Banyak yang berbicara sesuatu meski pembicaraan tersebut tidak dipahaminya. Sebutlah sesuatu ini hanya baru diketahui, tetapi belum dipahami, apalagi sampai dialami. Sesuatu ini masih berupa misteri bagi dirinya. Misteri-misteri seperti ini seringkali dijelaskan dalam ceramahnya seorang ustadz, meski ia sendiri tidak menguasainya. Begitupun hal seperti ini bisa muncul dalam khotbahnya seorang pendeta, bahkan para saintis, fisikawan, dll pun bisa melakukan hal yang sama.
Memang betul seperti yang dikatakan Heisenberg tentang asas Ketidakpastian, bahwa adanya keterbatasan manusia baik dalam melihat, mendengar ataupun merasa, termasuk keterbatasan dalam pemikiran dan pemahaman, maka akan terbatas juga dalam memberi konfirmasi yang lebih meyakinkan tentang segala sesuatu.
Seperti halnya indera penglihatan manusia yang hanya mampu melihat dalam batas spektrum kasat mata (visible spectrum), dalam batas gelombang cahaya tampak, spektrum elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 400–700 nm.
Ada sesuatu yang tak terbatas dan sulit untuk diketahui serta dibuktikan dengan keterbatasan alat-alat pengukur atau pengamatan. Dan sang waktu tetap menunggu keberhasilan upaya dalam "menerobos" dunia mikrokosmos yang lebih dalam, seiring dengan perkembangan alat-alat pengukuran.
Dan keterbatasan ini tetap akan menyisakan suatu misteri. Sayangnya, misteri ini seringkali ditafsirkan seenaknya sendiri oleh mereka yang susah untuk mengakui bahwa mereka itu sebenarnya tidak paham, dan hanya menebak-nebak saja disesuaikan dengan pikirannya.
“Hikmah itu --perbendaharaan-- yang hilang dari kaum Mukmin. Di mana pun ia ditemukan, ia berhak --diambil-- untuk itu.” (HR. Turmudzi & Ibn Majah, dari Abu Hurairah ra.)
Itulah, betapa sulitnya untuk berlaku Jujur dan Adil meski dalam pemikiran. Seperti halnya terjebak dalam samarnya Kesombongan yang selalu mengaku sebagai suatu Keikhlasan.
"Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan." (Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, 1975)
Ya gimana lagi, ketika kita melihat atau mendengar yang seperti itu, jika belum bisa cuek, ya berusaha "menerima" saja meskipun terasa janggal, karena mereka hanya melontarkan bungkusnya dan bukan isinya. Bukankah nada-nada dalam alat musik pun akan terdengar sumbang jika yang memainkannya tidak kompeten. Begitupun, lagu yang indah pun akan terasa memuakkan jika penyanyinya buruk.
Akhirnya, berusahalah untuk tetap tersenyum, dan ikuti saja seperti yang dikatakan sayyidina 'Ali bin Abi Thalib kw. :
"Perhatikan apa ucapannya, bukan siapa yang mengucapkan."
Dan tetaplah teliti karena gradasi intelektual pun makin bertebaran di bumi fallacy.
Semoga..
#ombad #tasawuf #dalam