Siang itu, bel sekolah SMA tercinta yang terbuat dari bekas peralatan kereta api sudah dipukul Penjaga Sekolah.
Ruangan kelas kami, 3 Fis-1, yang berada 10 meter dari gerbang sekolah belum juga bubar, sementara teman-teman dari kelas yang lain sudah terlihat melewati kelas dan keluar dari gerbang.
Tak lama kemudian Pak Guru Fisika menyelesaikan pengajarannya saat waktu menunjukkan jam 13.10 WIB. Dan kami pun mulai ribut sambil membereskan buku dan alat tulis.
Sewaktu aku keluar kelas ternyata di gerbang sekolah ada seorang gadis berwajah cantik dengan kulit putih bersih, bentuk tubuhnya yang indah dan ramping itu semakin mempesona dengan geraian rambut sebahunya. Dia, Ayu yang cantik dari kelas 3 Bio-3 sedang menunggu.. tersenyum dengan indahnya sambil memandangku dan melambaikan tangannya.
Ayu pun melambai-lambaikan tangannya, sambil memanggil, "Joni.. Jonii.."
Aku tersenyum dan mendekat, "Ada apa..?"
"Nunggu dari tadi.. kok lama sih..?" Kata Ayu sedikit merajuk.
"Pelajaran Fisikanya ada tambahan.." Jawabku, "Emang ada apa.. mau pulang bareng..?"
"Gak, anterin Ayu ya.. mau cari barang di pusat kota.. terus nanti kita pulang bareng." jawab Ayu.
"Naik delman..?" Tanyaku.
"Kita jalan kaki aja.. kan lagi gak terik.." jawab Ayu.
Dan kami pun berjalan menuju pusat kota, dimana jarak dari sekolah itu kira-kira 1.5 km.
Makin lama tubuh Ayu makin mendekat sampai akhirnya tangan kami pun saling menempel. Dan sebelum jembatan sungai yang terbuat dari besi, dekat Pabrik Tenun legendaris sejak jaman kolonial, kedua telapak pun saling berpegangan.
Aku hanya membisu, seperti halnya Ayu yang juga membisu seribu bahasa. Ayu hanya tersenyum manis ketika pandangan mataku menatap wajah cantiknya, dan kulihat sinar matanya begitu berbinar saat dia tersenyum juga.
Ah, degup jantungku begitu kerasnya, seakan ruang dada dipukul palu-palu cinta. Tubuh semakin menghangat disertai munculnya getaran-getaran di seluruh ujung syaraf. Tetapi keindahan ini susah untuk dicampuri nafsu-nafsu, apakah aku terlalu takut atau memang kemurnian rasaku lebih mendominasi. Iya, rasa sayang. Hanya ada rasa sayang yang begitu besar. Dan rasa ini seakan memahat seluruh isi dada tanpa mau dikotori keinginan layaknya seorang lelaki kepada perempuannya.
15 menit yang begitu membukakan jiwa, seakan hewan-hewan dalam tubuh berubah menjadi batu, terdiam dan terpukau silaunya cahaya keindahan semesta. Aku hanya ingin tulus dan murni kepadanya. Aku hanya merasa keindahannya harus tetap indah, tetap terjaga dan tetap terlindungi dari tangan dan tubuh jahilku. Kami hanya berpegangan tangan.
Dan jalan berdua seperti inipun sering kami lakukan tanpa perlu aku nyatakan suatu kalimat tertentu seperti halnya orang-orang saat jadian pacaran. Ayu pun tidak perlu menyatakan. Hanya pandangan mata dan rasa di dada yang jadi jawaban kepastian. Aku dan dia hanya menikmatinya, dalam kemurnian, ketulusan, dan.. kebisuan. Kami tetap berpegangan tangan.
Dan kami pun terpisah setelah lulus SMA. Setahun kemudian aku dapat kabar bahwa Ayu melanjutkan ke IKIP Bandung. Meski sama-sama kuliah di Bandung, keterbatasan sarana komunikasi saat itu sangat membutakan informasi.
Kerinduan yang begitu kuat akhirnya mendorongku untuk mencari-cari alamat kostnya. Informasi dari seorang teman SMA, tempat kostnya Ayu itu di kawasan Panorama sekitar lingkungan kampusnya (IKIP Bandung), dan kucari-cari selama seharian.
Sayang sekali, aku gagal menemukan dirinya dan yang tersisa.. hanya kenangan dalam ketulusan.
Dan berpuluh tahun kemudian, aku bahagia saat dia berkata di reuni SMA bahwa ia bahagia dengan kedua anaknya yang juga cerdas seperti dirinya. Dan akupun merasa, ia meminta agar aku menyetujui serta membenarkan pilihannya jadi ibu rumah tangga secara total untuk mendidik kedua anaknya.
Ya, aku pasti setuju, dan sangat bahagia ketika dia bahagia.
😘
Semoga..
(Bandung, 13 Juli 2019)
#ombad #biografi #kopimaschoy