Dalam Islam itu ada dua Dalil, yaitu :
1. Dalil NAQLI (Naskh, Historis) : Naskah masa lalu, Aspek sejarah, tentunya yg sudah dilegalisasi para ahli sehingga: Implikatif (sesuai dengan rumusan perbaikan pada masyarakat), Implementatif (dapat diterapkan), serta Akuratif (rawi, sanad).
2. Dalil AQLI (Aktual), berfungsi sebagai rujukan Konstruktif sehingga bisa Efektif, karena ada metode di masa lalu yg tidak bisa efektif di masa kini, apakah terkait kemajuan jaman ataupun kondisi lingkungan. Semisal, zakat pakai beras ataupun qurban pakai kebo. Jadi selama Dalil Aqli tidak bertentangan dengan Naqli, maka bisa dijadikan dasar hukum.
Jadi, apakah AKAL itu perlu dalam beragama...? Ya iya, pasti perlu. Belajar Quran dan Hadist aja pasti butuh Akal.
“Akal merupakan syarat dalam mempelajari semua ilmu. Ia juga syarat untuk menjadikan semua amalan itu baik dan sempurna, dan dengannya ilmu dan amal menjadi lengkap. Namun (untuk mencapai itu semua), akal bukanlah sesuatu yg dapat berdiri sendiri, tapi akal merupakan kemampuan dan kekuatan dalam diri seseorang, sebagaimana kemampuan melihat yg ada pada mata. Maka apabila akal itu terhubung dengan cahaya iman dan al-Qur’an, maka itu ibarat cahaya mata yg terhubung dengan cahaya matahari atau api.” (Ibn Taimiyah, Majmu' al-Fatawa)
Jadi, galilah makna yg tersirat dari ucapannya Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw. berikut ini:
"Agama adalah Akal. Tidak Beragama orang yang Tidak Berakal."
Itu makanya semua agama (samawi) punya 4 titik kesamaan, yaitu: Menjaga jiwa, Menjunjung akal, Melestarikan keturunan, dan Menjaga bahwa manusia adalah ciptaan Allah yg paling mulia.
Jadi tidak bisa kita menafikan salah satunya, baik Dalil Aqli apalagi Dalil Naqli. Jika ada yg menafikan salah satunya, ya berarti belum terintegrasi.
Dan di sinilah pentingnya Sanad Keilmuan.. :D
Semoga...
#ombad