02 March 2018

PETIR DALAM TASAWUF

PETIR DALAM TASAWUF
(Manusia Sebagai Khalifah)

Petir terjadi karena ada perbedaan potensial, perbedaan muatan yg besar antara awan dan bumi, sehingga terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya agar terjadi kesetimbangan.

Begitupun jika ditinjau secara mikrokosmik, dalam diri manusia pun ada proses terjadinya "petir", sebagai konsekuensi dari filosofi yg dikemukakan oleh Ibn Arabi ra, yaitu :

"Manusia sebagai alam mikrokosmik merupakan cerminan dari alam (semesta) yang makrokosmik."

Ketika "muatan" pada manusia (bumi) sudah terlalu berbeda atau malah berlawanan dengan "muatan" yg dikehendaki Tuhan (langit), maka akan ada suatu proses dalam diri manusia untuk melakukan penyeimbangan.

Proses penyeimbangan ini bisa berupa "kilatan-kilatan" tertentu secara spiritual (enlightenment, evolusi maupun revolusi kesadaran) yg terus-menerus. "Kilatan" ini yg nantinya akan membuka sekat-sekat hati, membuka pemikiran dan "open heart".

Dan dalam suatu proses kesetimbangan, jika "bukaan-bukaan" ini dianggap sebagai suatu input, maka akan ada output yg "dikeluarkan" dari dalam diri. "Output" yg dimaksud adalah hal-hal negatif dari dalam diri, yaitu nafsu-nafsu yg erat hubungannya  dengan hijab-hijab hati. Jadi bisa dikatakan bahwa saat terjadi proses "enlightenment" maka dengan sendirinya terjadi juga proses pembuangan hal-hal negatif dalam diri (tadzkiyah nafs) ataupun pelepasan hijab-hijab hati. Dan ini korelasinya dengan "Taubat".

Tuhan sendiri sudah menetapkan "alat-alat" untuk membantu proses kesetimbangan ini, apakah melalui tatacara ibadah vertikal maupun horizontal.

Ketika individu tersebut berhasil melakukan penyeimbangan "muatan" nya, maka "Hujan Rahmat" pun akan turun dalam bentuk Hidayah, Taufik dan Inayah. Dan "Hujan Rahmat" ini akan menyebabkan "kesuburan tanah" diri manusia, sehingga akan menghasilkan "panen manfaat" bagi dirinya. Tentunya kondisi "kesuburan tanah" tidak lupa dipupuk dan dirawat dengan "talqin dan dzikir" yg khusus agar hasilnya semakin bagus.

Lalu hasil dari "panen manfaat" ini akan berkembang dan siap untuk dibagikan kepada orang lain, sehingga sang diri pun menjadi "lebih bermanfaat". Dan semua ini akan kembali lagi kepada dirinya, baik di dunia maupun nanti di akhirat.


إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ


Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (QS. Al-Isra: 7)

Dan puncaknya adalah diri kita ini menjadi makhluk yg "paling memberi manfaat" buat sesamanya, menjadi "saluran rahmat" bagi semua, seperti halnya Air yg sangat bermanfaat bagi kehidupan.

Rasulullah SAW bersabda :


خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
 

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad)

Secara tersirat, hal ini menjadi tanda bahwa hanya manusia saja yg bisa menjadi Khalifah Alam Semesta, karena hanya manusia lah yg menjadi "penghubung" dan juga "menghubungkan" antara "bumi" dan "langit". Dan hanya manusia saja yg bisa menjaga keseimbangan dalam dirinya, baik secara mikrokosmik, ataupun secara makrokosmik sebagai cerminannya.


Semoga...
#ombad #tasawuf