Kekotoran (dalam diri) akan cenderung untuk menghakimi betapa kotornya orang lain, betapa salahnya mereka dibanding dirinya, betapa munafiknya orang lain. Dorongan ini muncul karena cermin hatinya kotor, dan ujungnya pikirannya pun kotor.
Artinya, ketika memandang sesuatu yang belum diketahui, kecenderungan "sikap" diri terhadap pandangan tersebut bisa dijadikan tolak ukur dalam memperbaiki diri.
Jika dalam melihat sesuatu yang belum diketahui itu cenderung negatif, biasanya kandungan negatif dalam diri kita lebih banyak, dan begitu pun sebaliknya jika cenderung positif, maka kandungan positifnya mungkin lebih banyak.
Itu makanya seseorang yg dikasih hidayah untuk bertaubat akan selalu "menggali" dirinya sendiri. Misal, ketika melihat orang lain ada "kesalahan" maka kesadarannya akan selalu mencerminkan ke dirinya sendiri, apakah si diri ini punya "kesalahan" seperti yang terlihat tersebut.
Ketika sudah bisa berproses seperti ini maka akan sulit untuk bisa menghakimi orang lain, apalagi terkait keimanan dan ketakwaan, karena kesadarannya sendiri sering memberitahu bahwa dirinya masih penuh dosa, atau dengan kata lain belum beriman dan bertakwa.
Jadi segala sesuatu yang terlihat di luar diri itu akan menjadi pengingat untuk selalu berintrospeksi.
Rasulullah SAW bersabda:
”أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ“
“Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, yang jika ia baik maka baiklah seluruh anggota tubuhnya, dan jika ia buruk, maka buruklah seluruh anggota tubuhnya, ia adalah qalbu/hati.” (Muttafaq alaihi)
Ibn Athaillah ra. dalam al-Hikam mengibaratkan hati itu bagaikan cermin.
كيف يشرف قلب، صور الأكوان منطبقة في مرآته
أم كيف يرحل إلى الله وهو مكبل بشهواته
أم كيف يطمع أن يدخل حضرة الله وهو لم يتطهر من جنابة غفلانهه
"Bagaimana bisa hati dapat bersinar, sedangkan gambaran-gambaran duniawi masih menutupi cermin hati..?
Atau bagaimana bisa hati dapat mengadakan perjalanan menuju Allah, sedangkan hati terikat oleh nafsu syahwatnya..?
Atau bagaimana bisa hati berharap dapat memasuki hadirat Allah sedangkan hati tidak dibersihkan dari kelalaian..?"
“Jika Tuhan ingin menunjukkan kepedulian-Nya kepada seorang hamba, maka Dia akan Menyibukkan hati dan pikirannya dengan rahasia-rahasia ketuhanan, dan melepaskan dia dari ikatan-ikatan obyek material yang gelap. Sebaliknya, jika Tuhan ingin Merendahkan derajat seorang hamba, maka Dia akan Menyibukkan hati dan pikirannya dengan obyek-obyek material yang gelap itu hingga akhirnya hati dan pikirannya gelap.” (Ibn Ajibah ra.)
Semoga..
#ombad #tasawuf