg Benar, Utuh dan Kaffah itu gimana..? Cari aja ke dalam diri, introspeksi dan lengkapi terus-menerus, jangan dulu berpuas diri lalu petantang petenteng ke luar sambil senggol bacok sana-sini.

"Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh." (Rumi)

Dan masih banyak yg harus kita pelajari di alam semesta ini.

Semoga....

#ombad #ramadhan13

07 June 2017

PRO - ANTI KPK

Jika lihat berita dan medsos, kok akhir-akhir ini seperti ada "pertentangan" antara sebagian anggota DPR dengan KPK.

Mungkin nanti "pertentangan" ini bisa makin meluas pengaruhnya, sampai kemudian "menulari" grassroot. Dan selanjutnya di masyarakat pun terbentuk dua kubu yg saling berlawanan, yaitu :

- Kubu yg Anti KPK,
- Kubu yg Pro KPK.

Atau dengan bahasa lain, ada yg pro korupsi dan ada yg anti korupsi.

Dan yg pasti kubu yg Anti KPK akan menyerang KPK dengan berbagai alasan, dalih dan opini, seperti: melakukan tebang pilih, tidak adil, melakukan kriminalisasi, pesanan, dsb.

Akhirnya yg harus dikasihani adalah masyarakat awam yg tanpa disadari, mereka jadi membenarkan tindakan Korupsi (suap, mark up, dsb), meski secara tidak langsung.

Begitulah Fanatisme dan Ego keberfihakan yg seringnya mengaburkan Objektivitas. Mungkin dulunya banyak nonton film sejenis Robin Hood... 😀

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Apakah kamu hendak memberi Syafa'at (keringanan) dalam hukum dari hukum-hukum Allah..?"

Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, sabdanya:

"Wahai sekalian manusia, bahwasanya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, ketika orang-orang terpandang mereka mencuri, mereka membiarkannya (tidak menghukum), sementara jika orang-orang yang rendahan dari mereka mencuri mereka menegakkan hukuman had. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR. Muslim)

Semoga....

#ombad #ramadhan12

BEO GUNDUL

Seorang pedagang sayur mempunyai seekor burung beo yg dapat bicara dan merdu suaranya.

Sambil bertengger di atas bangku, dia mengawasi kedai apabila pemiliknya sedang tidak berada di kedai dan berbicara lembut kepada semua pedagang. Jika ia berbicara dengan manusia, maka ia akan bercakap seperti manusia. Ia pun lihai menyanyikan kicau burung beo lain.

Suatu kali ia melompat dari bangku dan terbang; sebuah botol berisi minyak tumpah membentur tubuhnya.

Tak lama berselang, Pemiliknya datang dari arah rumahnya lalu duduk di atas bangku seenaknya seperti biasanya seorang pedagang. Dan ketika melihat bangku penuh tumpahan minyak dan melihat bajunya yg ikut kotor, maka marahlah si Pemilik warung, dan burung beo itupun ditangkapnya, kemudian kepala burung beo pun digundulinya.

Selama beberapa hari burung beo itu tidak mau bicara. Menyesal lah si pedagang sayur tersebut, dengan sedihnya ia berkata,

"Sialan! Matahari kelimpahanku kini telah lenyap di bawah arakan mendung. Apa tanganku akan lunglai tanpa daya..? Bagaimana aku mestinya menghajar kepala burung beo yg bersuara merdu itu..?"

Dia memberikan sedekah kepada setiap darwis, agar ia bisa mendengar kembali suara burungnya.

Sesudah tiga hari tiga malam, ia duduk lagi di bangku kedainya, sedih dan bingung seperti orang putus asa, sambil menceritakan segala keajaiban burungnya dengan harapan beo itu bisa berbicara lagi.

Suatu saat, ada seorang darwis sedang lewat, mengenakan jubah bulu domba, dan kepalanya gundul seperti cawan dan kolam di luar.

Ternyata, hal tersebut membuat Beo itu kembali berbicara, lalu si Beo pun berteriak kepada sang darwis,

"Hai ikhwan..! Mengapa kepalamu botak, hai Gundul..? Apa kau menumpahkan minyak dari botol seperti aku..?"

