Setiap hamba sangat membutuhkan pertolongan Allah Ta’ala di sepanjang waktu dan keadaan.
"(Ya Allah).. Tunjukilah kami jalan yang Lurus.” (QS. Al-Fatihah : 6).
Menurut Tafsirnya Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, yaitu al-Fawâtih, maknanya adalah "Tunjukilah kami dengan Kelembutan-Mu, Jalan yang Lurus yang dapat mengantarkan kami kepada Puncak Tauhid-Mu".
Dan di tafsir ayat selanjutnya, Syeikh Abdul Qadir menjelaskan bahwa golongan yg diberi Nikmat adalah para Nabi, Shiddiqin, Syuhada, dan orang-orang Saleh. Golongan yang Dimurkai adalah orang-orang yg ragu dan lari dari jalan Kebenaran yg terang karena mengikuti akal yg penuh dengan ilusi. Dan golongan yg Sesat adalah orang-orang yg mengikuti fatamorgana dunia yg hina dan godaan setan yg menyimpang dari jalan kebenaran dan hujjah yg meyakinkan.
Sedangkan menurut Tafsirnya Syeikh Muhyiddin Ibn 'Arabi, al-Quranul Karim, maknanya "Jalan yang Lurus" adalah Tetapkanlah kami ke jalan hidayah, dan tempatkanlah kami dalam istiqamah di jalan kesatuan (Wahdah).
Jalan istiqamah di dalam kesatuan (wahdah) adalah jalan orang-orang yg dilimpahi nikmat dan karunia Allah melalui kenikmatan tertentu yg sangat khusus, yaitu nikmat Rahimiyyah (nikmat Allah di akhirat) atau nikmat kasih sayang, yaitu nikmat Ma'rifat dan Mahabbah.
Sedangkan keteguhan Hidayah itu adalah Hidayah Hakiki dan bersifat substantif yg diberikan pada para Nabi dan Syuhada, Shiddiqin dan Auliya, yaitu mereka yg menyaksikan-Nya pada Yang Maha Awal dari Maha Akhir, Dzahir dan Bathin, di mana mereka telah sirna dalam penyaksiannya dengan munculnya Wajah Yang Abadi (Baqa) dari segala wujud pandang yg Fana’ atau sirna.
Jalan inilah yg ditempuh para Sufi, jalan Hakikat. Jalan "menyatu" dengan Allah, yg diteguhkan oleh Realita dan Kebenaran, bahwa yg ada hanyalah Allah, yg abadi hanyalah Wajah Allah, dan segala hal selain Allah adalah batil dan hancur.
Jalan menuju kepada Allah, sebagaimana terlimpahkan kepada para Nabi dan Rasul, Wali dan Syuhada yg senantiasa menyaksikan Allah di mana-mana dan tidak di mana-mana. Penyaksian Ubudiyah hamba terhadap Rububiyah Allah. Respon yg interaktif dan terus-menerus serta tidak putus dengan-Nya, yg kelak sirna dan tenggelam dalam samudera Ma‘rifah dan Mahabbah.
Rasulullah SAW bersabda:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً صِرَاطاً مُسْتَقِيماً وَعَلَى جَنْبَتَىِ الصِّرَاطِ سُورَانِ فِيهِمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ وَعَلَى الأَبْوَابِ سُتُورٌ مُرْخَاةٌ وَعَلَى بَابِ الصِّرَاطِ دَاعٍ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ ادْخُلُوا الصِّرَاطَ جَمِيعاً وَلاَ تَتَفَرَّجُوا وَدَاعِى يَدْعُو مِنْ جَوْفِ الصِّرَاطِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُفْتَحَ شَيْئاً مِنْ تِلْكَ الأَبْوَابِ قَالَ وَيْحَكَ لاَ تَفْتَحْهُ فَإِنَّكَ إِنْ تَفْتَحْهُ تَلِجْهُ وْالصَّرِاطُ الإِسْلاَمُ وَالسُّورَانِ حُدُودُ اللَّهِ تَعَالَى وَالأَبْوَابُ الْمُفَتَّحَةُ مَحَارِمُ اللَّهِ تَعَالَى وَذَلِكَ الدَّاعِى عَلِى رَأْسِ الصِّرَاطِ كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالدَّاعِى مِنْ فَوْقِ الصِّرَاطِ وَاعِظُ اللَّهِ فِى قَلْبِ كُلِّ مُسْلِمٍ
“Allah telah membuat perumpamaan berupa sebuah jalan yg lurus. Di kedua sisi jalan itu ada dinding yg padanya terdapat beberapa pintu yg terbuka. Pada pintu-pintu itu terdapat tirai yg dilabuhkan.
