Banyak orang yang mengukur Kebenaran orang lain berdasarkan standar kebenaran dirinya, berdasarkan opininya. Subjektivitas pun menjadi keniscayaan. Tentunya berbeda ketika seorang anak SD menilai bahkan menghakimi pemahaman matematika kakaknya yang duduk di bangku SMA atau kuliah, mungkin si Kakak akan bisa maklum dan menganggap adiknya itu lucu dan menggemaskan.
Artinya jika kita sedikit mengedepankan rasa kasih sayang seperti seorang kakak ke adiknya, maka kita akan banyak menemukan kelucuan-kelucuan di sekitar kita, termasuk postingan-postingan di medsos. Tapi jika kita belum bisa mengedepankan rasa kasih sayang maka akan banyak hal yang jadi menyebalkan.
Ada analogi dari Maulana Jalaluddin Rumi yang menceritakan kisah tentang seekor burung Beo Gundul.
Seorang pedagang sayur mempunyai seekor burung beo yang dapat bicara dan merdu suaranya.
Sambil bertengger di atas bangku, dia mengawasi kedai apabila pemiliknya sedang tidak berada di kedai dan berbicara lembut kepada semua pedagang. Jika ia berbicara dengan manusia, maka ia akan bercakap seperti manusia. Ia pun lihai menyanyikan kicau burung-burung lain.
Suatu kali ia melompat dari bangku dan terbang; sebuah botol berisi minyak tumpah membentur tubuhnya.
Tak lama berselang, Pemiliknya datang dari arah rumahnya lalu duduk di atas bangku seenaknya seperti biasanya seorang pedagang. Dan ketika melihat bangku penuh tumpahan minyak dan melihat bajunya yg ikut kotor, maka marahlah si Pemilik warung, dan burung beo itupun ditangkapnya, kemudian kepala burung beo pun digundulinya.
Selama beberapa hari burung beo itu tidak mau bicara. Menyesal lah si pedagang sayur tersebut, dengan sedihnya ia berkata,
"Sialan..! Matahari kelimpahanku kini telah lenyap di bawah arakan mendung. Apa tanganku akan lunglai tanpa daya..? Bagaimana aku mestinya menghajar kepala burung beo yang bersuara merdu itu..?"
Dia memberikan sedekah kepada setiap darwis, agar ia bisa mendengar kembali suara burungnya.
Sesudah tiga hari tiga malam, ia duduk lagi di bangku kedainya, sedih dan bingung seperti orang putus asa, sambil menceritakan segala keajaiban burungnya dengan harapan beo itu bisa berbicara lagi.
Suatu saat, ada seorang darwis sedang lewat, mengenakan jubah bulu domba, dan kepalanya gundul seperti cawan dan kolam di luar.
Ternyata, hal tersebut membuat Beo itu kembali berbicara, lalu si Beo pun berteriak kepada sang darwis,
"Hai ikhwan..! Mengapa kepalamu botak..? Hai Gundul.. apa engkau menumpahkan minyak dari botol sepertiku..?"
Orang yang melihatpun pada tertawa mendengar ucapan Beo itu, karena si Beo beranggapan pemakai jubah bulu domba itu seperti dirinya.
Jadi, "perbanyaklah" cermin meski cermin itu cuma satu.
Semoga...
#ombad #tasawuf