Sekilas lihat postingan di WA dan Fb, terkait jimak.. ehh, ijtimak ulama (baca: ulama 212), tentang calon Cawapres dari kalangan ngustat.. Alasannya itu adalah memadukan sisi "Nasionalis" dan sisi "Religius".. :D
Komposisi apapun, mau siapapun, pertimbangannya harus KAPABILITAS dan INTEGRITAS. Kalau "Nasionalis" ya Nasionalis yg punya Kapabilitas dan Integritas, begitu pun jika "Religius". Artinya, jika pertimbangannya hanya "Nasionalis - Religius" semata, itu hanya sebuah GINCU dan ASESORIS doank, karena mengurus negara itu soal KAPABILITAS dan INTEGRITAS. Terkecuali si "Religius" ini handal Kapabilitas dan Integritas nya, bukan sekedar "tata kata".. :D
Rasulullah SAW bersabda:
“Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.”
Ada seorang Sahabat bertanya; ‘Bagaimana maksud amanat disia-siakan..?‘
Rasulullah menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR. Bukhari)
Garis tebal : TIDAK AMANAH = MENYERAHKAN SESUATU KEPADA YANG BUKAN AHLINYA.
Bayangkan kalau "Religius" nya itu hanya "kulit", urusan ceramah aja pingin amplop tebal, apalagi kalau punya jabatan atau kekuasaan, bisa-bisa memperpanjang contoh para politikus (yg katanya "religius" dan selalu koar-koar agama/umat) dalam daftar terpidana Korupsi (OTT KPK).
Dan implikasinya, "agama" pun jadi tercoreng dan rusak karena perbuatan korup dari mereka yg mengaku "religius" dalam berpolitik. Banyak contohnya kan di negeri ini, termasuk di Daerah Syariah sekalipun.
Kalau ada sebagian umat mau seperti itu ya wajar, karena mereka masih meyakini "khilafah adalah solusinya".. gak tega sih kalau sy nyebut "mereka yg selalu koar-koar bawa atas nama umat dan agama itu aslinya masih Imperior, karena dari kelompoknya belum bisa membuktikan atau bahkan tidak punya negarawan yg berkapabilitas dan berintegritas."
Jeleknya, sering mereka itu menjadikan Agama sebagai Alat Politik untuk mendelegitimasi lawan politiknya. Dan akibat "politisasi agama" ini, maka akan terjadi politik yg paling kotor dan brutal, saling perang dalil dan saling tunjuk urusan keimanan (beriman, munafik, murtad, takfir, dsb). Buktinya di Pilpres lalu aja yg jelas-jelas muslim pun dikafir-kafir dan dimurtad-murtad. Tanggung tuh dosanya.
Bukankah suksesnya tatanan politik suatu negara itu ditentukan oleh Keadilan penguasa dan bukan Imannya, karena Iman itu urusan si penguasa dengan Tuhan, sedangkan Keadilan atau Kedzalimannya itu langsung mengena pada rakyatnya. Apalagi ini cuma "merasa beriman". Gak percaya..? Lihatlah negara-negara yg maju di luar sono.
Itu makanya dalam sebuah Hadist disebutkan,
Al-mulku yabqa ma'al kufri, wa la yabqa ma'a al-zhulm.
"Negara (kerajaan) bisa langgeng bertahan dengan Kekufuran, tapi tidak bisa langgeng bertahan dengan Kedzaliman."
Kan gak lucu jika ada orang luar ngetawain sambil berkata, "If you use religion to take down your politic's rival, why don't you use religion to solve the problem too.." .. akhirnya, solusi mengatasi macet dan banjir pun dengan "berdoa" doank .. :D
Jadi kalau jadi tukang ceramah mah bagusan terusin aja ceramahnya, biar umatnya tambah cerdas.. juga makin perbagus "tata kata" nya, soalnya bisa hancur nanti kalau melakukan "tata kota".. dan kalau udah laku keras, tarifnya jangan naik gila-gilaan eaa, gak ada Sunnah nya tuch.. :D
Semoga..
#ombad