Sementara di atas pintu gerbang jalan tersebut ada penyeru yg berkata: ‘Wahai manusia, laluilah jalan ini sampai ke ujung dan janganlah kalian berbelok-belok'.
Sementara itu ada lagi penyeru lain di atas jalan tersebut yg berkata ketika manusia bermaksud membuka salah satu dari pintu-pintu itu: ‘Celaka, jangan engkau membukanya, sebab bila engkau membukanya, engkau pasti akan terperosok masuk ke dalamnya'.
Jalan di sini maksudnya Islam; dinding maksudnya hukum-hukum Allah; pintu-pintu yg terbuka maksudnya hal-hal yang diharamkan Allah; penyeru di atas gerbang maksudnya al-Qur’an: penyeru di atas jalan maksudnya nasihat dari Allah yg ada di dalam hati setiap muslim.”
(HR. Ahmad dan Muslim)
Ternyata dalam beragama itu butuh "menggali makna" ya.. tidak harfiah, tidak tekstual saja, dan Rasulullah SAW sendiri yg mencontohkannya lewat salah satu hadist di atas.
Dan apa yg menyebabkan "berbelok" dari "jalan yang lurus" seperti yg disimbolkan dari Hadist di atas..? Penyebabnya adalah Thaghut.
THAGHUT adalah segala sumber yang menyebabkan seseorang melampaui batas dalam kemaksiatan, menyesatkan (dari jalan yang lurus), kedurhakaan dan kekufuran; baik yang berasal dari dalam maupun pengaruh dari luar dirinya.
Maksud 'Melampaui Batas' itu apa?
Setiap apa saja yang melampaui batas-batas hukum yang digariskan oleh Allah SWT untuk para hamba-Nya di muka bumi ini. Segala macam kebatilan, baik dalam bentuk berhala, pemberhalaan, ide-ide yang sesat, manusia durhaka atau siapa pun yang mengajak kepada perbuatan yang menyesatkan.
Ada wejangan dari Abah Anom yang mesti kita renungkan:
"Thogut teh basa Arab. Ari numutkeun ahli mufasirin mah hartosna: 'tempat-tempat berhala'. Namung upami numutkeun istilah Arab mah hartosna: 'saban-saban nu nyandak pasea, nu ngajak barontak, nu ngajak teu bener teu beres, eta teh thogut'.
Jadi dimana urang ngajak-ngajak teu bener teh nyaeta keur dipingpin ku thogut."
Artinya,
"Thogut itu bahasa arab. Menurut mufasirin artinya adalah 'tempat-tempat berhala'. Tetapi menurut istilah arab artinya adalah 'Setiap ajakan kepada permusuhan, ajakan kepada pemberontakan, ajakan kepada ketidak-benaran, ajakan kepada ketidak-beresan adalah thogut.'
Jadi ketika kita mengajak kepada ketidak-benaran artinya sedang dipimpin oleh thogut."
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama-Nya, (tetaplah atas) fitrah Allah, Yang telah menciptakan manusia, menurut fitrah itu (pula). Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS.30:30)
Semoga....
#ombad #tasawuf