02 February 2019

ILUSI VS REALITA

ILUSI itu seperti bayangan dan selalu ada dalam pikiran. Ketika melihat suatu masalah tanpa paham kebenarannya, kadang pikiran sering memunculkan ilusi sesuai ketertarikan atau seleranya.

Suatu opini pemikiran seringkali dianggap sebagai suatu kebenaran yg fix, dan ilusi pun menguatkannya, sehingga banyak yg terjebak ilusinya sendiri dan seringkali mengukur kebenaran sesuatu sesuai seleranya. Jadi, Bayangan dianggap Realitas, Bias dianggap Jelas, dan Sifat dianggap Dzat.

Jika memang sudah melakukan perjalanan di alam batin secara hakiki, harusnya bisa membedakan mana perjalanan batin dan mana yg permainan pikiran, artinya akan bisa membedakan mana yg ilusi. Karena jika sudah memasuki yg hakiki, maka akan mengalami proses-proses pemahaman dalam keilmuan batin; peng-integrasian ilmu lahir dan batin; proses aktualisasi untuk pribadi; bisa memilah, mana yg harus di-hidden dan mana yg boleh dikeluarkan dalam bentuk analogi/simbolisasi; serta mana yg harus disederhanakan sehingga bisa 'dinikmati' oleh siapapun.

Banyak kemiripan di antara para 'pejalan' (salik) yg mengalami proses-proses dalam spiritual. Salah satu referensinya adalah pengalaman ruhani para guru-guru yg secara syariatpun terbukti benar, punya sifat Wara', Qana'ah serta Ikhlas, dan visinya selalu membawa umat menuju Ketauhidan.

Pengalaman guru-guru ini terekam dalam kitab-kitabnya, meski banyak yg tersirat, tetapi satu hal yg pasti, tidak akan dan tidak pernah terlepas dari referensi ayat (Quran dan Hadist).

Indikator ilusi itu apa aja dan indikator realita apa aja..? Dan bagaimana membedakan ilusi dan realita..?

Indikatornya sangat tergantung dari Pemahaman yg multidimensi, kelengkapan dan ke-integrasi-an.. dan secara garis besar ada hubungannya dengan Ihsan (secara Holistik).

Cara membedakannya sangat tergantung Kebeningan Qalbu.. dan ini ada hubungannya dengan Shiddiqiyyah.

Ada penjelasan dari Imam Syafi'i ra. yg mudah-mudahan bisa diambil esensinya :

"Seseorang tidak diperkenankan memberi fatwa kecuali dia mengetahui Al-Quran dan Hadist Nabi secara lengkap, termasuk ayat-ayat yg telah dihapus, dan ayat-ayat yg menghapusnya, dan ayat yg mirip satu sama lain, dan apakah surah itu diturunkan di Mekah atau di Madinah. Dia harus mengetahui seluruh koleksi Hadist Nabi, baik yg otentik maupun yg palsu. Dia harus memahami bahasa Arab pada masa Nabi beserta gramatika dan keistimewaannya, serta mengetahui puisi-puisi Arab. Disamping itu dia harus mengetahui budaya berbagai masyarakat yg tinggal di berbagai tempat. Jika seseorang memiliki seluruh pengetahuan itu dalam dirinya, ia boleh berpendapat bahwa ini halal dan itu haram. Jika tidak, maka ia tidak punya hak untuk mengeluarkan fatwa."

Artinya, ada "ketersambungan", saling melengkapi, integrasi, dan bukannya menghilangkan yg sebelumnya ada, meskipun itu dianggap sangat rendah atau paling dasar.

Semoga...
#ombad #tasawuf