Orang yg melihat pun pada tertawa mendengar ucapan Beo itu, karena si Beo beranggapan pemakai jubah bulu domba itu seperti dirinya.

(Maulana Jalaluddin Rumi)

Btw, mBah Rumi, kenapa ceritanya pakai analogi "Gundul" sich...? 😇

Semoga....

#ombad #tasawuf #ramadhan12

06 June 2017

KEYAKINAN IBN MULJAM

Abdurrahman bin Muljam Al-Murodi berteriak sambil menebas tubuh sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw.,

“Hukum itu milik Allah, wahai 'Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu..!”

Pedang yg sudah dilumuri racun seharga 1000 dinar pun membuat 'Ali rubuh bersimbah darah ketika bangkit dari sujud shalat Subuh 19 Ramadhan 40 H, dan tiga hari kemudian 'Ali pun wafat.

Dan tidak berhenti sampai di situ, saat melakukan aksinya Ibn Muljam juga tidak berhenti membaca Surat Al-Baqarah ayat 207 sebagai pembenaran atas perbuatannya:

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

'Ali dibunuh setelah dituduh tidak menegakkan hukum Allah.
'Ali dibunuh setelah dikafirkan.
'Ali dibunuh atas nama hukum Allah.

Itulah Kebodohan dan Kesesatan Ibn Muljam, seorang muslim yg selalu merasa paling Islam dan paling beriman. Dia sangat meyakini bahwa aksi bunuhnya itu adalah suatu jalan kebenaran, jalan Allah dan jihad demi meraih surga Allah.

Siapa sebenarnya Ibn Muljam..?

- Dia adalah lelaki yg rajin beribadah, zuhud, berwajah "takwa", dan berwajah "saleh", sehingga mendapat julukan al-Muqri’.

- Dia seorang Hafidz (penghafal al-Quran) dan sekaligus orang yg mendorong sesama muslim untuk menghafal al-Quran.

- Dia pernah diutus Khalifah 'Umar bin Khattab ra. ke Mesir untuk mengajarkan hafalan al-Quran kepada penduduk Mesir.

Kenapa seperti itu..?

- Kedangkalan ilmu agama yg dimilikinya.
- Terjebak pemahaman Islam yg sempit.

- Merasa paling berislam dan beriman.

- Ketika orang lain beda pemahaman dengan dirinya (padahal dianya sendiri yg cupet dan gak paham), maka yg berbeda itu adalah musuh dirinya, sehingga dianggaplah sebagai musuh Islam yg harus dibunuh.

- Membunuh diyakini sebagai tindakan ibadah.

- Surga Allah dipahami dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal.

Keyakinan Ibn Muljam pun menulari sebagian Muslim saat ini. Mereka pun giat memprovokasikan untuk berjihad di jalan Allah dengan cara memerangi, dan bahkan membunuh nyawa sesama Muslim.

Mereka bergerak secara massif, terstruktur dan berkelompok. Dengan berteriak-teriak penuh kemarahan, bahkan sambil bertakbir, mereka pun begitu mudah mengkafirkan sesama muslim, bahkan dengan entengnya menyesatkan Kyai dan Ulama. Nilai-nilai luhur agama Islam hanya berlaku untuk orang/kelompok yg sepaham dengan dirinya. Dan aksi-aksinya itu diklaim dalam rangka membela agama Allah dan Rasul-Nya.

Dan Rasulullah SAW pun telah meramalkan akan munculnya generasi baru Ibn Muljam ini:

"Akan muncul suatu kaum dari umatku yg pandai membaca al-Quran. Dimana bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca al-Quran dan mereka menyangka bahwa al-Quran itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata al-Quran itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya." (HR. Muslim)

Ya, seperti itulah Ibn Muljam beserta para penerus yg "terwarisi" keyakinannya, Generasi Ibn Muljam Modern. Generasi penuh Kebodohan, generasi yg merasa berjuang membela kepentingan agama, padahal hakikatnya mereka sedang memperburuk dan merusaknya. Generasi caci-maki bukan introspeksi, generasi marah bukan ramah, serta generasi pukul bukan rangkul.

