Wihdatul Wujud merupakan salah satu konsep yang selalu dijadikan "rujukan" pencapaian tertinggi dalam maqam spiritual, terutama oleh para penganut Tasawuf Falsafi.
Tasawuf Falsafi itu lebih karena membaca yang tertulis (buku, kitab) serta olah pikiran, dan belum tentu mengalami secara batin. Mereka lebih ke "hushuli" dan bukan "hudhuri".
Para penganut Tasawuf Falsafi, kebanyakan meyakini bahwa Wihdatul Wujud adalah "bersatunya wujud" dengan Dzat Tuhannya.
Perlu diluruskan, bahwa Abah Muhyiddin Ibn Arabi ra. --sebagai "penemu" istilah "Wihdatul Wujud"-- tidak pernah mengajarkan Wihdatul Wujud seperti yang dimaknai dan diyakini oleh banyak penganut tasawuf Falsafi.
Wihdatul Wujud yang dimaksud oleh Ibn Arabi adalah seorang hamba mengetahui wujud hakikat dirinya di hadapan Tuhannya, semacam "kemandirian wujud" dan bukan bersatu.
Jadi, Wahdat al-Wujud adalah KITA TAHU WUJUD HAKIKI (RUH) DIRI KITA, dan bukan hubungannya dengan Dzat Allah.
Ini berbeda dengan konsep Wahdat al-Syuhud --merupakan salah satu konsep dalam Tasawuf Falsafi-- sebagaimana konsep Ittihad-nya Abu Yazid al-Busthami, dan konsep Hulul-nya Al-Hallaj.
Dalam menjelaskan konsep Wahdatul Wujud, Ibn Arabi mengungkapkan:
“Ketahuilah bahwa Wujud ini satu namun Dia memiliki penampakan yang disebut dengan alam dan ketersembunyiannya yang dikenal dengan Asma (nama-nama), dan memiliki pemisah yang disebut dengan Barzakh yang menghimpun dan memisahkan antara batin dan lahir itulah yang dikenal dengan INSAN KAMIL.”
“ITTIHAD adalah mustahil karena dua dzat menjadi satu, tidak akan mungkin bertemu antara hamba dan Tuhan pada satu wajah selamanya ditinjau dari Dzat-Nya.”
**
Jadi janganlah mencampur-adukkan sesuatu, karena hal itu termasuk kebiasaan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Katakan dan yakinkan bahwa HAMBA TETAP HAMBA, meskipun ia naik pada tingkat yang tinggi (Taraqqi), dan ALLAH TETAP ALLAH meskipun Tidak Turun (Tanazzul).
Hakikat itu tidak akan berubah, artinya hakikat hamba tidak akan berubah menjadi hakikat Allah, demikian pula sebaliknya, walau pada zaman azali sekalipun.
Dan janganlah terpedaya oleh orang yang berdalih atas Wihdatul Wujud (penyatuan wujud hamba secara total) dengan alasan Hadist ini,
من عرف نفسه فقد عرف ربه
“Barangsiapa mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Tuhannya.”
Lalu, dalam ketidaktahuannya kepada Allah ia menafsirkan hadist tersebut dengan mengatakan bahwa diri manusia itu adalah benar-benar Dzat Tuhannya. Dan sy pribadi berlindung kepada Allah dari keyakinan yang demikian.
Adapun makna Hadist tsb, sebagaimana dikatakan oleh Imam Abu Hasan Syazilli ra. :
من عرف نفسه بالفقر عرف ربه بالغنى ومن عرف نفسه بالضعف عرف ربه بالقوة ومن عرف نفسه بالعجز عرف ربه بالقدرة ومن عرف نفسه بالذلة عرف ربه بالعز
“Barangsiapa mengenal dirinya fakir, niscaya ia mengenal Tuhannya Maha Kaya, barangsiapa mengenal dirinya lemah, niscaya ía mengenal Tuhannya Maha Kuat, barangsiapa mengenal dirinya tidak kuasa, niscaya ia mengenal Tuhannya Maha Kuasa, dan barangsiapa mengenal dirinya hina, niscaya ia mengenal Tuhannya Maha Mulia.”
Semoga...
#ombad #tasawuf #ibnarabi