16 November 2019

KEBENINGAN

Kebeningan Qalbu itu merupakan hasil dari Kebersihan Hati, sedangkan Kebersihan Hati itu sendiri sangat dipengaruhi kualitas dalam proses "tadzkiyatun nafs". 

Kualitas Kebeningan Qalbu ini mempunyai korelasi dengan kualitas kejelasan "pandangan". Jelas atau tidaknya "pandangan" ini sangat dipengaruhi sedikit atau banyaknya hijab-hijab penghalang dalam hati. Sebutlah "intuitive filtering".
 
Rasulullah SAW bersabda, 

Mimpi orang Beriman itu merupakan seperempat puluh enam dari Kenabian.” (HR. Bukhari & Muslim, dari Anas ra.) 
 
"Mimpi" yang dimaksud di Hadist ini adalah "mimpi afaqi" atau petunjuk melalui Kebeningan Qalbu. Inilah yang disebut "pandangan" baik melalui mimpi ataupun melalui "Yaqazah" (penglihatan langsung dalam kondisi sadar). 
 
Dan juga, karena "jelasnya pandangan" maka semakin Qalbunya Bening, maka akan semakin mudah dalam mendeteksi "noda hitam" yang akan masuk ke hatinya. 
 
Rasulullah SAW bersabda: 

"Fitnah-fitnah akan melekat di hati bagaikan tikar, dengan berulang-ulang. Setiap hati yang termakan fitnah itu, maka pada hatinya akan terdapat bintik hitam dan setiap hati yang menolaknya, maka akan muncul bintik putih. Sehingga hati tersebut menjadi terbagi dua, putih yang bagaikan batu besar, sehingga tidak akan terkena bahaya fitnah, selama masih ada langit dan bumi. Sedangkan bagian yang lain hitam keabu-abuan seperti kuali terbalik, tidak tahu mana yang baik dan mana yang buruk, kecuali hanya hawa nafsu yang diserap (hatinya)." (HR. Muslim, dari Hudzaifah ra.)
 
Selanjutnya, semakin Qalbunya Bening, maka akan semakin mudah "memisahkan" mana yang hawa nafsu dan mana yang bukan. 

Semakin Qalbunya Bening, maka akan semakin "jelas" mana yang Baik dan mana yang Buruk, sekalipun Keburukan itu disembunyikan (dibalut) dalam Kebaikan, atau sebaliknya. 

Dan semakin Qalbunya Bening, akan semakin Qana'ah dan Tawadhu baik ke luar maupun ke dalam dirinya untuk lebih bersikap Adil dalam mencari Kebenaran, seperti yg dikatakan Rasulullah SAW: 

“Bangunan yg benar harus di atas yang benar. Membangun kebenaran di atas kebenaran akan benar. Membangun kerusakan di atas kerusakan akan rusak." 

Dari uraian di atas bisa diambil kesimpulan, jika memang qalbunya Bening maka para Ahli Agama, atau para Ulama, atau yang mengaku Orang Beriman itu harusnya tidak bisa "termakan fitnah" dan sulit untuk diadu-domba karena ia lebih jelas dalam memandang, jelas bisa membedakan mana yang benar (haq) dan mana yang tidak. Harap bisa dibedakan antara kata "difitnah" --yang memang merupakan hidangan sehari-hari para Ulama asli--, dengan "termakan fitnah" yaitu ikut terbawa dan bermain dalam "putaran arus" fitnah. 

Jika sebaliknya, ya berarti belum bisa dikelompokkan ke dalam kelompok Orang Beriman meski merasa sebagai Orang Beriman, karena qalbunya masih belum Bening, hatinya masih banyak hijab-hijab nafsu, apakah itu berupa hijab kepentingan pribadi, kepentingan duniawi, kesombongan, ego, emosi, rasa memiliki, eksistensi dan juga keakuan (ananiyah). 
 
Semoga.. 
#ombad #tasawuf 

Ket. Foto.. 
Mesjid Baiturrahman, Banda Atjeh, Hindia Belanda 1893