Semoga....

#ombad #ramadhan11

05 June 2017

ISLAM KEJAWAAN

Islam Kejawaan (Taddaburan/maiyahan) di Indonesia. (wajah islam nusantara)

Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah keluarga orang yang sudah meninggal : setiap hari dikirimi doa dan tumpeng.

Hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia.

Akhirnya semua ingin ke sini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa.

Ternyata, jaman dulu ada orang Belanda yang sudah menceritakan santri NU,  namanya Christian Snouck Hurgronje. Dia ini hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in, tapi tidak islam, sebab tugasnya menghancurkan Islam Indonesia.

Mengapa? Karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok melawan Belanda.

Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk. Snouck Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Dia belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.

Hanya saja begitu ke Indonesia, Snouck Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari Snouck Hurgronje itu tidak ada.

Mencari Allah di sini tidak ketemu, ketemunya Pangeran. Ketemunya Gusti. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Ada Gusti namanya Gusti Kanjeng. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari Syaikhun, Ustadzun, tidak ketemu, ketemunya Kiai. Padahal ada nama kerbau namanya Kiai Slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.

Maka, ketika Snouck Hurgronje bingung, dia dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syekh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa.

Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, stres. Orang di sini makanannya nasi (sego).  Snouck Hurgronje dan Van Der Plas tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz .

Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Di sana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Di sana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk, korslet.

Begitu ditutu, ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice, padahal di sini sudah dinamai gabah. Begitu dibuka, di sini namanya beras, di sana masih ruz, rice . Begitu bukanya cuil, di sini namanya menir, di sana masih ruz, rice. Begitu dimasak, di sini sudah dinamai sego, nasi, disana masih ruz, rice.

Begitu diambil cicak satu, di sini namanya upa, di sana namanya masih ruz, rice. Begitu dibungkus daun pisang, di sini namanya lontong, sana masih ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan hancur, lembut, di sini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice.

Inilah bangsa aneh, yang membuat Snouck Hurgronje judeg, pusing.

Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal. Pertama, kethune miring sarunge nglinting (berkopiah miring dan bersarung ngelinting). Kedua, mambu rokok (bau rokok). Ketiga, tangane gudigen (tangannya berpenyakit kulit).

Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) Snouck Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa. Maka, jangankan Snouck Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di tanah Arab.

Lihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah . Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah. Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan di luar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk ke sini sudah kemlinthi, sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” saja. Padahal, di sini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”. Padahal orang Jawa nyebutnya Kanjeng Nabi.

Lha, akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini saripati (esensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia.

Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak di sini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang ke sini, ke Indonesia.

Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi Rp. 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih uang Rp. 10 juta belum tentu mau.

Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang ke sini, mikir-mikir dulu, karena bangsa di Nusantara ini sedang kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian ini bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit.

Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan adanya di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-raya.

Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali). Kata orang di sini: “mencari air kok sampai surga segala? Di sini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena di sini juga banyak buah. Artinya dakwah di sini tidak mudah.

Diceritain Pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain Ka’bah orang jawa juga sudah punya Stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni.

Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya Kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa pada waktu itu beragama hindu. Hindu itu berprinsip yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana, kasta yang sudah tidak membicarakan dunia.

Di bawah Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang Gubernur atau Bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih ngurusin dunia. Di bawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama.

Di bawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra. Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama.

Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta Paria, yang hidup dengan meminta-minta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.

Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama. Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini.

Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang di sini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhirawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco.

Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang.

Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa. Pada akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu ngrogoh sukmo. Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara.

Supaya bisa ngrogoh sukmo, semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus.

Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau muncul orang-orang macam Sumanto.

Ketika sudah pada bisa ngrogoh sukmo, ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya ngepet. Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya santet. Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet. Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet.

Ada 1.500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa pengamal Ngrogoh Sukma. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka Khalifah Turki Utsmani mengirim kembali tentara ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa.

Nama ulama itu Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini diduduki bala tentara Syekh Subakir, kemudian mereka diusir.

Ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Dinamai Banten, diambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro.

Karena Syekh Subakir sepuh, maka pasukannya dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi). Mereka melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik.

Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laa ilaaha illallah. Maka kita punya adat tumpengan.

Kalau ada orang banyak komentar mem-bid’ah-kan, ceritakanlah ini. Kalau ngeyel, didatangi: tabok mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.

Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di Semarang dan menetap di daerah Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro.

Di sana dia punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjadjaran. Maka kemudian ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.

Nah, Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.

Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang.

Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan :

".... masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”

Artinya: “… Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)…”

Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi.

Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi di bawah tanah, kalau di atas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.

Mau menanam Allah, di sini sudah ada istilah Pangeran. Mau menanam Shalat, di sini sudah ada istilah Sembahyang. Mau menanam Syaikhun, Ustadzun, di sini sudah ada Kiai. Menanam Tilmidzun, Muridun, di sini sudah ada Shastri, kemudian dinamai Santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan.

Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat Syahadat, jadi Kalimasada. Syahadatain, jadi Sekaten. Mushalla, jadi Langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat. Yang paling sulit memberi pengertian orang Jawa tentang mati.

Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya?

Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi.

Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang.

Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo. Lihat lintang, nyanyi: yen ing tawang ono lintang, cah ayu. Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nyucuki sabun wangi. Lihat enthok: menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: … ndemok silit, gudighen.

Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat. Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat.

Keempat perkara itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan.

Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia.

Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa syahidna,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: QS. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )

Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuanya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.

Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah.

Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer. Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang dibaca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta.

Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang, ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim. Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Bondowoso, kemudian bisa perkasa.

Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat Dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu, kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.

Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar.

Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya Nur dengan Nar.

Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang: kemambange nyowo medun ngalam ndunyo, sabut ngapati, mitoni, ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi.

Maka menurut NU ada ngapati, mitoni,
karena itu turunnya nyawa. Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.

Setelah Mijil, tembangnya Kinanti. Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya.

Anak Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak. Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai ndablek, bandel.

Apalagi, setelah Sinom, tembangnya Asmorodono, mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa dinasehati. Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh, laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.

Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula. Merasakan manis dan pahitnya kehidupan. Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Sunan Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma.

Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?

Khairunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya. Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang Pangkur.

Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.

Terakhir sekali, tembangnya Pucung. Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung. Manusia di pocong. Sluku-sluku Bathok, dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut, maksudnya : siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).

Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?
Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nankir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut. Ditanya: “Man rabbuka?” , dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir apa karena tidak bisa mengucapkan Allah.

Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib buru-buru menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka.
“Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir.
“Sudah, ini ada catatannya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”.
“Ya sudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”

Maka, seperti itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?” , menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya: ”Plaakkk!!”. Di-canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng, takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di-udek oleh malaikat, digantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol, ajur mumur seperti gedhebok bosok.

Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, ke sini, saya tabok mulutnya!

Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok : nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung . Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya di sini ya di sana); ya di sini ngaji, ya di sana mencuri kayu.

Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti di sini ini: kelihatannya di sini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: "wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank."

Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya di sini ya di sana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah, kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.

Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil.

Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho , ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi. Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.

Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir, tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu sanopo lambang shalat.

Disini itu, apa-apa dengan lambang, dengan simbol: kolo-kolo teko, janur gunung. Udan grimis panas-panas, caping gunung. Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing. Tidak cah angon ayo memanjat mangga.

Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu diajak shalat, kita beda. Di sana, shalat 'imaadudin, lha shalat di sini, tanamannya mleyor-mleyor, berayun-ayun.

Di sana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau di sini dipanggil jam segitu masih di sawah, di kebun, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua. Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu, kok tidak datang-datang.

Padahal tugas Imam adalah menunggu makmum. Ditunggu dengan memakai pujian. Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana, – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya – wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin.

Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk. Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. . Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: diurugi anjang-anjang……. , langsung deh, para makmum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.

Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat di sana, dipanah kakinya tidak terasa, di sini beda. Begitu Allahu Akbar, matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para Wali, setelah shalat diajak dzikir, laa ilaaha illallah.

Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek, geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho, sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, diajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaannya dilantunkan dengan keras, agar makmum tahu apa yang sedang dibaca imam.

Kemudian, dikenalkanlah Nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh di sana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair: kanjeng Nabi Muhammad, lahir ono ing Mekkah, dinone senen, rolas mulud tahun gajah.

Inilah cara ulama-ulama dulu kala mengajarkan Islam, agar masyarakat di sini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.

Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.

Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut. Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir.

Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing. Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.

Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya. "Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.

Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di uber-uber. Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:

Gundul-gundul pacul, gembelengan.
Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan.
Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x

Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun. Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar.

Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan.

Kalau kepala memangku amanah rakyat kok terus gembelengan, menjadikan wangkul ngglimpang, amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.

Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi.

Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan.

Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan, menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.

Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda.

Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut Wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.

Maka dimana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada sesuatu yaitu pertanggungjawaban.

Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggungjawabkan disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam.

Nah, sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa baatinan, akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama.

Meski, nama ini tidak gagah. KH. Ahmad Dahlan menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.

Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid Sahabat namanya Tabi’in. Tabi’in bukan ashhabus-shahabat, tetapi Tabi’in, maknanya pengikut.

Murid Tabi’in namanya Tabi’it-tabi’in, pengikutnya pengikut. Muridnya Tabi’it-tabi’in namanya Tabi’it-tabi’it-tabi’in, pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa? Kita muridnya KH. Hasyim Asy’ari.

Lha KH. Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali.

Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng.

Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath.

Kemudian murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah. Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah SAW.

Kalau begini nama kita apa? Namanya ya Tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.

Rasulullah itu muridnya bernama Sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf
Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran.

Untuk siapa? Untuk para Tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman. Tetapi begitu para Sahabat wafat, Tabi’in harus mengajari di bawahnya.

Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.

Tabiin wafat, Tabi’it tabi’in mengajarkan yang di bawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.

Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “Waddluha” keluarnya “Waddluhe”.

Orang Turki diajari “Mustaqiim” keluarnya “Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “Lakanuud ” keluarnya “Lekenuuik ”. Orang Sunda diajari “Alladziina” keluarnya “Alat Zina”.

Di Jawa diajari “Alhamdu” jadinya “Alkamdu”, karena punyanya ha na ca ra ka. Diajari “Ya Hayyu Ya Qoyyum” keluarnya “Yo Kayuku Yo Kayumu”. Diajari “Robbil ‘Aalamin” keluarnya “Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga.

Orang Jawa tidak punya huruf “Dlot” punyanya “La”, maka “Ramadlan” jadi “Ramelan”. Orang Bali disuruh membunyikan “Shiraathal…” bunyinya “Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin”. Di Sulawesi, “’Alaihim” keluarnya “’Alaihing”.

Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran, namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam. Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut.

Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.
Maka di sini, di Nusantara ini, jangan heran.

Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung.

Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.

Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama. Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, diajak berdzikir.

Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika “wa tasyhadu arjuluhum,” ada saksinya. Orang di sini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran.

Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.

Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten. Kalimah sahadat jadi kalimosodo. Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu.

Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim. Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia.

Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi. Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris.

Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom di sini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang.

Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama. Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia.

Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja. Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad SAW.

Sumber :
Agus Sunyoto
Lesbumi NU.

FASE RAHMAT

Fase dalam bulan Ramadhan ini ada tiga, yaitu:

1. Fase RAHMAT : sepuluh hari awal Ramadhan,

2. Fase MAGHFIRAH : sepuluh hari di tengahnya sebagai fase Maghfirah (ampunan), dan

3. Fase ITQUN MINANNAAR  : sepuluh hari di akhir sebagai fase Pembebasan dari api neraka.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:

"Awal bulan Ramadhan adalah Rahmah, pertengahannya Maghfirah dan akhirnya Itqun Minan Naar (pembebasan dari api neraka)."

Fase 10 hari pertama Ramadhan memang merupakan fase terberat dan tersulit karena merupakan fase peralihan dari kebiasaan pola makan.

