12 March 2018

TRANSFORMASI IKHLAS

IKHLAS itu sangat sulit, bahkan paling sulit. Apalagi pola pendidikan yg kita terima sejak kecil "tanpa disadari" selalu berkutat pada orientasi Hasil (baca: untung).

Dalam hal ibadah pun, selalu ujungnya memakai "imbalan" atau "pamrih". Menguntungkan, ke surga. Tidak merugi ke neraka. Dengan aturan yg diwajibkan agar supaya semangat dan termotivasi. Aspek "reward & punishment".

Bukankah begitu juga ketika menerapkan urusan pendidikan (sekolah) ke anak (kecil) ? Rajin belajar biar jadi dokter, supaya bisa kaya. Biar jadi insinyur, agar makmur. Sedekah pun supaya tambah kaya dan makmur... :D

Salahkah seperti itu? Tentu tidak, karena "kesadaran" terluar sangat berhubungan dengan Keinginan (baca: hawa nafsu).

Selanjutnya, aktualisasi Kewajiban yg didasari "pamrih" ini akan bertransformasi menjadi Kewajiban "tanpa pamrih", lalu menjadi suatu "Kebutuhan" dan mudah²an akhirnya memasuki "Keikhlasan" & "Keridhaan".

Sehubungan dengan proses transformasi ikhlas ini, Abah Anom (TQN Suryalaya) pernah memberi nasehat dalam tausiahnya, 10 April 1970 :

"Dalam melaksanakan ibadah, tidak bisa langsung ikhlas, biasanya dilaksanakan pada awalnya karena Pamrih ingin ini dan itu. TIDAK APA-APA UNTUK SEMENTARA. Teruslah laksanakan ibadah tersebut untuk melatih diri, untuk melatih agar menjadi biasa, untuk melatih Ridha dan Ikhlas karena perintah Allah Ta'ala. Alat latihannya supaya hati bisa menjadi Ikhlas dan Lillaah (karena Allah) adalah rajin berdzikir mengucapkan kalimat Thayyibah (Laa ilaaha illallaah), sampai terasa menetap di dalam Rasa."


Semoga....
#ombad #tasawuf