Saya lebih menyukai kata "taubat" dibanding kata "hijrah", karena kata "taubat" asosiasinya lebih ke diri sendiri tanpa harus dibandingkan bahkan menyalahkan orang lain.
Hal ini berbeda dengan kata "hijrah" yg sudah jadi sebuah fenomena jaman now, dimana sang diri yang sudah "hijrah" merasa lebih baik dan lebih beriman, sementara ketika si diri melihat orang yang belum "hijrah" suka dianggap salah bahkan disalahkan, seperti halnya dulu dimana Mukmin Muhajirin pindah ke Madinah meninggalkan Mekkah yang berisi Kafir Musyrikin.
Stigma "hijrah" jaman now ini bisa jadi jebakan dalam ego dan eksistensi, bahkan dalam kasus yang ekstrim itu hanya sekedar mempertontonkan kulit terluar saja dengan cara mencari pembanding di luar dirinya, dan bukannya fokus dalam memperbaiki kualitas isi tanpa harus mencari pembanding luar dirinya.
"Janganlah mencela iblis di keramaian sedangkan engkau berteman dengannya dalam kesunyian." ('Ali bin Abi Thalib kw.)
Jadi, ukurlah kebaikan anda sendiri dengan kesalahan diri sendiri dan belajar "menutup mata" terhadap kesalahan orang lain. Gunakan kacamata Syariat ketika melihat diri sendiri supaya rajin ibadah, tetapi pakailah kacamata Hakikat ketika melihat orang lain supaya tidak berprasangka buruk.
Dan tentunya berbeda antara makna "memperbaiki" ketika taubat dengan makna "pindah" ketika hijrah.. apalagi dalam konteks menjalankan Rukun Islam dan Rukun Iman yang sama seperti dulu.
**
Rasulullah SAW bersabda,
“Sungguh Allah lebih bahagia dengan Taubat seorang hamba ketika dia bertaubat dari (bahagianya) seorang di antara kalian, yang suatu saat mengendarai hewan tunggangannya di padang pasir yang luas. Tiba-tiba hewan tunggangannya itu hilang darinya padahal di sana ada perbekalan makan dan minumannya. Hingga ia putus asa. Lalu ia menghampiri sebuah pohon dan berbaring di bawah naungannya. Sungguh ia telah putus asa untuk menemukan kembali hewan tunggangannya. Kemudian dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba hewan tunggangan itu sudah berada di sisinya. Maka ia segera meraih tali kekangnya seraya berkata karena sangat bahagianya, 'Wahai Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhan-Mu'. Keliru berkata-kata karena sangat bahagia." (HR. Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik ra.)
Semoga..
#ombad #tasawuf