كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به
Kullu ‘amali Ibni Adam lahu illash shiyaam, fainnahu lii wa anaa ajzii bihi.
"Semua amal manusia miliknya, kecuali puasa. Puasa adalah milik-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya." (HR. Bukhari - Muslim)
Ayat ini yg menyebabkan ibadah Puasa itu sangat istimewa. Kenapa?
Pertama, karena ibadah-ibadah lain rentan terhadap RIYA' (pamer).
Shalat, seringkali pelaksanaannya sulit mengelak dari nafsu Pamer, apakah itu ketika menenteng sajadah ke mesjid, dalam berpakaian atau sesudahnya dengan "melirik" dan "memeriksa" tetangganya yg gak ke mesjid. Dan kadang di hatipun sering tercetus, "shalat di mesjid donk".
Begitupun Zakat (dan infak, sedekah), kadang bisa tercetus dalam hati, "Gue kan kaya makanya ngasih".. Belum lagi kalau di belakangnya diomong-omongin, mirip iklan di TV..
Apalagi Umrah atau Naik Haji, ketika ditunjang kamera atau hp, "aku sedang umrah yang ke-empat", atau dibarengi budaya sisa feodalisme, bisa-bisa manyun ketika sudah naik haji tidak dipanggil Pak Haji atau Bu Haji oleh para tetangga, "Gimana sich, aku kan udah naik haji, mahal lagi, kamu mah belum".
Kedua, karena lewat puasa kita berusaha "mengosongkan" diri (baca : memperkecil hawa nafsu). Awalnya memang secara lahir dulu, dengan mengosongkan perut dan keinginan lahiriah, oleh karena itu dikatakan dalam Hadits,
"Orang yang puasa meninggalkan syahwatnya karena diri-Ku."
Selanjutnya berusaha semakin dalam lagi ke dalam diri, dengan berupaya supaya bisa mengosongkan hati dari berbagai hal yg tidak sejalan dengan keinginan-Nya.
Semakin baik kualitas puasa seseorang maka semakin baik kualitas pengosongan diri dari hawa nafsu dan syahwat. Secara tersirat, ini disebutkan dalam Hadist :
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
"Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari - Muslim).
Artinya, puasa itu merupakan upaya untuk mendidik diri (melalui rasa lapar, haus dan meredam hawa nafsu), sampai "menyentuh" jiwa dan qalbu, sehingga diharapkan jiwa dan qalbunya mengalami proses "pengosongan" dari hawa nafsu, dan selanjutnya pada saat yg bersamaan jiwa dan qalbunya pun merasakan dan menikmati santapan lezat ruhani dari-Nya.
Ada puisi dari Maulana Jalaludin Rumi ra. yg menjelaskan bahwa puasa Ramadhan itu bukan hanya untuk penyucian atau pengendalian diri saja, tetapi juga merupakan upaya untuk memberi peluang kepada jiwa mendapatkan hidangan dari langit yg lebih lezat daripada hidangan (makanan) yg berasal dari bumi.
"Bulan puasa telah tiba, larangan raja mulai berlaku.
Jauhkan tanganmu daripada makanan, hidangan ruhani telah disediakan.
Ruh telah bebas dari pengasingan dirinya dan menundukkan tangan tabiat jelek.
Hati yang sesat telah dikalahkan, dan prajurit iman telah sampai.
Bala tentara penidur telah menyerah dan segera ditawan,
Dari bara penyulut api jiwa tiba seraya meratap.
Lembu itu begitu molek, Musa bin Imran muncul;
Melaluinya si mati hidup semula apabila badannya telah melaksanakan upacara qurban;
Puasa ialah upacara qurban kita, yang menghidupi jiwa;
Mari kita qurbankan badan kita, karena jiwa tiba sebagai tamu;
Iman yang teguh ialah awan lembut, Kearifan ialah hujan yang tercurah darinya, karena pada bulan iman inilah al-Qur'an diwahyukan.
Apabila nafsu badani dikawal, ruh akan mi'raj ke langit;
Apabila pintu penjara dirubuhkan maka jiwa akan mencapai pelukan Kekasih.
Hati telah menukar tabir gelapnya dan menggerakkan sayapnya ke angkasa;
Hati, yang menyerupai malaikat, sekali lagi tiba di tengah mereka.
Tangkaplah tali pengikat tubuhnya, di atas perigi berteriaklah, “Yusuf dari Kan'an telah tiba!”
Pada waktu `Isa Almasih terjatuh dari keledainya maka doanya diterima Allah;
Cucilah tanganmu, karena Hidangan langit telah tiba;
Cucilah tangan dan mulutmu, jangan makan atau bercakap-cakap;
Carilah kata dan suapan nasi yang diturunkan untuk dia Si Diam..!"
Dan dalam Hilyat al-Abdaal, Syeikh Muhyidin Ibn 'Arabi ra. menjabarkan ciri hamba yg Puasanya benar adalah dengan semakin tumbuhnya sifat-sifat berikut:
- Rendah hati,
- Meningkat kepatuhannya,
- Sederhana,
- Lembut hati,
- Makin merasa fakir,
- Tidak ada bangga diri,
- Perilaku yg tenang,
- Bebas dari pikiran yg tidak pada tempatnya.
Mudah-mudahan kita bisa "menyantap" jamuan khusus ruhani dari-Nya selama Ramadhan ini.
Stay awake in the night, endure hunger.
Semoga..
#ombad #tasawuf 09 #ramadhan 1440 H.