Dulu, oleh para pemberontak dan simpatisan DI/TII, NU dianggap sebagai pengkhianat Islam karena keluar dari Masjumi juga dianggap musuh utama DI/TII. Mereka menganggap NU membantu Republik Indonesia Kafir (RIK). Beberapa orang pimpinan cabang NU di Jawa Barat dibakar rumahnya oleh DI/TII, bahkan ada yg ditembak mati. Suatu rapat NU pernah diserang mereka.
Idham Chalid pun pernah berkata bahwa tugasnya yg paling berat adalah menghadapi gerombolan yg membawa dalil-dalil agama Islam, seperti Darul Islam Kartosuwiryo di Jawa Barat, Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan, Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan, dan Tengku Daud Beureueh di Aceh.
Menurut Idham, DI/TII merugikan Islam. Banyak umat Islam yg menjadi korban kekejaman mereka. Mungkin di Aceh tidak terjadi perbuatan seperti di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan di mana gerombolan DI/TII membakar madrasah dan masjid yg tidak sependapat dengan mereka.
Waktu itu (24 Maret 1956 - 09 April 1957), Idham Chalid menjabat Wakil Perdana Menteri merangkap Kepala Badan Keamanan dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II.
Mungkin waktu itu, hanya NU yg menyadari bahwa gangguan keamanan yg berlarut-larut merugikan negara dan rakyat. Iya gangguan keamanan, meski mengatas-namakan perjuangan Islam.
Jadi jika sekarang para radikalis menganggap NU sebagai pengkhianat, sarang liberalis dan sipilis ya wajar aja, wong sejarah seperti itu ada kok.. :D
Jadi kapan nich mau dituduh lagi pengkhianat islam, syiah-syiahan, kopar-kapir serta munafik-munafikan...? Atau malah sudah dan sering...?
:D
Semoga...
#ombad #NU