15 August 2019

BRAIN POWER

Otak manusia yang sebesar tempurung kelapa ini menyimpan kekuatan yang dahsyat, dan potensi ini ada di setiap orang, sayangnya banyak yang otaknya (baca: pikirannya) masih terlapisi "racun".

"Dunia dikuasai oleh pikiran, dengan pikiran dunia terbentuk; semuanya terjadi di bawah kekuasaan pikiran.” (Buddha)

"Racun" inilah yang menyebabkan terjadinya konflik pikiran, sebutlah pertempuran antara otak kiri dengan otak kanan. Kondisi ini mempersulit aktifnya otak tengah (pineal) sehingga kekuatan yang tersembunyi dalam pikiran pun tidak muncul dan berkembang. Dan energi pun terbuang percuma.

Ketika pikiran terlapisi "racun", maka pikirannya tak lagi mampu melihat dan menanggapi suatu keadaan secara tepat, akan serba bias. Kesalahan ini dimulai dari prasangka buruk, kecurigaan, ketakutan dan kekhawatiran. Dan akhirnya akan berkembang menjadi suatu kebiasaan dan menjadi bagian dari karakter dan kepribadian.

Salah satunya adalah terjebak masalah "waktu", terjebak dalam masa lalunya. Ia hidup di dalam penderitaan, akibat kenangan atas gelapnya masa lalu, yang sebenarnya sudah tidak ada. Begitupun dengan masalah masa depan, bisa memunculkan keraguan dan ketakutan. Akhirnya dalam menjalani hidup hanya berkutat dan terombang-ambing di antara dua kubu, yaitu penyesalan akan masa lalu dan ketakutan akan masa depan. Hal ini akan mengakibatkan pikiran selalu dipenuhi ketegangan serta penderitaan, dan ujungnya, Kedamaian pun sulit dirasakan, kalaupun terasa hanya sesaat seperti sebuah fatamorgana.

"Orang yang pikirannya kacau, penuh dengan nafsu dan hanya melihat pada hal-hal yang menyenangkan saja, maka nafsu keinginannya akan terus bertambah. Sesungguhnya orang seperti itu hanya akan memperkuat ikatan belenggunya sendiri.." (Buddha, Dhammapada)
 
Meski pengendalian pikiran itu lebih kepada soal psikologis dan intelektual, tetapi karena adanya pengalaman (memori masa lalu) yang berupa penderitaan, konflik dan ketidakpuasan terhadap kehidupan, maka agama memberi solusi supaya aspek psikologisnya bisa tenang dulu, sehingga sesudah tenang akan lebih mudah untuk mengendalikannya,

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan Mengingat Allah (dzikir). Ingatlah, hanya dengan Mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’d : 28)

Dan kalibrator dari proses pengendalian pikiran ini adalah Hati, karena keaktifan  Pineal itupun berhubungan dengan hati/qalbu. Itu makanya disarankan agar hatinya bisa damai dulu dengan cara mendekati Pemilik Hati :

"Sesungguhnya, Hati tidak akan --merasakan-- Ketenangan, Ketenteraman, dan Kedamaian, melainkan jika pemiliknya berhubungan dengan Allah --dengan melakukan ketaatan kepada-Nya-- sehingga, barangsiapa yang tujuan utama --dalam hidupnya--, kecintaannya, rasa takutnya, dan ketergantungannya hanya kepada Allah, maka ia telah mendapatkan kenikmatan dari-Nya, kelezatan dari-Nya, kemuliaan dari-Nya, dan kebahagiaan dari-Nya untuk selama-lamanya." (Ibn Qayyim ra.)

Jadi ada hubungan yang erat antara otak kiri, otak kanan, otak tengah dan qalbu. Bukankah pencerahan (enlightenment) itu terkait dengan intelektual, ilmu, kesempurnaan etika/adab, moral, mental psikologis dan spiritual..?

Dan tetap yakinlah bahwa segala hal yang memiliki sifat untuk timbul, memiliki sifat untuk lenyap, meski saat ini masih sulit mengendalikan pikirannya, atau dengan kata lain, ularnya belum "jinak".

Btw, masih berupa "ular kobra" kan.. dan belum "ular naga"..?

Semoga..
#ombad #tasawuf #brainpower