31 May 2019

ART OF THINKING

BIJAK dalam hal ilmu (dan juga dalam kehidupan) itu seperti menyetel senar gitar. Terlalu kencang, bisa menyebabkan senarnya putus, dan terlalu kendor juga menyebabkan senarnya tidak berbunyi sebagaimana mestinya.

Apalagi ketika berhadapan dengan pengguna medsos yg majemuk. Membicarakan terigu pun bisa dianggap tapioka, atau tepung beras, bahkan ditafsirkan bubuk kapur, gara-gara anggapannya karena sama-sama berwarna putih.. 😀

Bukankah imam Syafi'i ra. pun demikian ketika berhadapan dengan sekelompok penduduk di sebuah daerah di Mesir. Beliau sesuaikan materi ilmunya setelah ia pahami dulu kondisi pemikiran dari sebagian besar penduduknya. Dan Beliau pun berkata, "Aku turun, turun, turun dan turun lagi..."

Karena bijak dalam ilmu itu ukurannya bukan tinggi, tetapi fungsional, lalu selanjutnya bisa menyatukan antara Kebutuhan, Pengamalan dan Pemahaman. Dengan bahasa lain, bisa menyederhanakannya sehingga mudah dicerna dan diaplikasikan. 
  
"Lidah orang yang berakal berada di belakang hatinya, sedangkan hati orang bodoh berada di belakang lidahnya." ('Ali bin Abi Thalib kw.)

Artinya, Kebodohan yg dimaksud berhubungan dengan kemampuan mengontrol diri, lahir maupun batin. Hal ini berhubungan dengan aspek Kesadaran dalam mengenal diri sendiri sehingga bisa mengendalikannya. Kondisi inilah yg bisa membawa manusia dari dunia gelap ke dunia terang, dari peradaban Jahiliyah ke peradaban Insaniyyah (humanity), dari saling menyakiti dan merendahkan ke saling menghargai dan empati.
 
Jadi belajarlah memposisikan sesuatu pada tempatnya, maka niscaya hidup itu akan terasa indah. Dan seperti itulah "art" atau seni, khususnya "Art of Thinking".

"Semesta telah memberikan kita dua telinga, dua mata, tetapi dengan satu lidah. Artinya kita harus lebih banyak mendengar dan melihat daripada berbicara." (Socrates)


Semoga...
#ombad 26 #ramadhan 1440 H.