24 August 2019

TAK ADA.... JUDUL.

Dalam kekosongan, pikiran akan diam dari segala sesuatu, seperti sebuah tanah kosong yang siap ditanami. Dan benih-benih pun akan tersemai jika "getaran buta dari cinta" dalam kalbu sudah muncul.

Benih-benih ini akan tumbuh dengan subur jika "Awan Ketidaktahuan" semakin membesar, dan akhirnya menurunkan tetesan-tetesan pengetahuan (gnosis, makrifat) dari langit, seperti halnya tetes-tetes hujan yang menumbuhkan benih dan menyuburkan tanah.

Lalu pohon-pohon pun tumbuh berkembang dan nantinya siap untuk dipanen, berbuah kebijaksanaan ('Arifin).

Dan tetap, kemuliaan-Nya akan menempatkan sang diri dalam lekuk batu sambil ditutupi, tetap rahasia serta menjadi misteri, dan "ketidaktahuan" tetaplah "ketidaktahuan".. karena "Ehyeh asyer Ehyeh" (Aku adalah Aku) akan tetap tidak bisa dipahami oleh akal. Ya, di atas akal, jauh melewatinya.

Dan akhirnya yang tersisa adalah al-Hasrah (pilu hati), al-Hairah (rasa kacau), al-Walah (kebingungan) dan al-Haiman (kehausan cinta). Iya, itulah Martabat al-‘Ama’.

**

Menurut Syeikh Abdul Qadir al-Jailani qs,

Martabat Ahadiyah atau disebut juga al-‘Amâ’ adalah martabat yang tidak ada ruang bagi auliya’ dan ulama (untuk menggapainya), melainkan hanya al-hasrah (pilu hati), al-hairah (rasa kacau), al-walah (kebingungan) dan al-haiman (kehausan cinta).

Martabat Ahadiyah merupakan martabat yang menjadi puncak tertinggi pencapaian para nabi dan ujung suluk para wali. Setelah (sampai di martabat) itu, mereka akan 'berjalan' di dalamnya dan pasti akan menuju kepada Allah, hingga mereka semua akan mengalami istighrâq sampai mengalami al-hairah (kebingungan spiritual) dan fana’. Tiada Tuhan selain Dia (laa ilaaha illaa huwa).

Segalanya musnah kecuali Wajah-Nya (kullu syai’ haalik illaa wajhah).

Allah menarik perhatian hamba-Nya untuk selalu bergerak dan berjalan menuju ke jalan-Nya (sebagai bentuk bimbingan dan pengajaran kepada mereka) melalui doa-doa yang dipanjatkan kepada-Nya serta dalam munajat-munajat (dzikir) bersama-Nya. Dalam doa-doa dan munajat-munajat itu, terdapat isyarat akan kembalinya yang banyak menuju tunggal yang sempurna yakni kamal al-wihdah yang mengenyahkan keberbilangan (nihayah al-katsrah).

Artinya, ketika Allah ingin membimbing hamba-hamba-Nya ke Martabat Ahadiyah tersebut, maka hamba-Nya ini akan terdorong hatinya agar mereka selalu ber-tawajuh dan ber-taqarub secara terus-menerus sampai menjadi sebuah kebutuhan.

Proses tawajuh dan taqarub mereka akan berakhir pada ‘isyq dan mahabbah yang paling hakiki (al-haqiqah al-haqqiyyah) saja, hingga menyebabkan runtuhnya penyematan (al-idhafat) yang melahirkan kesan pada keberbilangan atau dualitas terhadap Allah, yang setelah itu, niat mereka menjadi murni dan layak untuk fana'.

Bingung artinya sudah tidak bisa distrukturkan oleh akal, walau akal kulli sekalipun. Sejago-jagonya akal, itu masih ciptaan-Nya. coba hubungkan dengan QS. al-Ikhlas ayat 4, yang esensinya semua makhluk (beserta organ-organ pendukungnya; akal, logika, perasaan) itu tidak akan bisa mendefinisikan Penciptanya.
Kalau masih bisa ditangkap akal, masih disebut karakteristik dualitas, makhluk. Itulah kenapa bingung (al-hairah, al-walah).

Yang pertama diciptakan oleh Allah ialah Ruhku. Dan yang pertama diciptakan oleh Allah ialah Cahayaku. Dan yang pertama diciptakan oleh Allah ialah Qalam. Dan yang pertama diciptakan oleh Allah ialah Akal.” (HR. Abu Daud)

Dari hadist inipun, tersirat bahwa akal (kulli) menempati peringkat yang paling bontot, dibanding dengan ruh.. seperti yang disebutkan dalam sebuah hadist,

"Aku dari Allah dan orang-orang yang beriman berasal dari diriku."

.
.
Semoga..
#ombad #tasawuf