Selain adaptasi tubuh, pada fase 10 hari pertama Ramadhan ini, Pikiran dan Jiwa pun berusaha melakukan adaptasi atau penyesuaian, dimana ia harus berusaha Sabar dan Ikhlas dalam menunaikan puasa. Oleh sebab itu pada 10 hari pertama Ramadhan ini, Allah SWT memberikan keistimewaan dengan membukakan pintu Rahmat yg sebesar-besarnya bagi hamba-Nya yg telah Sabar dan Ikhlas ketika menunaikan puasa.

RAHMAT adalah kasih sayang dan cinta dari Allah SWT kepada makhluk-Nya, khususnya kepada hamba-Nya.

Bagi orang yg beriman, semua hal berujung baik. Jika menerima ujian atau kesusahan kemudian dia bersabar, maka ujungnya baik. Juga jika mendapatkan nikmat kemudian dia bersyukur, maka ujungnya baik pula. Kesemua hal itu dikarenakan Allah SWT memberikan Rahmat alias cinta-Nya kepada hamba-Nya.

Apa ciri orang yg mendapat Rahmat Allah...?

"Dan orang² yg Beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yg lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yg makruf, mencegah dari yg mungkar, mendirikan Shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi Rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (QS. At-Taubah : 71)

Dari ayat di atas, maka ada enam ciri orang yg mendapat Rahmat Allah, yaitu :

1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

2. Menunaikan Zakat (baca: membantu orang lain, infaq, sedekah). Dengan memberikan sebagian harta, sesungguhnya kita mengundang Rahmat Allah. Itulah kenapa urusannya akan Allah permudah.

3. Mendirikan Shalat. "Mendirikan" itu bukan sekedar melakukan/menunaikan saja.

4. Gemar melakukan Amar Ma'ruf Nahi Munkar, bukan nyamar ma'ruf nyambi munkar.. :D

5. Gemar menolong sesama, dan bukan suka ditolong. Orang yg mendapatkan Rahmat Allah selalu tergerak hatinya saat melihat orang lain kesusahan. Dia akan berusaha menolong orang lain dalam bentuk harta, ilmu, tenaga, hingga doa.

Hidupnya tidak menyendiri (eksklusif), ia bersosialisasi baik dengan masyarakat, dan bergaul dalam kebaikan dengan sesama manusia. Orang tersebut memiliki tanggung jawab sosial yg tinggi serta selalu merasa bahagia jika dikelilingi orang-orang yg shaleh. Orang yg gemar menolong orang lain, hidupnya akan jauh dari sifat Kikir, Sombong, Takabur, Hasud, Iri, Dengki, Benci dan Dzalim/merusak, sehingga hatinya akan bersih. Refleksi dari sifat Allah ar-Rahman.

6. Mukmin.

Kenapa urutannya sy balik dari urutan ayat di atas..? Itulah Proses mencapai derajat Mukmin, karena hamba yg Mukmin itu selalu berada dalam Rahmat Allah.. :D

Mudah-mudahan kita semua lulus dari Fase Rahmat, dan selanjutnya bisa memasuki dan lulus di Fase Maghfirah pada sepuluh hari kedua bulan Ramadhan ini.

Semoga...

#ombad #ramadhan10

04 June 2017

GIRING OPINI

Ketika kemarin Jokowi mengucapkan “Saya Indonesia Saya Pancasila” lalu ada "Pekan Pancasila", tetap aja ada yg nyinyir dengan mengatakan kalau Jokower (cebonger) adalah "Mualaf Pancasila". Kok aneh, kenapa seperti menggiring opini ke arah PKI.

Di medsos pun bermunculan postingan dengan latar buku Aidit "Membela Pantjasila", dengan disertai tulisan :

"Dulu Aidit tokoh PKI, sebelum berkhianat dan memberontak, lalu membunuh para jenderal.. selalu berteriak-teriak paling pancasilais dan paling membela pancasila.."

