Suatu ketika Simbah Kyai Hamid kedatangan tamu, kebetulan di waktu tersebut ada dua rombongan tamu, yg pertama adalah seorang lelaki dari kota Pasuruan yg datang sendirian dengan tujuan untuk meminta pendapat bagaiman kalau ia menikah lagi.
Sedangkan yg lain adalah rombongan dari luar kota dan kedatangan rombongan tersebut hanya untuk bersilaturrahim.
“Oh, sampean tah iku mau… tak kiro sopo. Sek yo sampean enteni diluk aku tak nemoni sing akeh disek, sak aken teko adoh.” Ujar kyai Hamid.
(Oh, kamu to iku… Saya kira siapa tadi, sebentar ya, saya menemui rombongan tamu dulu, kasihan datang dari jauh).
“Enggeh kyai”.
Akhirnya kyai Hamid pun menemui tamu rombongan tadi. Kyai Hamid terlihat sangat akrab sekali sewaktu mengobrol dengan para tamu yg datang dari jauh tersebut. Seakan-akan beliau sedang mengobrol dengan teman yg telah lama tak pernah bertemu. Sedangkan tamu yang datang sendirian itu menunggu kyai Hamid tepat di sebelah pintu.
Setelah sekitar 20 menit laki-laki itu menunggu, akhirnya rombongan tamu itu meminta undur diri dan kyai Hamid pun mengantarkan para rombongan tersebut hingga di depan gerbang pesantren. Setelah itu beliau langsung kembali ke rumah dan menemui lelaki itu.
“Sek yo aku tak nang mburi diluk entenono… sing sabar.” Ujar kyai Hamid.
(sebentar ya, saya mau ke belakang dulu… yg sabar ya)
Lelaki itu pun hanya bisa menganggukkan kepalanya. Akhinya tak lama kemudian kyai Hamid keluar dengan membawa sebungkus sabun mandi baru.
“Wes, sabun iki sampean gowo moleh gawien ados dino iki sampek entek, Mene sampean mbali’o mane yo..!”
(Sudah, sabun ini kamu bawa pulang, buat mandi hari ini sampai sabunnya habis. Besok kembali lagi..!). Kata kyai Hamid sembari menyodorkan sabun tersebut kepada lelaki itu.
“Enggeh, mator nuwon kyai… tapi…” (terimakasih kyai… tapi..) Jawab lelaki itu tercekat seakan mau meneruskan pembicaraan tapi gak jadi.
“Tapi opo…?! Wes moleho sek, sa’aken bojomu ngenteni neng omah, mene balik rene maneh yo.” Tegas kyai Hamid.
(tapi apa..?! Sudah pulang dulu ya, kasihan istrimu menunggu di rumah, besok kembali lagi ya)
Akhirnya lelaki itu pun pulang. Setibanya di rumah, lelaki itu langsung mandi menggunakan sabun yang dikasih oleh kyai Hamid.
Lelaki tersebut mandi sangat lama sekali. Ia menjalankan perintah kyai hamid agar menghabiskan sabun mandi itu.
Lama-kelamaan lelaki tersebut merasa badannya menggigil kedinginan dan tak kuat lagi, sedangkan sabun yang diberi oleh kyai Hamid itu juga tak kunjung habis ketika digosokkan di seluruh tubuhnya.
Keesokan harinya Lelaki itu kembali datang dengan membawa sabun yg diberi oleh kyai Hamid. Ketika sudah memasuki kawasan Pon-Pes Salafiyah, lelaki itu melihat kyai Hamid sedang berada diteras rumahnya.
Lelaki itu pun langsung menghampiri kyai Hamid.
“Lah, iki.. aku ngenteni sampean.. yok op owes entek sabune..?” Tanya kyai Hamid.
(lah, ini… saya tunggu kamu… bagaimana sabunnya sudah habis..?)
“Niki kyai… sepuntene dereng telas…” Jawab lelaki tersebut.
(Ini kyai.. Sabunnya… ma’af belum habis).
“Anggepen ae sabon iku mau bojomu, wong siji ae gak entek-entek, ngono kate kawin maneh.” Tegas kyai Hamid.
(sabun itu ibarat istrimu, satu saja tidak habis kenapa harus kawin lagi).
Ternyata lelaki tersebut sejak kemarin belum mengutarakan isi hatinya, tapi sekarang langsung dijawab dengan tegas oleh Kyai Hamid.
Semoga...
#ombad #hikmah