MERDEKA itu terlepasnya Ikatan (blocking), baik yg berhubungan dengan kondisi internal maupun eksternal dari diri kita.
Dalam hubungannya dengan diri, bisa dimaknai sebagai bentuk sudah terlepasnya "ikatan-ikatan keberhalaan" (baca : hijab nafsu). "Lepas" yg dimaksud di sini bukan berarti "Hilang", karena sifat-sifat kemanusiaan itu akan tetap ada dan melekat selama darah masih mengalir dan nafas masih berhembus.
Bisa "melepas ikatan" itu seperti diam atau istirahat sejenak ketika kita sedang melakukan sebuah aktivitas, baik fisik, pikiran maupun rasa (psikologisnya).
Dalam konteks Tasawuf, Merdeka itu seperti halnya makna isyarah dari Surah al-Ikhlas, yaitu Ahadiyah pada ayat yg pertama, dan selanjutnya "pembuktian" di ayat yg ke-4, tidak ada sesuatupun kecuali Allah. Bahkan diri kita pun "tidak ada" di hadapan Allah (Laa maujuda illallaah).
Dan puncaknya adalah bisa "terlepas semua ikatan", bisa "merdeka", diri yg "independence".. Fana'.
Itu makanya Maulana Jalaludin Rumi dalam Divan-i Syamsi Tabridz (ghazal 1419) pun memaknai Merdeka secara Hakikat itu adalah bisa Berserah Diri kepada Allah SWT karena sudah mengalahkan hawa nafsu dalam dirinya.
"Semula ingin kuceritakan padamu kisah hidupku,
Tetapi gelombang kepedihan tenggelamkan suaraku.
Kucoba utarakan sesuatu,
Tetapi pikiranku rawan dan remuk,
Laksana kaca.
Bahkan kapal paling megah bisa karam dalam gelombang badai Laut Cinta,
Apalagi biduk rapuhku,
Remuk berkeping-keping;
Tinggalkan kusendiri, hanyut,
Hanya berpegang ke sepotong papan.
Kecil dan tak berdaya,
Timbul tenggelam dalam terpaan ombak,
Sampai tak kuketahui apakah aku ada atau tiada.
Ketika menurutku aku ada,
Kudapati diriku tak berharga.
Saat aku tiada,
Kudapati nilai-nilai sejati diriku.
Seturut pasang surut akalku,
tiap hari kumati dan dihidupkan lagi;
Karenanya tak kuragukan sedikitpun,
adanya Hari Kebangkitan.
Ketika sudah lelah,
aku berburu cinta di dunia ini,
Akhirnya di Lembah Cinta aku berserah diri,
dan aku Merdeka."
Semoga...
#ombad #tasawuf
#DirgahayuNKRI