Term "Kafir", "Musyrik", "Munafik", "Mukmin", dsb memang ketentuan dari Allah SWT, tetapi seiring waktu term "kafir" ini seringkali dipakai untuk Cacian, Hinaan dan Penistaan. Bahkan dalam urusan politik bisa menjadi alat serangan kepada yg beda pilihan, tak jarang kita lihat saling tuduh "munafik", bahkan "kafir" meski sesama Muslim.
Belum lagi ada sekte tertentu di Islam yg selain anggota sektenya adalah "kafir".
Begitupun, term "kafir" --bersamaan dengan "thoghut"-- sering juga dipakai dalam meraih kekuasaan, khususnya ketika memberontak atas nama agama.
Jika jalan dakwah yg diambil adalah "dakwah bil hikmah", maka penggunaan term "kafir" ini tidak akan efektif karena term ini sudah identik dengan cacian, hinaan dan penistaan.
Bahkan Allah SWT pun melarang orang-orang muslim mencaci orang-orang yg menyembah selain Allah, karena cacian tersebut hanya akan membuat mereka mencaci Allah SWT tanpa ilmu.
"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS. Al-An’am : 108)
Itu makanya Rasulullah SAW pun sewaktu di Madinah --dalam lingkup kenegaraan-- tidak seperti di periode awal (Mekkah), tetapi sudah memakai term "ahlul kitab", "Bani Israil", dsb, karena mereka bukan "kafir quraisy" yg memusuhinya.
Imam Ja’far Shodiq ra. meriwayatkan sebuah Hadist :
Laa tasubbuu al-naas fataksibuu al-‘adaawata baynahum.
"Janganlah kalian mencaci manusia, yang akan menimbulkan permusuhan di antara mereka.”
Jadi secara ushul, larangan Allah dan Rasulullah SAW di atas bertujuan :
1. Mencegah agar tidak saling mencaci, tidak membuat mereka mencaci balik Allah SWT tanpa ilmu. Dan ini adalah perintah Allah.
2. Mencegah agar tidak terjadi permusuhan antar sesama manusia. Dan perintah dari Rasulullah ini berlaku atas dasar hubungan kemanusiaan, seperti hubungan antar warga negara, hubungan sosial, ekonomi, politis, dst. Dan inipun perintah agama.
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159)
Jadi, Perlunak Hati dan lemah lembutlah dalam berdakwah.
Semoga...
#ombad #tasawuf