Nah, seperti itulah Penggiringan Opini, sehingga nanti ada anggapan bahwa yg "Saya Pancasila" itu seperti Aidit.. :D

Logika penggiringan opini seperti itu, ya logika bodoh, dan menarik disantap orang-orang bodoh. Ini mungkin bisa disebut Logika "maling teriak maling".. Seperti halnya yg koar-koar usut korupsi orang, ehh dianya sendiri yg korupsi.. :D

Kalau DI/TII gimana..? ISIS gimana..? HTI gimana..? 

Terus jika analoginya seperti ini gimana :

Jika,
- Membela Pancasila,  ternyata ..........

Maka,

- Membela Ulama, ternyata ...........
- Membela Al-Qur'an, ternyata ..........
- Membela Kebenaran, ternyata ...........

Mau seperti itu..? Sudahlah, mendingan positive thinking aja. Membela Pancasila karena memang cinta Pancasila, Bela Ulama karena memang cinta Ulama, dan bela Al-Qur'an karena memang cinta Al-Qur'an. Kan daripada terus-menerus gontok-gontokan... lebih bagus kita semua bahu-membahu membangun kebaikan dalam berbangsa dan bernegara. Apalagi kalau antum masih digaji dari uang negara.. OK OCE..? 😀

Jadi, budayakan mencari Kebenaran itu lewat ilmu, bukan dengan penggiringan opini ataupun pengerahan massa.

Dan satu lagi.. buat si Antum.. Ehh.. Tum..  kemarin-kemarin kan Antum koar-koar dukung Khilafah dan mau ganti ideologi Negara, tapi.. pas digebuk...kok langsung ngumpet dibalik sayap burung Garuda sich... Gimana sich Antum ini... katanya ideologi Pancasila itu Thoghut dan Bid’ah...? 

😀
Semoga.....

#ombad #ramadhan09

PERSEKUSI

Persekusi (Persecution) adalah penganiayaan, perlakuan kejam atau tidak adil yg didasarkan pada ras, agama, politik atau kepercayaan.

Perilaku keji semacam itu sangat dilarang dalam Islam karena tidak seorangpun punya otoritas untuk memukul dan menyiksa orang lain. Tetapi meski sudah jelas terlarang, sejarah Islam mencatat banyak yg menjadi korban persekusi yg diakibatkan fitnah dan fanatisme aliran, baik korbannya rakyat biasa maupun para ulama. 

"...Dan bagi orang-orang yang zalim, sekali-kali tidak ada seorang penolong pun." (QS. al-Hajj: 71)

Rasulullah SAW bersabda:

"Takutlah engkau semua -hindarkanlah dirimu semua- akan perbuatan menganiaya, sebab menganiaya itu merupakan berbagai kegelapan pada hari kiamat..." (HR. Muslim, dari Jabir ra.)

Dalam hadist di bawah ini, Rasulullah SAW menggambarkan bahwa akan datang suatu masa ketika orang akan memiliki kekuasaan yg besar atas orang lain, dan akan menggunakan kekuasaan untuk memganiaya dan menyengsarakan orang lain.

Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Ya Abu Hurairah, akan datang suatu masa sekiranya kamu  hidup sebentar saja pada saat itu, kamu akan menyaksikan orang yg membawa sesuatu seperti seekor lembu jantan di tangannya. Maksudnya mereka akan membawa  sesuatu dari kulit di tangan mereka seperti cemeti (cambuk). Mereka akan keluar pagi-pagi sekali untuk mencelakakan manusia sambil mendurhakai Allah, dan ia berada dalam kemurkaan-Nya. Mereka keluar pada pagi hari dengan membawa cemeti di tangan mereka seraya membelakangi jalan Allah dan Nabi-Nya, mendurhakai Allah, dan menentang Nabi-Nya. Ketika mereka kembali pada malam hari, Allah jijik kepada mereka. Orang-orang itu sendiri mengaku beragama Islam." 

Dan yg harus diingat,

"... Takutlah akan permohonan doa orang yang dianiaya BAIK IA MUSLIM ATAU KAFIR, karena sesungguhnya tidak ada tabir yang menutupi antara permohonannya itu dengan Allah yakni doanya pasti terkabul." (Muttafaq 'alaih)

Semoga.....

#ombad #ramadhan09